14: Hanya Teman

2K 345 20
                                    

"Kakak pacaran sama Mas Abi?" Ini adalah hari ketiga Winda menanyakan pertanyaan yang sama padaku. Seakan belum puas dengan jawabanku sebelumnya, ia kembali bertanya hal yang sama.

"Enggak Winda." Jika biasanya ia langsung pergi dari kamarku begitu mendapat jawawab, namun kali ini ia tetap bertahan seraya bersandar pada daun pintu. Entah apa yang kali ini ada di pikiran gadis itu.

Aku membiarkan ia sibuk dengan sisi. kepalanya dan tetap mengerjakan apa yang sedang aku kerjakan. Uni Zia kembali mengirimiku pekerjaan yang harus aku selesaikan. Meskipun tak harus dikerjakan sekarang, tapi aku berusaha untuk mengerjakannya secepat mungkin.

Dulu, aku tak hanya bertugas mengurus keuangan usahanya, tapi juga membantunya mempersiapkan apa saja yang bisa aku lakukan. Ku akui, Uni Zia adalah wanita hebat dengan segala kepandaiannya. Ia pintar mengatur sebuah organisasi dan memiliki kepemimpinan yang sangat baik.

Membuat buket bunga, suvenir, dan menghias seserahan. Itu adalah usaha sampingan yang ia lakukan sembari merintis usahanya dulu. Tentunya dengan terus belajar mengenai hal yang sangat ia sukai, yaitu make up dan desain.

Saat aku kuliah dulu, banyak hal yang aku dapat karena membantunya. Perihal uang saku sudah pasti. Namun selain itu aku juga mendapatkan ilmu berharga yang mungkin tak akan aku dapatkan dari orang lain. Itulah alasan kenapa aku sangat akrab dengan sepupuku itu.

Uni Zia bukan orang yang pelit dalam membayar orang yang sudah membantunya. Ia termasuk royal, apalagi padaku yang juga berstatus sebagai saudaranya. Aku pun tak pernah menentukan jumlah imbalan atas bantuanku, hanya membiarkan ia memberikan berapapun jatahku. Karena dengan begitu, aku merasa lebih nyaman.

Sejujurnya aku sangat suka bekerja dengan Uni Zia. Karena aku bisa bertemu banyak orang dengan banyak kepribadian yang berbeda. Mulai dari orang pendiam yang tak banyak maunya dan cenderung menerima pendapat orang lain, sampai pribadi dengan kebawelan yang tidak ada habisnya.

Aku belajar mengendalikan diri, melatih kesabaran, serta memanfaatkan kepintaranku dalam hal berbicara. Semuanya tak didapat dengan mudah. Butuh latihan panjang hingga akhirnya aku perlahan mulai menguasai itu semua. Walaupun kadang lepas kendali juga, di saat-saat tertentu.

Tapi namanya usaha, kadang mengalami pasang surut. Apalagi usaha WO di mana tak setiap saat orang menikah. Makanya aku tetap mencari pekerjaan utama untukku, di samping membantunya. Karena dengan begitu, uang yang aku dapatkan juga banyak. Lagi-lagi perihal uang. Ya, hidupku saat ini memang hanya perihal mengumpulkan uang. Apalagi yang bisa aku lakukan selain itu? Lagian aku belum punya seseorang yang bersedia membiayai hidupku seperti yang orang tuaku lakukan dulu.

Kepergianku ke Pekanbaru sempat mengundang penolakan dari Uni Zia, karena ia membutuhkan bantuanku untuk tetap bekerja bersamanya. Tapi aku meyakinkan dirinya kalau aku akan tetap membantunya, apapun itu. Tak jarang aku menghabiskan waktu liburanku untuk membantunya. Apalagi di akhir tahun dan siap lebaran adalah masa-masa krusial untuk melangsungkan pernikahan.

Berbeda dengan waktu itu, hari ini aku membantunya untuk mendesain sebuah pakaian yang akan digunakan sebagai salah satu pengisi stok gaun miliknya yang akan disewakan. Sebenarnya aku tak pintar menggambar, makanya goresanku ini sedikit berbentuk abstrak. Lagian aku hanya memberikan pandanganku saja. Mengenai keputusan akhirnya, tetap ia yang memegang kendali.

Kata Uni Zia, aku cukup ahli dalam memahami mode pakaian yang tren zaman sekarang. Sudah pasti, karena aktivitasku tak jauh dari kebiasaan memasukkan beberapa jenis pakaian ke keranjang, yang nantinya akan aku beli di saat promo. Jika tak ada promo, maka keranjangku akan penuh dengan sendirinya.

Karena banyaknya permintaan dari pelanggan, seringkali Uni Zia tak bisa memenuhi hal tersebut. Sehingga mengharuskannya untuk bekerja sama dengan tempat penyewaan gaun pernikahan.

Di Balik Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang