[9] - [M]

3K 115 224
                                    

Sambil berbaring menyamping di kasurnya, Seulgi meletakkan telapak tangan kanannya di pipi dan memperhatikan dari jarak dekat buntalan bulu berwarna cokelat yang tengah tertidur lelap itu dengan gemas.

Setelah hampir satu jam lamanya mereka ajak bermain hingga kelelahan, Milky -nama anak anjing itu- lalu tertidur meringkuk dengan nyaman di kasur Seulgi.

"Kamu belinya kapan?"

"Kemarin."

Jimin duduk bersila di samping Seulgi, sejak tadi matanya sibuk memperhatikan secara bergantian antara Milky dan gadis itu.

Ia tidak tau mana yang lebih menggemaskan, entah Milky atau justru Seulgi yang sekarang matanya sudah membulat dan berbinar-binar tak lepas memandang anak anjing yang baru Jimin belikan untuknya.

"Kok adopt cowok?

"Biar bisa jagain mamanya pas papanya lagi gak ada."

Seulgi memutar bola matanya malas, merasa bosan mendengar rayuan Jimin meski tidak ia pungkiri dadanya ikut berdebar senang.

"Papanya kak Bri."

"Aku lah! Enak aja orang aku yang beli!" sungut Jimin tidak terima.

Seulgi terkekeh pelan. "Kenapa tiba-tiba beliin? Ulang tahunku padahal masih lama."

"Emang kalo mau ngasih sesuatu harus nunggu ulang tahun dulu?"

Jimin lalu mengusap rambutnya, membuat hati Seulgi lantas berantakan.

"Kenapa namanya Milky?"

Rona merah di pipi tembam Seulgi menjalar hingga telinga saat Jimin kemudian ikut berbaring miring di belakangnya, mengusap kepala Milky dengan tangan menjulur memerangkap Seulgi yang berada di tengah-tengah keduanya.

"Aku nemu di internet, terus berasa cocok aja soalnya bulunya lembut kaya susu. Walaupun emang gak selembut susu kamu, sih."

"Anjing!" dengus Seulgi kesal sambil menyikut keras perut Jimin.

"Udah dua kali aku dibilang anjing."

"Mulut kamu emang kaya anjing!"

"Woof!"

Jimin menggonggong di telinga merah Seulgi, menggoda gadis itu dengan meniru sapaan Milky pada Seulgi ketika pertama kali bertemu tadi, membuat gadis itu terlonjak kaget.

Jantung Seulgi berdebar sangat kencang, hampir terlepas dari tempatnya hingga gadis itu bergegas bangun, berniat menjauh dari Jimin sebelum sebuah belitan kuat lengan kokoh menariknya kembali berbaring.

"Jangan suka ngomong kasar di depan anak kita, aku gak mau dia tumbuh besar jadi cowok brengsek."

Jimin berbisik dengan dada yang menempel di punggungnya. Detaknya sangat tenang, selalu seperti itu pada setiap kesempatan Seulgi bisa merasakannya. Berbanding terbalik dengan milik Seulgi yang sudah berdentum tidak karuan.

Apa Jimin merasa biasa saja?

Asumsi negatif itu datang, membuat Seulgi mendadak merasa kesal dan tidak terima. "Papanya brengsek, gimana bisa anaknya gak ikut jadi brengsek?"

Nada bicaranya ketus sekali, Jimin menyadari itu dan tangannya yang masih melingkari pinggang Seulgi mulai bergerak pelan, mengusap perut rampingnya lembut.

"Ya udah, nanti kalo aku udah mati kamu harus cari papa penggan--"

Seulgi berbalik, menatap Jimin dengan sorot tajam. "Aku gak suka bercandaan kamu!"

"Aku gak lagi bercanda."

"Aku lebih gak suka kalo kamu serius tentang itu!"

Jimin bungkam, cara Seulgi bernapas membuatnya yang melihat ikut merasa lelah sendiri. Gadis itu tersengal seolah luapan emosi tengah membekukan dadanya.

Heartbeat [M]Where stories live. Discover now