i (still) love you, 2021

419 65 1
                                    

Dari sekian notifikasi pesan yang masuk berurutan, teman-temannya— atau bahkan orang yang sudah ia tunggu-tunggu, sebut saja Kim Sunwoo, membuat Eric yang baru bangun tidur lantas melebarkan mata tak percaya.

Tak elak ia lega begitu Sunwoo pada akhirnya membalas pesannya setelah sekian lama; Sunwoo masih ingat dirinya.

Basa-basi menanyakan kabar, persetan yang Eric butuhkan justru kabar Sunwoo sendiri. Eric kan tak tahu, apa Sunwoo baik-baik saja di sana sampai tak mau membalas pesannya?

Sampai tak mau memberi tahu tujuan Sunwoo pergi?

Eric buru-buru mengetikkan balasan, jantungnya berdegup kencang seiring satu per satu kalimat ia tujukan. Ada banyak hal yang harus Eric tanyakan, perihal kepastian dan perasaannya— yang digantung dengan kalimat ‘putus’ hari itu.

Apa Sunwoo masih mempunyai perasaan yang sama?

Dibanding dengan membalas pesan, yang Eric dapatkan justru telepon dari Sunwoo. Mengangkat dengan tangan gemetar, Eric menahan tangis kerinduannya.

“Eric?”

Diseberang sana, suara yang masih sama merdunya— memanggil nama Eric untuk pertama kali setelah sekian lama. Apa tak bisa Sohn teriakkan rindunya?

“Eric, maaf.”

Eric menggeleng. Bukan kata ‘maaf’ yang Eric tunggu selama ini. Hanya kejelasan mengapa Sunwoo tiba-tiba pergi? Tanpa mau beritahu sama sekali?

“S-Sunwoo...”

Eric berkata, Sunwoo merespon. “Iya, Eric?”

“Jangan minta maaf. Aku gak butuh itu. Aku cuman mau kamu jelasin apa yang sebenernya terjadi.”

Hening sejenak di seberang sana, Eric tahu Sunwoo sedang menghela napas dalam. “Singkatnya cuman menghindari perjodohan.”

Eric terkejut. “A-apa? Perjodohan?”

Sunwoo mengangguk, tanpa bisa Eric melihatnya. “Papa ngasih dua pilihan, Eric. Aku dijodohkan atau melanjutkan kuliah di Los Angeles setelah itu aku bebas.”

“Tapi kenapa harus putus?”

“Papa pengen aku mutusin semua hubungan hari itu. Dan aku gak mau buat kamu sedih.”

But, you did, Sunwoo.”

“Makanya aku minta maaf, Eric. Maaf...”

Eric menunduk, tangannya gemetar, ia sudah tak kuasa menahan air matanya. Berucap lirih, Eric meremat selimut yang masih melingkupi tubuhnya. “Eric kangen.. Kangen Sunwoo...”

“Sunwoo juga kangen Eric. Tapi gak bisa pulang, sebelum Sunwoo nyelesaiin kuliah di sini.”

“Apa aku nyusul kesana?”

“Jangan.. Nanti aku makin gak bisa lepas dari kamu.”

Di seberang sana Sunwoo menatap jendela kamarnya sendu. Matahari mulai terbenam, langit mulai meredup, seiring Sunwoo semakin tercekat— kerinduannya tak bisa dielukan terlalu cepat. “Apa kamu mau nunggu, Eric?”

“Berapa lama? Berapa lama aku harus nunggu lagi, Sunwoo?”

“Maaf, Eric.”

Eric menggeleng. “Berapa lama, Sunwoo?”

“4 tahun sampai 5 tahun— apa kamu bisa?”

Terdiam, Eric menunduk. Jelas ia tak bisa menunggu terlalu lama. Namun, bagaimanapun Eric juga ingin bertemu Sunwoo. Eric masih mencintainya.

“A-aku..” Eric menghela napas. “Aku bakal nunggu kamu pulang.”

-----

Hari-hari selanjutnya, penuh Eric lewati tanpa terlewat satu hari berbagi kabar dengan Sunwoo-nya dijauh sana. Lebih sering bertelponan saat Eric akan tidur menjemput mimpinya.

Suara Sunwoo bagaikan pengantar tidur yang nyaman untuk Eric.

Ketika diseberang Sunwoo dengan gitarnya, bernyanyi menenangkan, Eric rasanya terbang ke nirwana— penuh bahagia.

Suara yang merdu, suara yang selalu berhasil membuatnya semakin rindu, suara yang ia dambakan setiap waktu.

Bait demi bait lagu dinyanyikan, seiring mata Eric terpejam menikmati alunan yang Sunwoo ciptakan.

Atau saat hujan turun dengan derasnya dan suara petir bersahutan, Sunwoo mengirim pesan berisi kata penenang, bahwasanya ia ada di sana— dalam halusinasi menemani Eric yang kedinginan— berharap bisa memberi kehangatan.

Disambut Eric dengan dengkuran halus, Sohn manis punya Sunwoo sudah tidur ke alam mimpinya.

Tertawa kecil, Sunwoo berbisik pelan, “selamat tidur, sayangku.”

Lalu keesokan harinya Eric jalani hari seperti biasa. Tenggelam dalam kesibukannya sendiri, tak lupa menghitung hari— sisa ia menunggu sendiri untuk Sunwoo kembali.

Eric harap Sunwoo tak ingkar janji, karena ia butuh bukti.

Sia-sia jika empat tahun lamanya ia menunggu namun Sunwoo tak kunjung mengabari untuk kembali. Eric takut itu terjadi.

Ia harap semoga si Kim tahu tanggung jawabnya, dan bisa mewujudkan harapan terakhir mereka bersama-sama.

Menikah.

Membayangkannya saja sudah membuat pipi Eric memerah. Bagaimana jika dengan bahagianya Sunwoo dan Eric bergandengan tangan seusai mengucap janji suci dihadapan Tuhan?

Atau mungkin disambut dengan ciuman dan hangatnya pelukan?

Seperti, kita akan bersama selamanya.

Yang sekarang saja Eric rasanya sudah gila karena senyum-senyum sendiri sembari menatap ponselnya. Bahkan teguran dari temannya— Jaemin dan Felix tidak dihiraukan.

Eric memilih tenggelam dalam halusinasi masa depan nantinya jika menikah dan berkeluarga, bersama Sunwoo tentunya.

Ah, Eric ingin teriak ditempat rasanya!

hari ini double update,
ngejar ending yang mau aku publish besok tepat di hari ulang tahun eric :D

chapter selanjutnya aku publish ntar malem,
((semoga gak lupa ini mah— kalo lupa ingetin aku ya pls haduh ㅠㅠ))

siap gak endingnya?

mellifluous, sunric ✓Where stories live. Discover now