79 : Raungan Naga dan Sebongkah Harap

641 154 133
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Rawasura merupakan siluman yang bisa menjelma menjadi manusia, bentuknya beragam dan memiliki keunikan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Ettan merupakan sejenis genderuwo. Perawakannya mirip kera, dengan taring yang besar dan tajam. Tubuhnya besar dipenuhi bulu.

"Makhluk apa itu?" ucap Gandring.

"Ettan," jawab Ganapatih. "Kemungkinan itu wujud aslinya."

"Radika! Bantu Ettan." Ganapatih cukup khawatir melihat Ettan yang dibakar hidup-hidup. Daya tahan Ettan terhadap api sungguh gila, tetapi api dari Sakageni ini berbeda. Jika Wengi menggunakan bahan peledak sebagai kekuatannya, maka Sakageni menggunakan atma. Hal ini memiliki rasa yang berbeda ketika dibenturkan dengan pengguna ilmu hitam, atau makhluk sejenis Rawasura.

Radika memisahkan rohnya, kini qorinnya mengambil alih raga. Ketika ia hendak menolong Ettan, Cakra tiba-tiba datang dan menghantamnya. Cakra sudah menemukan tempat baru untuk bersembunyi.

Namun, lambat laun Ettan mulai terbiasa dengan api yang membakarnya. Perlahan, ia berjalan dengan tubuh terbakar. "SAKAGENI!"

"Makhluk gila!" Tirta tak menduga bahwa makhluk itu masih bisa berjalan dan berteriak keras.

Dari ekspresinya, Wira tak terkejut. Ia melempar korek gasnya ke Ettan. Lalu menjentikkan jarinya mengarah pada korek tersebut. Lagi-lagi ledakan yang lebih besar mengoyak sebagian tubuh Ettan, tetapi perlahan Ettan beregenerasi.

Wira menghilang dari pandangan Ettan. Ia sudah berada di belakang Ettan dan langsung menempelkan telapak tangannya ke punggung Ettan. Ettan tiba-tiba saja memuntahkan darah, Wira membakar Ettan dari dalam tubuhnya.

Ettan tak tinggal diam, ia berputar dan melesatkan cakarnya secara horizontal. Wira melompat untuk menghindari serangan itu dan kini berada tepat di atas Ettan. "Agni ...." Atma api menyelimuti tubuhnya. "Tapak geni." Ia menendang kepala Ettan dengan telapak kakinya. Membuat raksasa itu tersungkur di tanah.

Segoro Geni menyeringai. "Orang itu menarik." Harits membalas seringainya dengan tawa menyebalkan. "Pastinya! Dia itu guruku."

Wira yang kini baru saja menapaki pantai, langsung melebarkan kakinya. Tanpa basa-basi ia memukul Ettan yang tersungkur dengan tinju panasnya.

"Aaaaaaaaa!" Ettan berteriak kesakitan.

"Semakin besar tubuh seseorang, maka akan semakin empuk sosoknya menjadi target. Besar bukan jaminan, dasar bodoh," ucap Wira. "Jangan remehkan seekor naga kecil sekali pun."

***

Pertarungan Wira dan Ettan mungkin menyita banyak perhatian, tetapi tidak dengan Rizwana dan dua orang bertopeng. Pertarungan tensi tinggi ini yang membuat mereka seakan tak peduli pada situasi di luar pertarungan mereka.

Tak seperti Jaya yang mengenakan resonansi jiwa, Deva masih belum menunjukkan apa pun. Ia lebih mengutamakan serangan atma, dan bergerak dengan langkah kilat milik Lohia. Sesekali ia menggunakan kemampuan Tumenggung jika memang terpaksa.

"Potensi manusia itu luas dan tak terbatas," ucap Deva yang menyadari hal itu dari Frinza. Ia mencabut salah satu tombak darah, dan menerjang Rizwana.

Senjata adalah teman. Keluarga Saksana punya pikiran seperti itu, sehingga mereka mampu menguasai ilmu beladiri dengan senjata. Kenali apa yang kau gunakan, dan menarilah. Saksana itu bermain bersama senjatanya.

Mantra Coffee : Next GenerationWhere stories live. Discover now