16

3.4K 242 2
                                    

Halo, guys!

Sebelum baca, yang belum follow akun WP saya, silakan follow terlebih dahulu, biar gak ketinggalan info dari saya.

Balik lagi. Haha.

Niat mau bikin orang nunggu, ternyata saya malah bosan sendiri.

Ya udahlah, up aja. Biar cepat end juga, ye, kan?? Haha.

Jangan lupa vote, coment tiap kalimat kalau boleh:v

Jangan lupa juga, untuk rekomendasikan ke teman kalian dan share ke akun literasi, atau sosmed kalian.

Okey??

Langsung baca aja!

Langsung baca aja!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

"Kita masuk kelas aja." Raya sedaritadi tak bisa diam membujuk agar Aksa mau kembali masuk ke dalam kelas.

Kini keduanya berada di rooftop. Meski sudah berapa kali membujuk, Aksa tetap tidak mau. Ia bahkan tidak membuka suara.

Raya menghela nafas. Ia tidak tau mau bagaimana lagi. Apa dia harus membujuk sambil jungkir balik, atau perlu sambil terjun dari atas?

"Kalau kamu marah sama pak Indra, kamu harus tunjukin kalau kamu itu pintar. Biar pak Indra tau kalau kamu itu sebenarnya gak terlalu malas. Kamu harus nunjukin perubahan, bi—"

Cup!

Raya terdiam membeku saat Aksa mencium pipinya sekilas. Wajahnya merah padam, dan tangannya meremat sisi roknya, bahkan melanjutkan perkataannya, dia tidak bisa.

"Lo kebanyakan ngoceh," celetuk Aksa kemudian mengalihkan pandangannya dari Raya.

Gadis itu memegang pipi kanannya. Apa itu tadi?

"Gue gak marah sama pak Indra. Gue cuma kesel. Lo tadi senyum sama Kevin, itu yang bikin gue lebih marah," sambung pria itu menatap lurus ke depan.

Ia tak sedang menggombal, tapi kenyataan memang begitu. Ia tidak perduli apa kata pak Indra, memang karena pada dasarnya itu memang kenyataan. Dia orang yang pemalas dan bergantung pada pangkat ayahnya. Kerap tidur, namun ingin sukses seperti ayahnya. Tak ada yang salah dengan ucapan guru itu.

Aksa kembali menoleh pada Raya yang masih setia diam membisu. Pemuda itu terkekeh saat melihat wajah Raya yang tegang dan tangannya yang masih memegang pipinya.

"Kenapa? Itu bukan pertama kalinya Lo di cium, kan?" Raya sontak mendongak, dan menggeleng ragu.

"Eng-enggak," jawabnya. Memang benar, keluarganya tak pernah absen menciumnya setiap hari. Jadi, mendapat kecupan sudah biasa baginya.

Aksa Harsa ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang