33🍂

4.1K 456 0
                                    

Sekarang mereka sudah sampai didepan ruangan yang penuh meja juga alat tulis. Saat didepan Arkan hanya menatap Alle secara diam. Tapi nyatanya Marva terlihat mengetahui hal itu. Namun, lelaki itu hanya membiarkannya saja.

"Kalian masuk aja nanti tunggu yang lain datang," ucap Arkan dengan bersedekap dada.

"Hey, ini lo yakin ruangan lombanya digabung gini?" tanya Galen yang cukup bingung.

Arkan menatap tajam. "Heh, nggak ada sopan-santun nya Lo ke orang yang lebih tua. Pakai Kakak atau Abang kalau manggil itu."

"Dih, gila hormat banget Lo!" cibir Arel dengan menatap sinis.

"Mana saya tempe, sayakan orang ganteng," sahut Arkan dengan mengedipkan matanya.

Alle yang mendengar itu seketika berpura-pura ingin muntah. Dilan yang tidak mau kalah justru ikut berdebat dengan Arkan.

"Masa bodoh! Dah lah Lo pada masuk sana, jangan nyusahin gue!" perintah Arkan dengan mendorong tubuh Marva juga yang lain.

Mereka masuk kedalam ruangan kecuali para guru yang duduk diluar ruangan. Ia sedikit kasian juga ingin tertawa disaat para guru tidak mendapatkan tempat duduk yang layak. Para guru itu hanya bisa duduk dilantai depan ruangan.

Setelah murid dari sekolah lain terkumpul mereka segera memulai acara KSN dengan kondusif. Alle menjawabnya dengan lancar walaupun beberapa ada yang susah baginya.

Kini waktu terus berjalan beberapa dari mereka sudah keluar karena waktunya sudah habis. Alle menggaruk tengkuknya sekarang dia hanya bisa menjawab 83 soal dari 100 soal. Sisanya merupakan soal dari materi antropologi dan batuan.

"Ini kalau segini aja nggak papa kali, ya?" gumam Alle dengan menghela napas panjang.

"Jangan menyerah Alle coba cari lagi!" lanjut Alle dengan suara pelan.

Alle kembali mengerjakan soal dengan semangat hingga waktunya sebentar lagi mau habis. Ia menatap kearah Marva dengan tersenyum tipis.

"Jangan lihat kearah lain, Nak. Keluar kalau sudah selesai. Anak zaman sekarang pikirannya cuman pacaran melulu."

Alle yang mendengar itu seketika wajahnya menjadi memerah karena ketahuan melihat Marva. Bahkan orang-orang kini mulai menatap kearahnya.

"Ah, iya Bu! Saya pergi dulu," seru Alle kelabakan membereskan peralatan miliknya.

Namun, Marva yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. Teman-temannya yang melihat itu seketika menertawai kebodohan dirinya hingga terkena teguran sang guru.

Saat ingin keluar tiba-tiba saja Ansel ikut berjalan keluar ruangan. Lelaki itu tiba-tiba saja merangkul pundak Alle membuat dirinya sedikit terkejut.  Ia segera menepis tangan Ansel lalu pergi begitu saja.

"Mentang-mentang udah punya doi! Gue dilupain," gerutu Ansel dengan muka masam lalu pergi menuju sang guru.

∆∆∆

Kini mereka berada di depan ruangan sembari menunggu kabar dibolehkan pulang. Alle berjalan menuju Marva lalu berjongkok begitu saja. Marva menggelengkan kepalanya lalu melemparkan jaket yang entah darimana datangnya.

"Kamu mirip Doraemon yang bisa mengeluarkan barang apa aja waktu dibutuhkan," celetuk Alle dengan cengengesan.

"Apa aku nggak kayak Pangeran gitu?" goda Marva dengan mengangkat alisnya.

Alle mengerutkan alisnya. "Huh, Pangeran? Apa maksudnya?"

"Pangeran kerajaan kolosal China yang bisa memuat barang apapun di pakaian hanfu," papar Marva dengan cengengesan.

Kita Satu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang