Part 5

2.7K 504 72
                                    

Walaupun sudah mengira dalam benaknya, Leeryn benar-benar tak tahu jika sekolah yang menjadi tempat belajar sang kembarannya akan semegah ini. Halamannya terlihat luas, bahkan terdapat basement yang sudah dipenuhi oleh bermacam-macam kendaraan.

Bangunannya tak terlalu mewah, namun luas dan terlihat elegan lah yang berhasil membuat Leeryn menganga takjub. Sudah dipastikan jika untuk pembayaran uang gedung dan SPP disini cukup merogoh kocek yang tidak sedikit.

Satu hal terlintas dipikirannya, dapat uang darimana Deeryn-sang kembaran-untuk membayarnya? Apakah dia merupakan murid beasiswa?

Cukup lama bergelut dengan pikirannya, hingga panggilan dari Alish menyadarkannya.

"Ryn!" Leeryn menggeleng pelan dan mengerjap. Lalu menoleh ke arah Alish dengan alisnya yang terangkat.

"Ngapain diem disitu, sini ikutin gue!"

Leeryn menyengir, tertinggal dibelakang dengan jarak yang cukup jauh membuat Leeryn segera berjalan sedikit tertatih menghampiri Alish.

Tubuh Leeryn sedikit terasa tak nyaman ketika bergerak. Hal ini mungkin terjadi karena korset khusus yang terlalu menekan dadanya. Membuatnya sedikit sesak. Apalagi saat ini ia tengah menggunakan seragam bekas Tama yang terlihat longgar ditubuhnya. Ditambah dengan insole sepatu yang tinggi, membuatnya sedikit kesulitan ketika berjalan.

Sepertinya mulai sekarang, Leeryn benar-benar harus membiasakan dirinya dengan hal-hal baru ini.

"Jalan lo kenapa kayak anak perawan habis dibobol, dah?"

Leeryn merotasikan matanya. Ia menunjuk kakinya, "Gak terbiasa sama ini."

Alish terkekeh. "Di biasa'in."

Leeryn berdecak, ia lalu diam dan hanya mengikuti setiap langkah Alish. Dan Leeryn menyadari jika semenjak ia menginjakkan kakinya disekolah ini, ada beberapa pasang mata yang melihat ke arahnya dan Alish.

Membuat Leeryn mendekatkan dirinya pada gadis berambut ikal disampingnya itu. Ia berbisik, "Kamu ngerasa gak sih, kalau kita diliatin sama orang-orang."

Alish mengernyit. Ia menengok kesana-kemari, kemudian menatap lekat Leeryn. "Karena lo ganteng," ucapnya.

"Apa Deeryn juga begini?" Leeryn bermonolog. Namun, ternyata mampu terdengar ditelinga Alish.

"Hm, maybe. Karena gue juga gak deket sama Al." Alish berucap pelan sambil mengendikkan bahunya. "Lo juga jangan tegang-tegang amat. Santai aja."

"Aku takut kalau ketahuan." Leeryn meringis.

"Yang punya ide buat nyamar gini juga siapa?" Alish mendelik gemas. Ini bahkan belum di mulai, tapi nyali Leeryn sudah menciut duluan.

Leeryn mencebik. "Aku, kan, pengin nyari tau permasalahan kembaranku."

"Yah, kalau gitu lanjut aja. Gak usah pikirin hal lain. Gue tau, seberapa besar keinginan lo buat ketemu sama kembaran lo."

Mengambil napas panjang, Leeryn mengangguk kala mendengar penuturan Alish. Mungkin, Leeryn terlalu terlarut mencemaskan sesuatu hal yang tak penting. Bukankah tujuannya pergi ke kota untuk mencari sang kembaran? Artinya Leeryn harus siap ketika dirinya diterjang badai hebat demi bertemu kembarannya, itu merupakan tekad Leeryn. Karena Leeryn harus benar-benar bertemu keluarga satu-satunya yang ia punya.

"Lo gak sendiri, ada gue sama Kak Tama yang siap bantuin lo."

Leeryn tersenyum haru mendengarnya. Ia bergerak hendak memeluk Alish, namun sang empu terlebih dahulu menahannya.

"Jangan peluk! Lo lupa, kalau lo sekarang lagi jadi cowok. Walaupun Al introvert, bukan berarti dia gak punya fans. Bisa-bisa gue dibejek sama mereka."

Disguised As My TwinWhere stories live. Discover now