chapter 10

7.6K 672 36
                                    

"Harvy, bisa gak sih kamu bersian dikit!?" Protes Devan begitu ia masuk ke pantry, Harvy baru saja menggunakan dapur dan ia meninggalkannya dalam keadaan yang sangat berantakan.

"Oh." Seperti biasa, respon Harvy hanya dengan satu kalimat singkat itu. Harvy sedang duduk di depan tivi, menikmati makanan yang baru saja ia buat tadi. Sepiring nasi goreng yang entah apakah itu masih bisa disebut nasi goreng, terlihat sangat cokelat karena ia terlalu banyak menuangkan kecap. Ada juga telor ceplok yang pinggirannya terlihat coklat kekeringan.

"Kalo kamu gak bisa masak, gak usah masak, biar aku yang masakin." Devan terus mengomel sambil membersihkan dapur yang berantakan.

"Gak, makasih." Tolak Harvy. Bukan karena ia tak ingin merepotkan Devan lagi, hanya saja, makanan yang ia buat, meski bentukannya tak jelas begini, rasanya jauh lebih enak dibanding harus makan makanan aneh yang di masak Devan. Masakan Devan bukannya tak enak, itu mungkin sangat enak bagi orang yang menjalani hidup sehat seperti Devan. Namun baginya yang masih sayang indra perasanya, masakan Devan adalah penghinaan bagi kaum micin.

"Kamu dikasih makanan sehat gak mau. Micin terus dimakan." Omelnya kembali. "Nanti kalo kamu udah aki-aki, baru tau rasa kamu. Ngerepotin aku aja nantinya." Lanjutnya.

Harvy tersadar setelah cukup lama tentang apa yang diucapkan Devan tadi, serasa ada yang salah, yang iapun belum menyadari sepenuhnya. Ia mencoba merunut kata perkata yang diucapkan Devan tadi.

Micin - aki-aki. Bukan itu sepertinya. Ngerepotin dia? Apakah ia akan sampai tua merepotkan Devan? Bukan itu intinya, apakah ia dan Devan masih akan bersama hingga tua nanti? Lantas Harvy kemudian berfikir keras, hubungan seperti apa sebenarnya yang Devan harapkan dari mereka berdua? Bukankah kemarin sikapnya telah menegaskan bahwa ia tidak seperti pikiran Harvy?

"Kenapa? Apa?" Tanya Devan mendapati Harvy menatapi dirinya. Harvy masih berusaha mencari jawaban, apa sebenarnya yang diinginkan Devan? Apakah normal jika mereka hidup bersama sampai tua padahal tak ada hubungan apa-apa diantara keduanya?

"Gak." Jawabnya kemudian tertunduk menghabiskan sisa nasi goreng di piringnya. Tak ada gunanya, ia memikirkan hal yang hanya akan membuatnya salah paham lagi. Tentang apa yang diinginkan Devan, biarkan waktu yang akan menjawabnya.

Harvy hari ini libur, ia bermaksud untuk best rest seharian. Bekerja sebagai waiters ternyata lebih sulit daripada ia bertarung melawan gangster musuh. Namun, entah ia masih bisa best rest mengingat Devan yang tak kunjung berangkat ke rumah sakit.

"Kamu...gak ke rumah sakit hari ini?" Tanyanya ragu saat ia baru keluar dari kamarnya. Devan masih terlihat duduk santai di sofa sambil memainkan ponselnya.

"Gak." Jawab lelaki itu singkat tanpa sedikitpun mengangkat pandangnya dari gawai di tangannya.

"Oh." Balas Harvy, kemudian memilih duduk di sofa. Ia mengambil remote tivi dan mengganti channel yang mungkin bisa menghiburnya pagi ini.

Tak ada yang menarik minatnya, akhirnya tivi ia matikan dan melakukan hal yang sama seperti Devan. Ia menggunakan ponselnya sebagai alat hiburan.

Keduanya terlihat asik menikmati hiburan di ponsel mereka masing-masing, walaupun kategori yang ditonton Devan bukan sebuah hiburan. Ia sedang menonton video proses bedah dari sebuah case yang sedang ia pelajari belakangan ini. Berbeda dengan Harvy, yang terlihat sedang asik menonton sebuah podcast yang entah apakah ia cocok menonton podcast tersebut. Beberapa kali Devan meliriknya seolah berfikir bahwa Harvy tak cocok menonton podcast itu. Sangat tak terduga untuknya.

Selesai ia menonton podcast, ia membuka video yang disarankan di aplikasi itu, BTS crosswalk consert.

Smooth like butter, like a criminal undercover
Gon pop like trouble breaking into your heart like that
..........

Fall In Love by AccidentWhere stories live. Discover now