37🍂

3.7K 433 0
                                    

Alle menatap sepanjang jalan dengan tersenyum sendu. Rasa bersalahnya kepada Marva membuatnya selalu terpikirkan.

Tanpa terasa akhirnya ia sampai didepan gerbang rumahnya. Alle mengeryikan keningnya tatkala rumah keluarganya sangat sepi dan gelap.

"Pak! Bapak bukain ini Alle!" teriak Alle dengan memegang pagarnya.

Alle menggeram kesal lantas menendang gerbang hingga menimbulkan bunyi. Ia segera mengunci bahu motornya dengan keadaan suasana hati tidak membaik.

Setelah itu dia memanjat gerbang dengan cukup mudah. Saat melakukan pendaratan rambutnya sedikit berkibar karena angin. Matanya memicing tatkala melihat suasana hening rumahnya.

"Ini orang-orang pada kemana, sih?" geram Alle dengan menatap sekeliling rumahnya.

Alle menyeret kakinya dengan perlahan sesekali berjaga-jaga karena agak curiga dengan keadaan sekarang. Suara langkah kaki terdengar seiring bisikan angin malam menghembus wajahnya.

Ceklek

Saat masuk kedalam rumah ia dikejutkan lampu yang tiba-tiba menyala. Didalam terdapat keluarga dan teman-teman saudaranya. Sang bunda memegang kue dengan dihiasi lilin angka 17.

"Selamat ulang tahun putriku tercinta. Semoga kamu akan terus bahagia dan sehat selalu," harap Pita dengan tersenyum simpul.

"Putri Ayah selamat ulang tahun ke-17 tahu. Kamu ingin apa sayang? Hari ini permintaan kamu Ayah kabulkan," ucap Ilman dengan menatap sang putri.

Alle menggeleng pelan. Tatapannya tertuju mengarah Marva dengan tatapan sendu. Ia ingin sekali menghampiri lelaki itu dan menjelaskan yang sesungguhnya, tetapi ia tidak ingin memberikan harapan palsu kepada Marva.

Alle mengalihkan atensinya kepada orang-orang yang sudah bersusah payah membuat acara untuknya. Tapi rasanya hatinya agak bersalah juga sakit mengetahui Marva kecewa dengan dirinya.

Kini giliran Marva dan teman-temannya yang mengucapkan selamat kepadanya. Ia menyambutnya dengan baik sesekali tertawa kecil.

"Apa yang Lo lakuin ke Marva?" tanya Arel dengan berbisik sedangkan kedua tangannya memeluk tubuh gadis itu.

"Jangan pegang-pegang! Arva cuman salah paham sama gue. Ansel sama gue hanya sahabat nggak lebih," sahut Alle dengan suara pelan sedangkan tangannya menepuk punggung lelaki itu hingga terdengar suara berdebuk.

Orang yang ditunggu-tunggu olehnya telah tiba. Namun, yang terpatri diwajahnya hanya ekspresi wajah dingin seperti pertemuan mereka pertama kalinya.

"Selamat ulang tahun," ucap Marva dengan muka datar.

Alle tersenyum tipis. "Iya, terima kasih karena udah mau datang ngerayain ulang tahun aku. Lalu aku harap kamu bisa paham dengan apa yang terjadi."

Setelah mengatakan itu Alle meninggalkan Marva sendirian. Lelaki itu menatapnya heran karena tidak seperti biasanya.

Halo, dengan Marva disini. (Suara dering ponsel Marva)

"Marva! Lo jangan salah paham dulu dengan Alle!"

"Ini siapa?"

"Gue Ansel! Apa perlu gue ke rumah Lo? Gue mau jelasin semuanya sampai ke akar-akarnya!"

"Nggak perlu gue ada dirumah Alle."

"Dih, Alle itu nggak bisa dipercaya! Dia terlalu bego dalam menjelaskan sesuatu."

"Apa Lo bilang?"

"Dia bego! Lo juga bego! Gue nggak pacaran sama Alle. Dia itu sahabat kecil gue seperti yang kalian tau. Gue sama Alle nggak punya perasaan satu sama lain. Eh, Lo ngapain dirumah Alle?! Lo nggak berbuat hal yang nekat bukan!"

Kita Satu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang