[5]

828 114 125
                                    

"Nanti ajakin dia beli kebutuhan dapurnya, ya? Gak perlu hari ini kok, kapan aja lo ada waktu."

Jimin menghentikan gerakan tangannya yang sibuk memutar-mutar obeng saat Brian menyerahkan sebuah kunci dengan gantungan berupa inisial "S" berukuran kecil yang kontras dengan ukuran dari inisial yang sama yang terpajang tepat di depan sebuah pintu dimana keduanya saat ini berdiri.

Lelaki itu mengangguk-angguk mengerti sambil menerima satu kunci yang disodorkan Brian untuk nantinya ia serahkan pada sang pemilik kamar.

"Dia seriusan gak bisa naik mobil?"

"Iya, parno gitu takut nabrak."

Jimin mengernyit bingung. "Kenapa parno? Pernah kecelakaan?"

Brian bergeming sebentar sebelum kemudian mengangguk ragu dan menjawab seadanya. "Gitu lah."

Gestur Brian yang nampak bimbang dan tidak nyaman membuat Jimin menggaruk tengkuknya pelan. Ingin bertanya lagi namun akhirnya sungkan juga membuka suara saat melihat ekspresi aneh lelaki itu.

Cklek

Keheningan yang sesaat tadi menyelimuti keduanya lantas sirna saat suara pintu kamar Jimin yang terbuka memunculkan sosok lesu Seulgi yang nampak mungil tenggelam dalam balutan jaket tebal milik Brian. Rupanya gadis itu sudah terbangun dari tidur panjangnya yang tak begitu nyenyak.

"Udah bangun, Gi?"

Seulgi diam saja, tidak menyahuti pertanyaan Brian yang ia tau hanyalah sebuah basa-basi. Lagipula tenaganya tak lagi tersisa, semuanya sudah habis terkuras karena perang batinnya beberapa waktu lalu.

"Udah agak baikan?"

Brian bertanya lagi, kali ini sambil melangkah cepat ke arahnya. Kedua lengan besarnya terbuka lebar, bersiap untuk menyambut dan menenggelamkan tubuh ringkih Seulgi dalam pelukan.

Seulgi menyambut pelukan itu dengan suka cita, meletakkan dagunya dengan nyaman pada bahu keras Brian. Untuk beberapa saat matanya terpejam erat, sebelum kemudian kembali terbuka demi memusatkan fokusnya pada raut khawatir sosok lelaki lain yang turut berada disana.

"Kok aku bisa disini?" tanya Seulgi dengan suara serak, membuat pelukan mereka lantas Brian lepaskan.

Mata sipit lelaki itu lalu bersitatap dengan manik milik Jimin yang balas menatapnya dalam diam. Brian tidak mungkin menceritakan ulang kondisi Seulgi beberapa waktu lalu di hadapan gadis itu langsung, dan Jimin pun juga tidak bisa membantu lebih banyak, mengingat Brian tidak memberinya keterangan lebih jauh mengenai keadaan Seulgi yang sebenarnya.

"Tadi kamu pingsannya lama banget, makanya kakak bawa kamu kesini."

"Kenapa harus kesini?"

"Gak ada tempat lagi. Orang tua Seungwan belum pulang, Yugyeom juga kostnya kan khusus cowok."

"Kenapa gak ke bengkel--"

"Gi, udah deh. Mending kamu istirahat lagi."

Seulgi menghela napas jengah. "Anterin ke rumah aja, aku mau isitrahat di kamar aku."

"Gak bisa. Kakak gak mau kamu ketrigger lagi."

Jimin yang tidak dapat mengerti topik dari perdebatan kakak beradik itu hanya mampu bergeming di tempatnya berdiri. Rasa canggung menguasainya, ingin beranjak dari sana tapi rasa penasarannya begitu besar. Terlebih dengan adanya perban putih yang membalut telapak tangan gadis itu.

"Terus kita ngapain disini?"

"Seenggaknya hari ini ada Jimin yang bakal nemenin kamu selama kakak kerja."

Heartbeat [M]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora