BAGIAN 43

376 80 26
                                    

Guys, nungguin nggak? wkwk. update lagi nih. Jangan lupa Vote dan komen yaaa.

***

META.

PULANG

Badanku terasa beku saat tatapan mata Bapak berhasil menusuk. Meski dia terbaring di atas kasur, dia tetap Bapak yang menakutkan. Aku yang berada di depan pintu sampai-sampai berniat untuk balik kanan. Tapi Sandrina mencolek pinggangku, lalu mengangguk sebagai bentuk dukungan.

Sebelum benar-benar melangkah, aku melihat ke arah Praha. Dia seperti seorang malaikat yang menyambutku dengan senyuman lebar. Tapi asal kamu tahu, aku sama sekali nggak tertarik melihat wajahnya. Aku memilih mendelik saat tatapan itu mendarat.

"Bapak udah baikkan?" Aku mencium tangannya, kemudian menarik kursi dan duduk di hadapan bapak. Tentu saja agak jauh dari Praha. Aku benar-benar muak dengan orang itu.

"Kenapa pulang?"

Singkat, padat, dan .... menyakitkan.

"Bapak nggak mau aku pulang?"

"Apa kamu pulang karena terpaksa?" tanyanya lagi.

Keningku mengerut mendapati pertanyaan itu.

"Bapak sudah tahu dari Praha kalau netizen bully kamu."

Perkataan itu membuatku melirik ke Praha dengan tatapan sebal.

"Bapak juga tahu kalau Praha yang menyebarkan foto-foto itu," sambungnya lagi.

Aku tertawa pelan. Ingin rasanya berteriak di sini. Tapi aku masih menahan diri. Bapak baru pulih. Mana mungkin aku melakukan itu?

"Bapak tahu maksud Praha," sambungnya. "Dia hanya ingin kamu ingat ke Bapak. Jadi ..."

"Jadi Bapak menormalisasi perbuatan itu?" Aku menggeleng. "Dia bikin akun palsu, menggiring opini, terus nyebarin foto Bapak. Jelas-jelas itu bukan perbuatan baik, Pak. Secara nggak langsung dia udah ngehancurin reputasi Meta. Dia sama sekali nggak ngehargain Meta dan Bapak."

"Jadi, kemu beneran terpaksa ke sini?" Bapak berusaha bangun, dibantu Praha yang sigap. "Kalau nggak ada kejadian di instagram itu, kamu nggak bakal ke sini kan?"

Ucapan itu membuat dadaku terenyak cukup lama. Sesak saat seorang Bapak nggak percaya kepada anaknya sendiri.

"Apa aku perlu jawab pertanyaan nggak penting itu, Pak?" Aku menggigit bibir supaya tangisan itu tidak pecah. "Aku ke sini dalam keadaan terpuruk. Aku lelah dengan semua masalah yang datang bertubi-tubi. Tapi aku tetap ke sini karena .... aku sayang Bapak."

Bapak terdiam. Dia seperti ingin menyemburkan kata-kata lain, tetapi kata-kata itu tak kunjung terlontar.

"Bapak nggak percaya, Bapak ...."

"Kapan Bapak percaya sama Meta?" Aku memotong ucapannya. "Dari meta kecil sampai sekarang, Bapak nggak pernah percaya kepada anaknya sendiri. Apa Bapak nggak sadar kalau kepergian Meta salah satunya karena itu?"

Bapak bungkam.

"Sebenarnya, Bapak sayang nggak sih sama Meta?"

"Met ...." Praha mengusap tanganku. "Jangan ...."

"Jangan apa?" Aku berteriak sambil melepaskan tangan yang menempel di pundak. "Mau sok-sok-an jadi pahlawan? Aku nggak butuh orang kayak kamu!"

"Meta." Bapak berbicara lagi. Sekarang dia terlihat lebih tenang. "Asal kamu tahu, semua yang Bapak lakukan selama ini adalah bentuk kasih sayang Bapak ke kamu. Bapak hanya ingin melindungimu, Geulis. Bapak ...."

METAFORGAYA  (Segera Terbit)Where stories live. Discover now