12 🍂

8.1K 838 5
                                    

Marva menunggu Alle yang tertidur cukup lama. Ia ingin rasanya membangunkan gadis itu tapi bisa dibilang kurang sopan. Alhasil ia mencoba membangunkan Alle, tetapi hasilnya naas gadis itu tampak seperti mayat.

Marva menghela nafas. Ia juga mengguncangkan tubuh gadis itu. "Alle bangun ini sekolah cukup sepi."

"Arghhhh! Mbak Kunti jangan makan gue!" teriak Alle dengan berdiri tiba-tiba.

Marva terkesiap mendengar teriakan gadis itu. Mata mereka saling bertautan membuat keduanya dilanda rasa canggung. Marva memutuskan pandangan lalu mengambil tasnya.

Alle mengerutkan alisnya. "Galen sama Bang Elang dimana? Kenapa hanya ada Lo?"

"Mereka ada urusan lalu minta gue antar Lo pulang," jawab Marva dengan muka datar.

Alle mendengkus malas. "Pagi tadi sudah maksa-maksa gue ikut dia tahunya nggak diantar pulang. Dasar adik laknat!"

Marva hanya tersenyum tipis lalu secepat mungkin mengubah ekspresi wajahnya. Ia mengambil tumpukan buku milik gadis itu. Kemudian ia berjalan pergi meninggalkan Alle sendirian.

Alle mendengus. "Suka banget tinggalin orang sendirian."

Setelah Alle segera berlari menyusul lelaki itu. Ia tersenyum tipis sepertinya dirinya sedikit salah paham akan tingkah lelaki itu. Dilihat-lihat memang seperti orang sombong juga brengsek tapi nyatanya lelaki itu baik, tetapi ketutup sama sifat gengsinya.

Alle merangkul pundak lelaki itu dengan susah payah. Di kehidupannya sekarang ia sedikit bersyukur mempunyai teman yang cukup akrab biasanya hanya berbicara lalu selesai. Namun, kali ini dia mungkin akan memiliki sebuah teman.

"Arva baik, deh! Udah tungguin gue lalu bawa buku gue," ucap Alle dengan cengengesan.

Marva mendengkus malas. "Ada maunya baru bilang gue baik."

"Wah, bear udah mau banyak bicara!" seru Alle dengan tertawa kecil.

Marva membuka pintu mobilnya lalu membiarkan gadis itu duduk. Ia mengerutkan keningnya menatap gadis itu.

"Ngapain duduk di depan?" tanya Marva dengan mengangkat alisnya.

Alle mengerutkan alisnya. "Bukannya biasanya orang lebih suka duduk didepan karena nggak mau dikira supir."

"Cih, itu orang bukan gue. Tapi terserah," ucap Marva dengan memutar matanya.

"Kayak cewek aja lo bilang terserah," cibir Alle dengan mendengus kesal.

Marva mengangkat bahunya lalu menjalankan mobilnya meneluri belahan kota. Alle menatap jalanan dengan tatapan kosong ia sedang memikirkan tujuan yang akan dilakukannya dengan tubuh ini.

"Va, menurut Lo bagaimana jika hidup ini nggak punya tujuan sama sekali?" tanya Alle dengan menatap lurus.

"Nggak punya tujuan? Menggapai tujuan itu cukup susah. Namun, menurut gue hal yang ingin dilakukan atau dipecahkan itu juga masuk tujuan bukan tidak hanya cita-cita," jawab Marva dengan mengangkat bahunya.

"Benar juga," gumam Alle dengan menghela napas.

∆∆∆

Kini mereka berada didepan cafe yang dipenuhi oleh sekumpulan para remaja. Ia mengerutkan keningnya untuk apa mereka berada disini bukannya mengantarnya pulang.

"Lo ngapain bawa gue kesini? Antar gue pulang," tekan Alle dengan memutar matanya.

"Gue lapar," jawab Marva dengan muka datar. Kemudian menggenggam lembut tangan gadis itu.

Alle terkesiap melihat apa yang dilakukan oleh lelaki itu. Awalnya ia ingin protes tapi tidak jadi karena agak takut melihat sekumpulan cowok yang terlihat menatapnya.

Kita Satu [END]Where stories live. Discover now