chapter 4

8.9K 863 27
                                    

Harvy tak tahu, kemana Devan akan membawanya. Ia akhirnya ikut dengan pria di belakang kemudi itu, setelah membuat kesalahpahaman dari beberapa pasang mata yang baru saja keluar dari minimarket tadi. Mereka seperti pasangan yang berseteru di tengah malam.

Harvy tak banyak bicara di dalam mobil, begitupun dengan Devan, hanya terdengar suara musik dari stasiun radio yang selalu disetel Devan saat ia berkendara di malam hari. Suasana canggung ini mungkin saja normal untuk dua orang yang hanya sebatas saling mengenal nama saja.

"Turunkan aku di depan sana." Ucap Harvy menunjuk sebuah POM bensin yang beberapa meter lagi di hadapan mereka.

Devan menatapnya, seolah ia tak setuju dengan itu. "Kenapa? Mau tidur di jalanan lagi?"

"Sudah kubilang, jangan pedulikan aku." Balas Harvy dengan suara terdengar dingin.

"Bagaimana aku tidak memperdulikan kamu jika kamu terus muncul di hadapan aku?"

"Hah?!" Harvy serasa kehilangan kata-kata, bukankah seharusnya terbalik, Devan yang selalu muncul di hadapannya?

"Apa kamu sudah lupa, hidupmu sekarang adalah milik aku?" Ucap Devan mengingatkan. "Apakah itu hanya bualan semata?" Lanjutnya seakan ingin memancing lawan bicaranya.

"Aku bukan orang yang akan menarik kata-katanya." Jawab Harvy. Dia bukanlah orang pengecut yang berhianat dengan apa yang ia ikrarkan. Ia hanya tak menyangka bahwa ternyata Devan menganggap serius hal itu. Bukankah kemarin itu hanya sebatas kesalahpahaman mereka saja?

"Lantas, sebagai pemilik hidup kamu, apa kamu pikir, aku tega membiarkanmu tidur di jalanan?" Tanya Devan kembali yang membuat Harvy terdiam dalam waktu yang lama.

"Aku suruh kamu hidup lebih baik, bukan menjadi gembel yang tidur di pinggir jalan." Lanjutnya.

"Kamu bodoh Van." Ucap Harvy kemudian menatap pria di sampingnya itu.

"Hah?" Devan tak tahu, atas dasar apa Harvy menganggapnya bodoh. Tetapi mungkin ia memang bodoh, hanya orang bodoh yang memungut orang yang tak ia kenal di pinggir jalan.

"Aku bukan orang baik Van." Ucap Harvy kembali, sorot matanya berubah menjadi  kosong. "Aku bisa saja membuatmu dalam masalah."

Devan menatap pria di sampingnya itu, bukan orang baik katanya, seperti yang tertangkap oleh mata Devan. Tapi apakah baik buruknya manusia hanya diukur dari tampilan fisiknya saja.

"Kamu seharusnya sudah tahu bagaimana aku mendapatkan luka-luka ini. Aku penjahat, Aku seorang ganster." Lanjutnya lagi memberitahukan identitas dia sebenarnya.

"Oh." Tanggap Devan. "Jadi kamu seorang gangster." Ucapan itu hanya membatin di hati Devan, ia tak mengeluarkannya secara lisan. Ia kemudian terfikir, apakah tak apa jika ia berurusan dengan Harvy, dengan seorang gangster?

"Semua orang punya masa lalu, yang terpenting siapa kamu sekarang dan bagaimana kamu berusaha merubahnya di masa depan." Ucapnya sebagai jawaban dari hatinya bahwa ia tak takut berususan dengan Harvy.

"Kamu memang sungguh orang bodoh." Tanggap Harvy.

Tak ada lagi obrolan yang terdengar dari mereka hingga mobil Devan berbelok masuk ke sebuah kompleks gedung bertingkat.

"Ini apartemen aku." Ucap Devan melihat Harvy menengok keluar seolah bertanya, kemana Devan membawanya.

"Kalo kamu ingin berubah, aku bisa memberimu tempat bernaung." Ucap Devan lagi.

Belum ada kata yang terucap dari mulut Harvy, sekedar berkata ya atau tidak saja, tak keluar dari mulutnya. Ia hanya mengikuti langkah Devan hingga membawanya di lantai 20 gedung bertingkat itu, tepat dimana unit apartemen Devan berada.

Fall In Love by AccidentWhere stories live. Discover now