Part 2

2.9K 484 27
                                    

Malam ini, seperti halnya yang dikatakan oleh sahabatnya—Dara—sekarang Leeryn tengah menyiapkan beberapa keperluannya. Misalnya saat ini, Leeryn sedang memasukkan beberapa barang dan berkas-berkas penting ke dalam tas ranselnya.

Tatapannya jatuh pada kotak kayu peninggalan ibunya yang berada di atas nakas. Leeryn segera meraihnya dan mengambil foto-foto yang berada didalam kotak tersebut. Ia mengerut, menghela napas dan mengedarkan pandangannya ke sekitar seolah mencari sesuatu.

Sementara Dara yang duduk ditepi ranjang, membantu memasukkan beberapa lembar baju Leeryn ke dalam tas travel itu mulai menatap sahabatnya dengan keheranan.

"Ada apa? Kamu cari apa, Ryn?" Tanya Dara.

Leeryn menoleh, ia memperlihatkan tangannya yang sedang memegang beberapa foto itu pada Dara. "Cari plastik buat bungkus nih foto. Soalnya mau aku bawa, mungkin aja berguna disana nanti."

Mengernyit bingung, Dara berucap, "Kan udah ada wadahnya."

"Gak bakal muat kalau kotaknya dimasukin ke dalam tas, Dara. Tasnya udah penuh."

Dara mengangguk mengerti. "Minta sama Bunda saja nanti, sekarang kamu fokus dulu nyiapin barang-barang penting lainnya. Dua jam lagi kapalnya bakal berangkat." Perkataan Dara disambut dengan decakan Leeryn.

"Sumpah, deh. Aku gak ngira bakal pergi secepat ini, gak ada persiapan sama sekali. Padahal rencananya mau semingguan lagi, tapi semuanya serba mendadak."

"Terus kamu maunya gimana, Ryn? Gak jadi berangkat? Mau nyiapin mental dulu sebelum pergi ke kota?" Tanya Dara beruntun.

Leeryn menggeleng, tangannya disibukkan kembali untuk memilah-milah barang-barang lainnya yang akan ia bawa nanti. "Mumpung ada tumpangan gratis," katanya.

Seperti pada gadis remaja umumnya. Leeryn juga merupakan salah satu orang pecinta dan penikmat gratisan. Apalagi saat ini Leeryn akan ke kota, tempat dimana semua harga disana pasti serba mahal, Leeryn harus pandai-pandai dalam menghemat uangnya. Bahkan sesampainya di kota, selain untuk masa pencariannya dalam menemukan sang kembaran, Leeryn juga berencana akan mencari pekerjaan paruh waktu untuk memenuhi kebutuhannya.

"Untung saja tadi aku sempat telepon Tama. Jadi aku gak terlalu khawatir saat di kota nanti."

"Tama?" Dara menyatukan kedua alisnya. "Astaga, aku lupa. Aku bahkan gak sempat kepikiran kalau ada Kak Tama di kota."

Orang yang menjadi bahan pembicaraan mereka adalah seorang lelaki bernama Pratama. Dia merupakan tetangga mereka dahulu, sebelum pindah ke kota sejak dua tahun yang lalu. Walaupun usianya tiga tahun lebih tua dari dua gadis itu, tak dipungkiri mereka memiliki kedekatan yang cukup erat. Mungkin karena topik pembahasan perbincangan mereka saling nyambung yang membuat mereka bertiga dekat. Hingga saat ini mereka tak putus kontak dan masih berhubungan lewat telepon.

"Kamu udah nyeritain masalah kamu sama Kak Tama, Ryn? Biar sekalian Kak Tama bantu kamu buat cari kembaranmu, kota bukan tempat kecil. Apalagi Kak Tama udah dua tahun tinggal disana, koneksinya pasti banyak."

Leeryn mengangguk, "Setelah sampai disana, aku bakal ngomong langsung sama dia."

Bahkan mungkin, sesampainya di kota, Leeryn akan banyak merepotkan Tama.

"Kamu udah siap-siapnya, Ryn?"

Suara itu berhasil membuat kedua gadis itu kompak menoleh. Dan mendapati seorang wanita paruh baya berdiri di ambang pintu sembari membawa sekantong plastik penuh dengan jajanan ringan.

"Ini udah mau selesai, Bun." Leeryn menjawab pertanyaan Bunda Patri yang merupakan ibu kandung Dara.

Bunda Patri tersenyum lembut. Ia memang sudah menganggap Leeryn sebagai anaknya sendiri, sehingga ia tak akan segan untuk membantu gadis itu. Apalagi ketika Leeryn ditinggalkan oleh ibunya untuk selamanya.

Disguised As My TwinWhere stories live. Discover now