chapter 6

7.7K 741 5
                                    

Jam belumlah menunjukkan pukul 09 pagi, mobil Devan telah meninggalkan kompleks gedung bertingkat itu. Entah kemana Devan membawa Harvy sepagi itu, entah rencana apa yang ia miliki yang katanya akan merubah Harvy dari seorang gangster menjadi manusia yang lebih beradab.

Harvy tak banyak tanya, ia hanya diam dan menerka dengan sendirinya kemana Devan akan membawanya.

Sepanjang jalan yang diambil Devan, seharusnya ini menuju rumah sakit tempat dimana Devan bekerja. Apakah Devan akan mengembalikannya ke rumah sakit? Tapi dia tak sakit lagi kan? apa yang harus ia lakukan di rumah sakit itu? Ataukah mungkin Devan akan membawanya kembali ke tempat dimana ia ditemukan semalam?

Harvy terus memikirkan setiap kemungkinan yang bisa saja terjadi, hingga memikirkan hal yang tidak masuk akal. Mungkinkah Devan sejahat itu?

Ia menatap Devan yang sedang fokus menyetir, dari apa yang ditangkap matanya, tak sedikitpun dari wajah pria itu menyiratkan bahwa ia adalah orang jahat.

"Apa? Kenapa?" Tanya Devan mendapati Harvy yang terus menatapnya. Buru-buru, Harvy membuang pandangnya.

"Eng, enggak." Jawabnya terbata-bata.

"Kalo ada sesuatu, bilang, tanyain. jangan diam aja, jangan cuman menerka-nerka." Ucap Devan seakan tahu isi kepala Harvy.

"Kemana kamu membawaku?" Tanyanya yang gak dijawab oleh Devan, ia hanya tersenyum, seakan senyuman itu bermaksud jahat sekaligus membenarkan pikiran tak masuk akal Harvy.

Devan akan menjualnya, seperti ucapannya dulu, hidupnya sekarang adalah milik pria itu sepenuhnya. Mungkin Devan merasa, Harvy tak ada gunanya, hanya menjadi beban sehingga lebih baik ia menjualnya saja, begitu pikiran tak masuk akal Harvy.

"Jadi kamu akan menjualku." Ucapnya terdengar lesu, ada kekecewaan dalam dirinya jika memang itu benar adanya.

Devan tertawa, bagaimana bisa Harvy punya pikiran sebodoh itu. Namun, mungkin akan lebih menarik, jika ia sedikit mengerjainya.

"Oh, aku akan jual kamu." Balasnya mengiyakan. "Kamu terlalu merepotkan jadi orang, dan lihat dirimu sekarang...." Lanjut Devan memalingkan wajahnya kearah pria di sampingnya itu, matanya menyipit menatapi Harvy dari atas hingga ke bawah. Ia menggeleng-gelengkan kepala kemudian mengucapkan kalimat yang terlalu kejam untuk Harvy. "Ck, kamu sama sekali tak punya nilai di mataku." Ucapnya terlalu berlebihan jika hanya ingin sedikit mengerjai Harvy.

"Oh." Harvy sangat kecewa mendengar ucapan Devan. Terlalu kejam baginya hingga tak ada kata lagi yang bisa keluar dari mulutnya.

Ia membuang pandangnya keluar jendela, tangannya terkepal mencoba menahan ketir di dalam hatinya. Ia tak sedang marah, ia hanya sedih, ia tak pernah menyangka seperti itulah perspektif Devan terhadap dirinya. Seorang yang tidak punya nilai.

Melihat kekecewaan di wajah Harvy, Devan langsung merasa bersalah. Ia memang sudah keterlaluan, namun bagaimana ia akan memperbaikinya?

"Aku cuman bercanda." Ucapnya menepuk pundak Harvy. "Maafkan aku."

Mungkin Harvy menerima permintaan maaf Devan yang terdengar sangat tulus, tapi apakah bisa mengobati hatinya terlanjur kecewa? "Van, buat aku bernilai di mata kamu." Pintahnya. seperti apa sebenarnya yang ia inginkan dari Devan?

"O...o...oh." Devan tak tahu harus menanggapinya apa. Sekali lagi, Harvy membuatnya bingung.

Devan menghalau kemudi mobilnya ke arah sebuah kompleks pertokoan. Setelah melewati beberapa blok toko yang masih sedikit yang buka, mobilnya kemudian terhenti di depan sebuah barbershop di kompleks pertokoan itu. Ini adalah tujuan mereka dan ini juga adalah rencana Devan yang pertama, merubah tampilan fisik Harvy.

Fall In Love by AccidentWhere stories live. Discover now