51 : Ketertinggalan

584 138 70
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Deva dan Ippo saling beradu tatap. Bedanya yang satu penuh emosi, yang satunya senyum semeringah.

Cakra menghentikan Deva ketika ia hendak melayani Ippo. "Biar aku aja," ucap Cakra mengambil menu yang ada di tangan Deva, lalu menghampiri Ippo dan Reki. Cakra paham arti dari raut wajah Deva. Ia hanya tak ingin timbul sebuah masalah baru.

Nada menarik Harits. "Aku tau kamu lagi libur, tapi bisa enggak kita tukeran shift? Melodi butuh aku."

"Yaudah sana. Toh, malam ini juga sepi karena ujan." Mendengar jawaban Harits, Nada sangat berterimakasih. Ia berjalan naik ke atas menghampiri Melodi.

"Fen, aku mandi dulu ya sebentar. Kamu hendel sendiri dulu. Kalo lagi ribet, suruh si gondrong bantuin." Harits menatap Deva. "Drong, bantuin Fenri dulu ya. Gua mau mandi."

Selagi Harits berjalan ke atas, Deva berjalan ke dapur, ia mengambil apron. Fenri menatapnya. "Kamu kenapa sama Melodi?"

"Bisa jangan bahas itu? Aku lagi enggak mood bahas gituan." Deva, pria itu sedang berada pada titik terendahnya. Dua kali ia dihajar oleh Jaya. Dulu, ketika berada di gudang untuk menyelamatkan anak-anak yang diculik, ia justru menjadi beban untuk Harits. Deva merasa benar-benar hanya menjadi beban. Berbeda dengan Dirga yang selalu bisa diandalkan, Deva merasa tidak bisa apa-apa.

"Kalo ada apa-apa cerita aja ya, Dev. Kalo dipendem nanti malah jadi penyakit."

Deva menguncir rambutnya ke belakang. "Nanti kalo aku mau cerita, mungkin aku akan cerita."

"Semangat buat kalian berdua!"

***

"Melo." Nada berdiri di depan kamar Melodi. "Aku masuk, ya?" Tanpa jawaban dari Melodi, Nada masuk ke dalam kamar. Melodi sedang tiduran membelakanginya. "Melo, kalo kamu butuh apa-apa, aku di sini ya."

"Deva kok jahat banget sih. Aku tuh selalu ketus sama orang-orang yang suka sama aku biar mereka menjauh. Aku tau Deva cemburuan dan aku berusaha meminimalisir hal itu, tapi kenapa sih dia enggak percaya sama aku, Nad?"

"Waktu aku tau Harits punya pacar, aku juga cemburu. Bedanya, aku sadar, kita bukan siapa-siapa. Dia pun cemburu sama Faris. Cemburu itu perasaan yang unik ya?"

"Aku mutusin dia sepihak karena mau dia tuh ngerti! Gimana rasanya ketika jauh dari aku, ketika kesehariannya berbeda tanpa aku. Aku mau dia lihat aku, kalo aku tuh enggak deket sama cowok lain."

"Itu yang kamu pikirin?" tanya Nada. "Melo, dari masalahku, aku belajar. Bahwa kita, manusia itu punya pikiran yang berbeda. Deva menganggap kamu mutusin dia karena merasa kamu mungkin punya seseorang yang lain. Akan selalu ada kesalahpahaman ketika kita bermain dengan ego masing-masing."

"Kamu pernah lihat Deva deket sama cewek lain?" tanya Nada. Melodi hanya menggeleng.

"Kamu pernah enggak marah, kalo Deva tiba-tiba ilang mendadak? Secara dia jarang megang hape dan dia juga anggota BEM." Melodi terdiam. Ia tidak suka jika tidak dikabari. Melodi adalah tipikal orang yang tidak mau tahu kesibukan orang lain. Ia ingin Deva melapor ketika sibuk.

"Sebenernya kalian tuh sama aja egoisnya, cuma caranya aja yang beda."

"Terus aku harus gimana, Nada?"

"Ya, aku enggak tau."

Melodi bangun dari tidurnya, ia bersandar di bahu Nada. "Kamu enggak akan pergi kan?"

Mantra Coffee : Next GenerationWhere stories live. Discover now