Epilog🍂

7.2K 555 10
                                    

Setelah kejadian itu keluarga Sinathrya, Leonardo dan Akalanka menjadi cukup akrab. Beberapa kali kedua keluarga pembisnis kaya itu liburan di kota Kandangan.

Alle dan Elen juga sekarang cukup akrab dengan keluarga mereka begitu juga hubungannya dengan Marva. Tentang hubungan keluarga mereka tidak lupa karena bantuan lelaki itu.

Alen sekarang sedang memakai seragam sekolah. Sesuai kesepakatan mereka memakai seragam yang berantakan. Mereka terlalu baik untuk menaati peraturan sekolah. Mereka juga sepakat jika salah satu ada paham materi maka itu yang menjawab.

Lalu hubungannya dengan Ansel juga cukup akrab sebagai teman. Hal yang lebih mengejutkan lelaki itu pacaran dengan Vio.

Lalu tentang Vio ternyata gadis itu benar-benar keluar dari keluarganya dan tanpa menyandang marga keluarganya. Gadis itu mandiri dan tidak manja sehingga membuat mereka cukup akrab. Ia juga menjelaskan keadaan mereka sehingga Alle cukup akrab dengan Vio hingga berbaikan.

"Alen! Cepat turun ke bawah ini pacarmu sudah datang!"

Alen yang mendengar itu seketika meringis kecil. Ia rasanya ingin menghilang dari bumi. Entah mengapa dirinya punya urat malu.

"Alle kita dari kapan punya urat malu, ya?" celetuk Elen dengan menggaruk tengkuknya.

"Lo nggak punya tapi gue punya!" seru Alle dengan mendengkus malas.

Setelah mengatakan itu Alen segera berlari menuruni tangga. Kemudian berselancar di pegangan tangga.

"Alle ini mau nyungsep!" seru Elen dengan muka khawatir.

"Nggak papa," ucap Alle dengan tenang.

Kini Elen menghilang tergantikan oleh Alle. Gadis itu tampak suka bermain-main dengan nyawanya.

Saat diujung tiba-tiba tubuhnya terangkat. Ia melihat Marva dengan raut wajah khawatirnya.

"Jangan begitu lagi kamu bikin kaget aku tau nggak," ucap Marva dengan nada pelan.

Alle mengalihkan pandangannya kemudian mendorong pelan tubuh lelaki itu. Ia mengipas-ngipas wajahnya yang sedikit panas.

Elen seketika tertawa terbahak-bahak membuat semua hanya bisa geleng-geleng kepala. Akhirnya jiwa mereka kembali bersatu dan melanjutkan acara makan yang tertunda.

∆∆∆

Alen mengendarai motornya dengan membelah jalan. Awalnya ia ingin ikut bersama dengan Marva, tetapi lelaki itu seolah menjaga jarak dengannya.

Di jalan tatapan matanya agak kosong hingga seekor ular hitam menyeberang jalan. Ia yang tidak siap akhirnya terjatuh hingga motor menimpa kakinya.

Ular hitam itu berjalan menuju dirinya. Ia yang merasa takut seketika menjadi lebih kuat dan mendorong motornya hingga mengenai binatang penuh racun itu.

"Dasar manusia tidak tahu berterima kasih!"

Alen tersentak mendengar ular hitam itu berbicara. Tapi secepat mungkin mengubah ekspresi wajahnya.

"Dih, ular jadi-jadian jangan banyak bicara!" cibir Elen dengan memutar matanya.

Ular hitam itu seketika pergi dalam sekejap mata. Diantara mereka berdua sebenarnya tidak ada yang berani dengan ular. Nyatanya mereka hanya berpura-pura berani dengan ular.

Setelah kejadian mistis itu Alen segera beranjak pergi dengan kecepatan tinggi. Saat sampai di sekolah yang ia lihat para murid-murid sedang berkumpul di lapangan basket.

Ia yang cukup penasaran alhasil menghampiri sekumpulan murid-murid. Ia melewati kerumunan murid-murid dengan susah.

Raut wajah Alen berubah menjadi lebih suram. Sekarang tidak ada lagi senyuman di wajahnya. Tangannya mengepal seiring waktu berjalan.

Kita Satu [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora