7. MEMAAFKAN

4.1K 127 2
                                    

Eira berjalan menuju kelasnya sambil menundukkan kepalanya. Setelah kejadian dengan Savier kemarin membuat setiap orang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa Eira jelaskan dan itu membuatnya kurang nyaman. Ia merasa sangat malu dan ingin pindah sekolah saja namun Eira sadar bahwa dirinya baru pindah kesekolah ini.

Haduh, Eira-Eira lo baru jadi murid baru aja udah buat masalah! rutuknya dalam hati.

Eira melihat sahabatnya Serra sedang duduk dikursi saat ia tiba dikelasnya. Serra sedang membaca novel sambil memakan makanan ringan.

Serra menyadari kedatangan Eira. "Hi, Ra," sapanya.

"Halo, tumben lo awal banget sampe sekolah." Eira meletakkan tasnya lalu duduk disebelah Serra. "Biasanya lo telat melulu."

"Ih, itukan Serra yang lama. Sekarang gue mau jadi Serra yang baru," balasnya kegirangan membuat Eira menggeleng heran menatap kelakuan Serra yang seperti anak-anak.

"Ra, baca deh novel ini. Seru banget!" Pandangan Eira menyapu pada cover buku yang ia yakini bergenre romansa. "Ini buku romencenya dapet, komedinya dapet sama thriller juga. Jadi greget gue!"

"Ra! Eira!" Panggilan Serra mengejutkan Eira.

"Hah?"

Serra mengerucutkan bibirnya. "Ish, gue dicuekin."

"Sorry-sorry gue rada kurang fokus," balas Eira merasa tidak enak dengan Serra.

Sebelum Serra membalas. Terdapat segerombolan orang yang berlari membuat dahi Eira mengerut. "Mereka kenapa?"

"Biasalah," sambung Serra, "Salvanior."

Bibir Eira membentuk huruf O. Malas, kesal, takut, dan malu menjadi satu ketika mengingat kejadian dengan Savier kemarin. Tunggu...

"Ser, lo kok tumben hari ini gak temuin Si Romeo itu?" tanya Eira.

"Gue pengen, tapi gue sadar diri."

"Lo kan cantik Ser!"

"Tapi gak disekolah!" sambungnya, "lebih enak apelin dia pas jam istirahat. Liat dia makan aja ganteng banget. Ya ampun!" pekik Serra sambil menutup kedua wajahnya dan menggoyangkan bahunya. Salting sendiri.

"Iya deh, jangan sempat aja lo ninggalin gue." Serra hanya cengengesan mendengar perkataan Eira.

"WOI STREFFON ADA DIDEPAN SEKOLAH!" Seruan itu membuat Eira dan Serra membulatkan mata mereka merasa tidak asing dengan sesuatu.

"What? Mereka gila!" seru Serra spontan dengan wajah tak percaya.

Eira terdiam membeku. Streffon?

"Eira, kita turun yuk!" Serra langsung menarik pergelangan tangan Eira.

"Tapi Ser-"

"Udah, gak ada tapi-tapian. Buruan!" Serra menarik paksa tubuh Eira agar mengikutinya. Mau tak mau ia hanya pasrah dan membiarkan sahabat pemaksanya itu menariknya.

Setibanya ditempat parkir sekolah keduanya disuguhkan dengan kumpulan orang-orang yang berdesakan. Serra yang tidak mau kalah menarik Eira untuk menyerobot kerumunan itu agar dapat melihat keributan itu lebih jelas.

"Aduh, minggir dong, jangan nabrak gue!" Serra mendorong setiap orang yang menghalangi jalannya membuat orang itu menatap sinis kearah keduanya. Namun Serra nampaknya tidak perduli.

"Ser, udah deh disini rame banget. Kita pergi aja ya?" bujuk Eira.

"Bentar Ra." Setelah keduanya mendapatkan posisi yang pas untuk melihat dengan jelas keributan itu. Kedua gadis itu tertegun.

Kenapa mereka disini?

"Ra," panggil Serra, "mereka kok bisa datang kesini?"

"Gue juga gak tahu Ser."

Semua orang yang awalnya berdesak-desakan untuk melihat keributan itu mundur ketika Salvanior dan Streffon mulai berkelahi. Eira dan Serra pun ikut menepi saat melihat kejadian itu. Bagaimana tidak? Perkelahian mereka sangat brutal. Sekarang kerumunan siswa sedang mengsoraki geng besar sekolah mereka namun lebih banyak pujian-pujian pada inti Salvanior.

Hajar terus!

Gila Savier damagenya itu loh!

Gila sih Streffon gak abis-abisnya cari masalah!

Omo Joseph ya ampun.

Hajar terus, Salvanior gak boleh kalah!

Romeo sama Arwana keren banget!

Kenzo pujaan hati gue, semangat ya!

Lorenzo sayang hati-hati!

Begitulah sorakan yang dapat Eira dengar.

"Ra, gue takut bebeb Romeo kenapa-napa!" ucap Serra yang nampak panik.

"Lo tenang ya Ser." Sebenarnya Eira juga sangat takut melihat keributan apalagi sampai berkelahi.

Eira menutup kedua telinganya ketika Serra menyoraki Romeo. "BEBEB ROMEO HATI-HATI YA!"

Suara Serra bagaikan toa masjid. Ya ampun bukan sahabat gue ini.

Tatapan Eira jatuh pada Savier. Pria itu sedang berkelahi dengan Xander. Eira semakin ketakutan saat keduanya masih tidak ingin mengalah padahal sudah banyak luka yang tercetak jelas pada wajah keduanya.

Eira menyadari bahwa Valen membawa sebuah tongkat untuk memukul Savier saat atensi pria itu sedang fokus pada Xander. Eira nyaris terpekik saat Valen mengayunkan tongkat itu kearah Savier namun pria itu terlebih dahulu ditendang oleh Romeo.

"Parah banget sih Valen. Kayak anak kecil," protes Serra. "Pengen gue hajar tuh anak Streffon. Greget gue!"

"Jangan Ser, lo harus tetap disini. Disana bahaya!" jelas Eira.

Serra hanya bisa pasrah. Kemudian semua anggota Streffon bubar dari SMA Pamungkas karena sudah kalah jumlah dan juga banyak yang luka-luka.

Perkelahian kedua geng itu selesai membuat Eira ingin kembali. Namun saat matanya bertemu dengan milik Savier membuat tubuhnya membeku ditempat.

Eira berjalan pergi meninggalkan kerumunan itu ketika Savier berjalan kearahnya walau masih dalam jarak yang jauh tetap membuat Eira ingin jauh-jauh dari pria itu. Eira berusaha berjalan dengan cepat karena ia tahu bahwa pria itu masih mengejarnya.

Dengan satu tarikan pada pergelangan tangannya membuat tubuh Eira berbalik menghadap Savier. Tubuh keduanya nyaris menempel dan jantung Eira berdetak kencang tak karuan.

"Gue mau minta maaf."

Ucapan yang keluar dari bibir Savier membuat dahi Eira berkerut. Cowok didepannya ingin minta maaf?

"Hah o-oh, g-gue udah maafin lo kok," balas Eira gagap. Bahkan keduanya sekarang menjadi pusat perhatian. Eira merasa malu sekarang.

"Ok, Eira. Gue pergi." Namun Eira menahan lengan Savier membuat pria itu berbalik menatapnya bingung.

"Tangan lo berdarah," ujar Eira karena saat Savier menggengam pergelangan tangannya, darah pria itu mengenai tangan Eira.

"Gue gak apa-apa," balas Savier.

"Tapi, itu pasti sakit," ujar Eira dengan polosnya sambil mengerutkan dahinya ngeri.

Savier menghembuskan nafasnya lalu menutup matanya sejenak kemudian sesuatu terlintas dalam otaknya.

"Eira, gue boleh minta tolong?"

"Minta tolong apa?"

"Obatin luka gue ya!"

SAVIERWhere stories live. Discover now