part : 54

15K 1K 64
                                    

Melangitkan doa
Membumikan ikhtiar
Pasti ada titik bahagia
Asal kita mau bersabar.

-Happy reading all-

Dari tadi setelah sholat subuh hingga sampai sekarang, Tahfiz tidur karena lelah habis muntah-muntah.

Tidak biasanya Tahfiz seperti ini, ia selalu tangguh dengan demam, dan semacamnya. Tapi kali ini? Ngga ada yang tahu kapan kita sakit, inilah yang dinamakan takdir Allah.

Anindya udah membeli obat untuk Tahfiz, tetapi tetep saja demamnya tidak turun-turun.

Abi dan Umi juga belum mengetahui kalau putranya sedang sakit, hari ini tujuannya mau menuju Masjid Nabawi bersama-sama. Termasuk Hafiz juga.

"Gus..." Panggil Anindya setelah lama memandangi wajah damai Tahfiz ketika tidur.

"Hm..." Dehem Tahfiz mengerjabkan matanya.

"Laper, pengen makan."

Tahfiz duduk dan menghela napasnya. "Abi sama Umi belum kesini?"

Anindya menggelengkan kepalanya. "Engga, Umi sama Abi lagi ke kamarnya dek Hafiz."

"Ayo." Ajak Tahfiz langsung bersiap dengan jaketnya.

"Emang ngga papa?"

Tahfiz mengangguk tersenyum, "Iya, ayo cepat beli makan."

Anindya tersenyum. "Beli dimana?"

"Dimana-mana hatiku senang."

"iyain, biar seneng." Balas Anindya menyambar tas dan jaketnya.

Anindya langsung mengekori Tahfiz dibelakangnya, dan memikirkan beberapa makanan yang akan menjadi santapannya nanti.

"Kemana?" Tanya Tahfiz berbalik badan.

Anindya terkejut dan membelakkan matanya, tiba-tiba suaminya membalikkan badannya. ia yang tidak siap jadi kejungkang kebelakang.

Dengan sigap, Tahfiz menangkap tangan Anindya dan menariknya. Sehingga terjadilah mata mereka saling terkunci satu sama lain.

"Bang."

Tahfiz menoleh kebelakang Anindya, dan menetralkan ekspresi wajahnya kembali. "Iya, kenapa?" Tanya Tahfiz pada Hafiz yang memanggilnya.

Hafiz terkekeh pelan. "Ini dia toh, istri Abang yang katanya cantik bang---" ucapan Hafiz berhenti ketika ia melihat tampang kakak iparnya yang ternyata... Anindya.

Anindya meneguk ludahnya sendiri, tujuannya kesini tidak akan pernah menampakkan wajahnya pada Hafiz, malah disini dengan terang-terangan terjadi.

"Cantik, kan?" Tahfiz merangkul Anindya sayang.

Ekspresi Hafiz seketika berubah datar dan menganggukkan kepalanya tersenyum miris. "Iya, cantik banget." Ucapnya melihat Anindya dengan tatapan bertanya-tanya.

"Abang mau keluar dulu, mau cari makan, mau ikut?" Ajak Tahfiz menatap Hafiz.

Hafiz menoleh pada Abangnya. "Boleh, ayo."

Dijodohin With Gus | End حيث تعيش القصص. اكتشف الآن