36. Jawaban

2.1K 386 44
                                    

"Uni, Azwan dapat skin. Dikirimin sama Bang Abi." Azwan menghampiri aku yang tengah duduk di atas balkon rumah. Ia ikut mendaratkan pantatnya di kursi panjang tanpa melepas pandangan dari hpnya.

Abi dengan Azwan ternyata sangat nyambung dalam beberapa hal sehingga mereka mudah sekali akrab. Azwan bahkan tak bisa sesering itu mengobrol dengan Bang Nando, karena mereka memiliki ketertarikan yang berbeda. Namun dengan Abi, ia cepat sekali menyesuaikan diri.

Lumayan lama mereka mengobrol bahkan sampai main game bareng di hp masing-masing. Niat awalnya aku menahan Abi karena ingin ia makan terlebih dahulu sebelum pergi, namun ternyata setelah makan pun ia masih bertahan bersama Azwan. Malah aku yang dijadikan obat nyamuk. Alhasil, menonton adalah jalan terakhir yang aku pilih daripada harus pusing mendengar pembahasan yang tidak bisa aku mengerti.

Entah game apa yang mereka mainkan, yang pasti game itu sangat seru karena berhasil membuat Azwan heboh sendiri. Azwan sepertinya lebih antusias dengan kehadiran Abi dibandingkan diriku, karena ia akhirnya punya teman main. Itulah efek keseringan main tanpa teman.

Saat Azwan menemukan teman yang cocok untuknya, ia langsung bersemangat hingga lupa waktu. Tak hanya Azwan, Abi pun begitu. Ia bahkan tetap bertahan di kantor Uni Zia sampai kantor itu tutup.

Abi yang aku kira hanya sosok serius yang selalu berkutat dengan pekerjaan, ternyata juga suka main game. Ia berhasil mengatur waktu untuk dirinya sehingga ia sempat main game.

"Skin? Kulit? Kulit apa? Kulit sapi?" Ah, atau malah kerupuk kulit? Kadang aku suka tak mengerti dengan kata-kata yang digunakan Azwan. Entah dia yang kelewat pintar atau aku yang terlalu bodoh.

"Skin hero loh Uni." Ia berucap sembari menggerakkan giginya karena geram.

"Buat apa emangnya?" Azwan menatapku dengan tatapan tak percaya lalu menghela napasnya. Bukannya menjawab, ia malah menghela napas? Sungguh tidak sopan.

"Lupain deh. Kalau ngomong sama Uni suka gak nyambung." Daripada panjang lebar menjelaskan, lebih baik diam. Azwan sering begitu akhir-akhir ini.

"Uni mana paham kalau kamu ngomongnya setengah-setengah." Skin hero? Pahlawan super yang aku tau selalu menggunakan kostum yang sama. Lalu untuk apa guna skin yang dimaksud oleh Azwan? Aku sungguh tak mengerti.

"Percuma dijelasin, Uni gak bakal paham." sahutnya.

"Udah tau Uni gak bakal paham, masih aja bahas yang susah dipahami. Gak ada pembahasan lain?" balasku tak mau kalah.

Sekali lagi Azwan menghembuskan napas panjang. Aku tau ia sudah menyerah. Ia tak akan membahas hal itu lagi karena sadar kalau aku pun enggan kalah.

"Uni, Bang Abi keren ya?" Entah tujuannya hanya sekedar memuji atau ada tujuan lain.

Aku tiga orang bersaudara di mana makin ke bawah otak kami makin encer. Hal itu bukan hanya diakui oleh Kak Kirana, tapi juga diriku. Kenyatannya adalah Azwan memang lebih pintar dibandingkan kami. Karena itu ia cocok dengan Abi. Sebab Abi juga pintar, sama seperti dia.

"Mentang-mentang dikirimin skin skin itu, terus sekarang langsung muji orang yang ngirimin. Kamu gak disogok kan?"

Sejak kapan pula Azwan pintar memuji pria? Mulutnya padahal sama seperti ibu-ibu yang senang sekali mengomentari pacar dari anak tetangganya. Itulah akibat dari punya dua kakak perempuan, Azwan jadi ketularan. Untunglah sekarang ia sudah tak separah itu karena ia mulai sadar dengan kodratnya sebagai laki-laki.

"Bukan gara-gara ini tau Uni. Azwan serius. Dari cara ngomongnya udah keliatan pinter. Orang gak perlu tanya nilainya waktu sekolah atau kuliah, cukup denger Bang Abi bicara aja. Pasti orang langsung paham kalau Bang Abi itu memang pinter." Ya, aku pun mengakui itu.

Di Balik Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang