chapter 5

8.2K 768 11
                                    

"Van, apa kamu tidak menginginkan sesuatu dariku malam ini?"

Pertanyaan Harvy serasa menimbulkan ambigu, bisa saja Devan salah paham. Namun pada akhirnya, ia bisa menepis keambiguannya itu. Tak ada hal aneh yang ia inginkan dari Harvy, ia hanya ingin mereka segera tidur karena malam sudah sangat larut. Keduanya kemudian tertidur hingga pagi menjelang.

Cukup pagi Harvy bangun dari tidurnya. Masih jam 7 pagi, ini jauh lebih pagi dari kebiasaan bangun paginya sebelumnya. Ada hal yang membuatnya bangun sepagi ini, ia tak ingin terkesan sebagai orang pemalas yang hanya akan menjadi beban bagi Devan.

Harvy masuk ke kamar mandi, cukup lama ia terpaku memandangi wajahnya di depan cermin. Seperti inilah sosok dia, rambut gondrong, telinga tertindik dan bekas luka di wajahnya itu, mungkinkah sosok itu bisa menjadi orang baik?

Ia seakan tak punya keyakinan, sama yakinnya bahwa piyama yang ia gunakan sama sekali tak cocok untuknya.

"Vy, bangun Vy." Terdengar suara Devan dari luar sana, segera ia tersadar dan buru-buru membersihkan wajahnya. Mungkin ia memang tak cocok menjadi orang baik, tetapi menjadi orang patuh saja setidaknya adalah sedikit cara ia tak menjadi beban untuk Devan.

Devan telah bangun sedari tadi, seperti rutinitas di awal paginya, Devan telah berolahraga dan sekarang telah menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

"Pagi." Sapa Devan saat Harvy baru keluar dari kamarnya.

"Pagi." Balasnya terdengar kaku. Biasanya ia tak memberikan sapaan seperti ini di kala pagi hari.

"Ayo makan." Ajak Devan. Dua mangkuk sarapan yang berisi oatmeal telah tersaji di atas meja makan. Devan mengambil kotak susu di dalam lemari pendingin dan menuangkan masing-masing segelas penuh untuk mereka berdua.

Harvy hanya duduk memandangi menu sarapannya. Di mangkuk itu terlihat seperti bubur ayam, namun ia tahu bahwa itu bukan bubur ayam seperti yang biasa ia makan. buburnya tak terbuat dari nasi melainkan oatmeal. Di atasnya ada potongan dada ayam, sebutir telur yang dibelah dua, kacang merah dan juga sayuran berwarna hijau. Ini jelas bukan selera dia. Ia biasanya sarapan hanya mengandalkan warung-warung pinggir jalan, atau bahkan tak jarang ia melewatkan sarapannya.

"Kenapa cuman diliatin? Ayo makan!" Pintah Devan yang sudah terlebih dahulu menyantap sarapan paginya. Ia nampak sangat lahap.

"Ee... Boleh aku minta air putih?" Mintanya. Selain segelas susu putih itu, ia tak melihat ada air putih di atas meja. Harvy tak suka minum susu, terlebih itu susu putih.

"Ambil sendiri di kulkas." Jawab Devan. Ia membiarkan Harvy mengambilnya sendiri, ia ingin Harvy tak merasa terkekang selama tinggal bersamanya di apartemen ini.

Setelah mengambil air dari dalam kulkas, Harvy berusaha menghabiskan sarapannya, meski menu itu sudah jelas bukan selera dia. Ia menyisihkan sayuran hijau itu ke pinggir mangkuknya.

"Ck, sayurannya kenapa disisihin?" Devan mengambil sayuran yang disisihkan Harvy. "Kamu tahu, brokoli ini punya segudang manfaat. Dia protektor yang baik dari jantung hingga kulit kamu biar gak keriput." Ucapnya menggurui. Seketika Harvy memegang pipinya, perasaan kulitnya belum keriput. Yang disinggung Devan tadi bukan dirinya kan?

"Segelas susu ini juga, bukan hanya sebagai sumber protein. Tetapi sumber nutrisi otak, biar kamu bisa konsentrasi seharian." Lanjutnya saat melihat Harvy lebih memilih air putih daripada segelas susu yang ia tuangkan tadi. Ia terdengar seperti seorang ahli gizi atau mungkin ia hanya tak ingin Harvy tak menghargai apa yang telah ia sajikan. Harvy serasa tahu makna tersirat yang disampaikan Devan, ia langsung menenggak habis segelas penuh susu putih yang terasa hambar di lidahnya.

Fall In Love by AccidentWhere stories live. Discover now