~ Bagian 21: Undangan Makan Malam ~

20.6K 3.1K 260
                                    

Maaf banget baru bisa update. Kemarin itu, bibiku lahiran terus ponakan aku yang baru 3 tahunan tuh dititipin ke emak aku. Nemplok mulu kan sama aku 🤣🤣🤣 Jadi aku tuh momong, terus tadi pagi aku ada kumpulan sama emak-emak. Biasa pejuang recehan. Nah balik-balik ponakanku masih belun mau pulang ke rumah orang tuanya. Jadi ya udah belum sempet nulis. Alhamdulillah tadi isya ponakanku mau pulang. Jadi punya waktu buat lanjut nulis. 🥰

Oh iya, aku mau tanya kalian suka cerita teen fiction nggak sih? Komen yahhhh

Ih iya katanya kalau tiap part kepanjangan itu reader bakal bosen. Menurut kalian untuk opportunity ini tiap partnya kepanjangan nggak sih? Aku biasanya tuh nulis 2000 kata sampai 2500 an sih. Jadi kalau emang buat bosen yah maaf 🤣

Happy Reading🥰

-----

Toko obat itu memiliki bangunan yang sederhana. Meski begitu, selama Chaiden melihat dari kejauhan cukup banyak orang yang pergi ke sana. Tapi tetap saja gaji yang diberikan pihak kerajaan pada seorang yang menjabat sebagai tabib istana pastilah lebih besar. Jadi Chaiden tetap merasa ada kejanggalan pada tabib yang dulu menangani ibunya.

"Apa kau pernah masuk ke dalam?"

"Tidak pangeran, saya takut dia mengenali saya."

Chaiden mengangguk mengerti. Dia menutup matanya dan mengucapkan mantra non verbal dalam hati. Seketika penampilannya langsung berubah. Dalam hal ini, Chaiden sangat bersyukur karena dia memiliki sihir penyamaran. Karena sihir ini begitu berguna untuknya.

"Tunggu di sini!"

Tanpa menunggu jawaban Ethan, Chaiden langsung melangkah keluar dari tempat persembunyian mereka. Dia melihat sekelilingnya dan melangkah dengan tenang saat yakin bahwa tidak ada yang melihat kemunculannya. Saat masuk ke dalam, dia berpapasan dengan beberapa pengunjung lain yang sudah selesai membeli obat yang mereka perlukan.

"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu, tuan?"

Chaiden menatap pria paruh baya di depannya. Hector Adelmo, tabib yang dulu sangat terkenal karena prestasinya saat di istana. Melihat sendiri orang yang dia curigai terlibat dalam penutupan kasus kematian ibunya cukup membuat emosinya tidak stabil. Senyum ramah sang tabib tidak memebuat Chaiden senang sama sekali. Tapi, dia mencoba meredam emosinya.

"Adikku sudah dua hari terkena demam, suhu tubuhnya sangat tinggi. Aku butuh obat untuk menurunkan demamnya."

"Demam. Aku punya obat yang bagus untuk itu, sebentar."

Chaiden menyaksikan bagaimana Hector langsung berbalik dan mengambil sebuah botol obat dari nakas.

"Berapa umur adik, tuan?"

"Sepuluh tahun."

"Aku harus menakar beberapa bahannya agar sesuai dosis untuk anak-anak," jelas Hector. "Tuan tidak masalah menunggu sebentar?"

"Bukan masalah."

Hector berbalik dan mulai berkutat dengan bahan-bahan yang sudah dia ambil. Saat itu, Chaiden langsung mencuri kesempatan untuk melihat sekeliling toko. Sejauh ini tidak ada hal yang mencurigakan. Meski begitu dia masih sangat yakin bahwa Hector pasti terlibat. Mungkin hari ini bukanlah hari keberuntungannya.

Tiba-tiba saja tubuh Chaiden tersentak. Dia melihat kembali sekelilingnya. Saat itulah dua orang pria masuk ke dalam toko. Chaiden semakin memperkuat indra perasanya. Dan dia sadar tidak salah mengenali. Aura yang dia rasakan saat ini adalah aura sihir hitam yang dia rasakan saat di akademi.

Bagaimana bisa?

"Ini tuan!"

Chaiden menoleh. Dia melihat Hector menyodorkan botol kecil berisi cairan obat padanya. Sebisa mungkin Chaiden menormalkan raut wajahnya. "Berapa yang harus aku bayar?"

OPPORTUNITYWhere stories live. Discover now