39. Late

8.2K 825 21
                                    

Sebelum nya, Elang tak pernah merasa takut akan suatu hal. Selain pada Tuhan, dan Sang Mamah jika marah. Namun kini Rasa takut nya kian bertambah.

Elang takut akan sebuah kehilangan, kehilangan Dara.

Tangan kekar itu berkali-kali mengusap wajah nya dengan kasar, menegak sekaleng soda dingin dari dalam kulkas dengan malas.

Usai membawa Andro ke kantor polisi, Elang baru sampi di rumah tepat pukul lima pagi. Bergegas shalat dan berdoa untuk Dara sebelum beransur tidur karna merasa lelah. 

"Mau kemana?"

Mata nya melirik kearah Nila yang bertanya, menatap Elang yang sudah duduk di minibar dengan pakaian rapih.

"Ke RS."

Wanita itu mengangguk samar, "Gimana keadaan nya?"

"Emang nya mamah perduli?" Sahut nya pelan, seakan jika pertanyaan Nila adalah sebuah kesalahan.

Nila memberikan sebuah wadah makanan kehadapan Elang yang melihat nya dengan sorot penuh tanya.

"Sayur ikan gabus, mamah baca di berita kalo dia harus di oprasi. Ikan ini bagus buat nyembuhin luka." Wanita itu melempar senyum kecil. "Bawa ya nanti?"

Elang nampak menatap kearah Nila dengan sorot penuh tanya. "Tumben."

"Tuh gitu tuh manusia, berbuat gak baik di bilang jahat, berbuat baik di bilang tumben. Buat betmut aja dah!" Ketus Nila, menatap kearah Elang sinis.

"Ulululu Mamah aku!" Elang bangkit, beransur memeluk Nila dengan hangat.

"Gini dong, kalo di restuin kan makin sayang." Ia mengecup pipi sang mamah sekilas, "Dah ya, Elang berangkat."

"Pasti calon istri udah kangen banget nih." Ia melempar senyum kecil.

"Dara i am coming!"

~•~

Gadis itu terpejam saat rusuk nya di kompres dengan ice pack oleh Viola, meremas selimut yang menutupi sebagian tubuh nya dengan erat.

"Sakit?"

Dara menggeleng samar, melempar senyum kecil. "Engga Bunda." Meski nyata nya tak seperti itu.

Azka bilang mengompres rusuk dengan ice pack bisa membantu mempercepat kesembuhan. Dara ingin cepat-cepat sembuh, ia ingin segera pulang.

Usai menyelesaikan tugas nya, Viola bergegas merapihkan kembali piyama rumah sakit juga selimut sang anak agar lebih nyaman.

"Bunda makasih,"

"Untuk?"

"Udah mau rawat aku, padahal kan aku bukan–"

"Kamu anak Bunda." Viola berseru cepat, "Dan stop bilang kalo kamu itu bukan anak bunda, oh atau jangan-jangan kamu yang gak mau ngakuin kalo aku Bunda kamu?"

"Gak gitu," Dara berujar kecil, tangan lemah nya menggenggam tangan Viola dengan erat, meski yang wanita itu rasakan hanya remasan pelan tak bertenaga.

"Bunda itu, Bunda terhebat yang aku punya, meski posisi mamah gak bakal tergantikan. Tapi Bunda bakal tetep jadi Bunda nya aku."

Senyum nya terukir, meraih punggung tangan Viola. Mencium nya dengan amat lembut. "Pulang yuk Bun, Dara gak betah di sini—"

"Heh! Oh jadi kamu manis-manisin bunda cuma mau minta pulang! Ih bunda udah seneng-seneng kamu bilang gitu." Bibir wanita itu mengerucut sebal, membuat Dara terlekeh kecil di buat nya.

SUNYI [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang