chapter 1

25.2K 1.4K 23
                                    

Malam itu, hujan turun sangat lebat. Seperti biasa, bulan Desember selalu berkawan dengan hujan. Devan baru saja selesai jadwal prakteknya, ia adalah seorang dokter di salah satu rumah sakit umum kelas A. Setelah mengganti pakaiannya, Devan langsung pulang, meski hujan di luar masih sangat lebat.

Devan sebenarnya benci berkendara saat hujan turun, terlebih di malam hari. Tetapi karena ada hal yang mendesak, ia tetap memilih menerobos hujan malam itu. Ia tak boleh melewatkan dinner anniversary bersama dengan kekasihnya.

Hujan lebat di luar sana, membuat pandangan Devan dari dalam mobil menjadi terbatas sehingga tak bisa melajukan kendaraannya dengan cepat. Ia melirik jam yang melingkar di tangannya, sepertinya ia sudah sangat terlambat. Meski Hanna adalah kekasih yang pengertian, namun bukan berarti ia harus terlambat selama itu juga.

Tak ada pilihan lain baginya selain menambah kecepatan laju kendaraannya. Untungnya, jalan malam itu tak sepadat jalan malam-malam biasanya. Mungkin karena hujan, namun karena hujan itu juga, ia hampir saja mendapatkan petaka, atau mungkin telah terjadi. Devan harus menginjak rem mendadak saat seseorang tiba-tiba melintas di depannya.

Devan sangat kaget, ia menengok ke depan dari belakang kemudi mobilnya. Tak ada siapa-siapa di depannya. Hujan lebat di luar sana, membuat pandangannya sangat terbatas. Tak ada pilihan untuknya selain keluar dari mobilnya, mengecek langsung ada apa di luaran sana.

Tak ada payung di mobilnya, yang membuatnya harus rela berbasah-basahan di bawah lebatnya hujan. Devan sangat kaget ketika melihat seorang pria tergeletak bersimbah darah di depan mobilnya. Rupanya, usahanya mengerem mendadak tadi tak berhasil, ia telah menabrak korban.

Sebagai seorang dokter, tak ada waktu baginya untuk berdiri mematung memandangi korban. Ia langsung sigap memeriksa organ vital korban. Ia sangat lega, saat masih bisa merasakan denyut nadi korban. Syukurlah, dia bukan pembunuh. Meski begitu, kondisi korban juga tidak sedang baik-baik saja. Ia terlalu banyak kehilangan darah sehingga harus segera dilarikan ke rumah sakit.

Di bantu oleh beberapa pengendara yang turut berhenti saat kejadian itu, Devan menggotong tubuh korban masuk ke dalam mobilnya. Ia segera membawa korban menuju rumah sakit tempat ia bekerja.

Di perjalanan, Devan sesekali melirik ke belakang. Dari apa yang ditangkap matanya, nampaknya lelaki itu bukan orang baik-baik. Dari pakaiannya, tattoo di lengannya, gaya rambutnya, bahkan beberapa item aksesoris yang seharusnya tak dipakai oleh seorang pria baik-baik. Ia tak lebihnya seperti seorang gangster.

Mungkin malanglah nasibnya, harus berurusan dengan pria seperti itu. Namun, bagaimana ia bisa tak terlibat, jika ia telah menjadi pelakunya.

Tak sepenuhnya sebagai pelaku juga, dari apa yang ia lihat saat memeriksa kondisi korban. Sumber darah itu berasal dari luka tusukan di perutnya, di wajahnya pun, terlihat luka lebam yang sudah sangat jelas, luka-luka itu bukan disebabkan oleh Devan yang menabraknya. Ia adalah korban pengeroyokan dan sialnya lagi bagi Devan, pria itu harus jatuh tepat di hadapan mobilnya.

Devan bisa saja abai, menganggap dirinya bukan sebagai orang yang bertanggung jawab. Ia bisa meninggalkan korban, melanjutkan perjalanannya, sehingga ia tidak akan melewatkan dinner anniversary mereka. Tapi bagaimana bisa abai, bagi Devan yang seorang dokter, nyawa manusia lebih penting daripada sekedar perayaan anniversary-nya. Hanya tertunda sehari, seharusnya tak masalah.

Mobil Devan berhenti di depan ruang IGD, di sana telah menunggu petugas yang membatu Devan menurunkan korban dari mobilnya.

"Dia kenapa Dok?" Tanya salah satu perawat yang membantu menurunkan korban.

"Aku menabraknya." Jawab Devan dengan suara terdengar cemas. Ia dan perawat itu mendorong transfer stretcher masuk ke ruang instalasi gawat darurat itu. Dokter yang berjaga malam itu langsung menangani korban.

"Katanya ketabrak Dev, kok ini seperti habis dikeroyok gini?" Yakin dokter yang sedang memeriksa korban. Dia terlihat lebih tua dari Devan.

"Bagaimanapun, dia jatuh tepat di depan mobil aku. Yah mungkin aku sedang sial." Jawab Devan yang membuat perawat-perawat disana kagum dengan kebaikan Devan. Tak hanya parasnya yang menawan, karena kebaikan hati Devan telah menjadikannya salah satu dokter yang selalu dipuja-puja di rumah sakit ini.

Devan masih belum meninggalkan rumah sakit hingga korban tertangani dengan baik. Ia bahkan rela menyumbangkan darahnya demi menyelamatkan pria asing itu. Ia telah kehilangan banyak darah, sedang golongan darahnya termasuk golongan darah langka, golongan darah O dengan resus (-). Tak ada stok darah dengan golongan darah itu. Untungnya golongan darah Devan sama dengan golongan darah pria yang menjadi korbannya itu.

"Ambil darahku aja dok." Devan mengajukan diri. Karena tak ada pilihan lain, dialah yang mentransfusikan darahnya ke korban.

Saat proses transfusi berlangsung, Devan menatap pria yang berbaring tak berdaya di sampingnya. Tatapannya terlihat iba, ataukah berarti lain, mengapa ia mau berkorban sejauh ini. Apakah hanya karena alasan kemanusiaan? Karena kebaikan hatinya ataukah karena alasan lain?

Tak peduli apa alasannya, yang Devan inginkan, korban itu selamat dan dia tidak jadi pembunuh. Ia bahkan rela menjadi wali korban, saat pihak administrasi kesusahan menghubungi pihak keluarga korban.

Namanya Harvy, tak banyak informasi yang dapat diketahui dari pasien yang masih tak sadarkan diri itu. Setelah proses administrasinya selesai, barulah Devan meninggalkan rumah sakit.

Sudah sangat telat baginya untuk menghadiri acara anniversary mereka. Namun bukan berarti ia akan melewatkannya. Jam sekarang sudah menunjukkan pukul 11 malam, masih belum terlambat untuk merayakan anniversary mereka. Namun perayaan tadinya mereka rayakan di sebuah restoran, harus berpindah ke kediaman pribadi Devan.

"Maaf ya Na, makan malam kita jadi batal." Devan meminta maaf ketika telah tiba di apartemennya.

"Gak papa." Wanita itu tersenyum membalasnya. Nampak kebesaran hatinya menerima keadaan kekasihnya. Ia tahu bahwa berpacaran dengan seorang dokter, hal yang akan ia korbankan adalah waktu.

Mereka merayakan anniversary mereka malam itu dengan makan malam sederhana. Menu makan malam mereka adalah steak buatan Devan yang tak kalah enaknya dari buatan chef di restoran. Di temani segelas wine, cahaya lilin, alunan musik romantis dan dengan pemandangan kota dari ketinggian gedung apartemen ini, menjadikan makan malam mereka menjadi lebih romantis.

"Happy anniversary." Devan mengangkat gelas wine miliknya yang dibalas oleh kekasihnya itu. Suara gemerincing dari gelas yang bersentuhan sebagai penanda dari perayaan anniversary itu. Perayaan anniversary mereka, bukan lagi di angka yang kecil, sudah 5 tahun mereka bersama. Sudah seharusnya mereka berfikir untuk  jenjang yang lebih serius.

"Wanna dance with me?" Ajak Devan mengulurkan tangannya saat telah menghabiskan makanan mereka.

Hannah menerima uluran tangan Devan, ia berdiri dari duduknya kemudian mereka menari diiringi lagu romantis you and I, milik john legend.

.........
Out the all of the girls
You my one and only girl
Ain't nobody in the world tonight
...........

Mereka menari seolah dunia ini hanya ada mereka berdua, seolah malam ini ada hanya untuk mereka berdua. Terlalu  indah malam ini mereka lewatkan untuk mereka berdua. Devan mengecup kening Hannah, kemudian wanita itu menyandarkan kepalanya di dada bidang kekasihnya.

Mereka menikmati moment itu cukup lama, tak ada yang terjadi setelahnya. Devan tak berani melakukan lebih dari itu, bahkan sekedar mengecup bibir Hannah. Baginya no sex without married, itu adalah penghargaan tertinggi baginya kepada seorang wanita.

______________


Fall In Love by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang