17. MTAL - Usapan Lembut Sapu Tangan

5.3K 649 163
                                    

Hati-hati ranjau typo bertebaran di mana-mana. Jangan lupa Vote sebelum baca. Hargai penulis yaa gaes!

°°°

Bu Nas mondar-mandir resah di depan jendela. Tiap detik pandangannya ia arahkan ke sana. Bu Nas cemas, bertanya-tanya ke mana Pierre dan Ana. Waktu maghrib hampir tiba, namun mereka berdua belum juga sampai rumah.

Hal lain yang membuat Bu Nas bertambah resah adalah suaminya. Sore sekitar jam tiga, suaminya izin memancing bersama dua sanak saudara. Satu orang lelaki bernama Musa, ialah Adik kandung Jenderal Nasution. Yang satu lagi adalah Sunario. Ia adalah adik ipar Jenderal Nasution.

Lokasi Pak Nas memancing di daerah Cilincing. Tidak terlampau jauh jaraknya dari kediaman mereka yang berada di jalan Teuku Umar. Jarak dari sana ke rumah hanya menghabiskan waktu satu setengah jam saja.

"Bagaimana, Mbak? Pierre dan Ana belum juga pulang?" Mardiah datang dari arah kiri. Bu Nas menggeleng lesu. "Bang Nas juga?"

Kepala Bu Nas mengangguk lesu, sama halnya dengan gelengan kepala tadi. Mardiah menghela napas.

"Mancing saja lama. Mau seberapa ikan yang ditangkap?" gerutu Mardiah. "Mbak, Mardiah susul Pierre dan Ana saja, ya?"

Bertepatan dengan usulan Mardiah, sebuah mobil jip datang memasuki pekarangan rumah. Keduanya sontak menoleh ke arah jendela. Bu Nas dan Mardiah yang mengenali mobil jip tersebut, langsung bergegas keluar. Itu mobil jip Pak Nas. Tiga orang pria yang berada di dalam jip itu keluar dalam keadaan bertelanjang dada.

"Nas! Ya Allah, kenapa kalian tiga-tiganya tidak pakai baju?!" Bu Nas berteriak syock. Matanya melotot menatap tak percaya tiga pria itu dari atas ke bawah. Mereka hanya berbalut celana pendek hitam.

"Bang, yang benar dikit."

Pak Nas menoleh ke Mardiah dengan pandangan lelah. "Kami kemalingan."

"Apa?!"

Istri dan Adiknya berteriak kaget. Kedatangan serta pengakuan Pak Nas sangat mengejutkan. Sulit diterima akal bahwa seorang Jenderal bisa kemalingan.

Tak berselang dari itu, Bu Nas dan Mardiah tertawa. Mereka tidak menyangka dengan kejadian yang dialami Pak Nas. Pikir mereka, berani sekali maling itu mengambil pakaian seorang Jenderal.

"Yohana, kamu jangan tertawa. Ambil dong, pakaian suamimu. Aku kedinginan ini."

"Haduh... Iya, Nas, iya. Maaf, ini menggelikan sekali. Maling itu harus diberi apresiasi."

"Maling kok diberi apresiasi." celoteh Pak Nas sampai mulutnya maju, saking kesalnya mendengar ucapan sang istri.

"Iya lah, karena dia berhasil mencuri pakaian Jenderal. Wah, Nas, ini bisa menjadi topik hangat di lingkungan istana kepresidenan. Yani akan paling keras menertawakanmu!"

"Hei, kalian jangan kasih tahu orang-orang mengenai kejadian kami ini."

"Kenapa, Bang? Abang malu?"

"Iya, malu, dan tidak penting juga buat diceritakan."

"Iya, Mar. Kamu jangan cerita-cerita ke orang, termasuk Ajudan di sini. Pokoknya hanya kita saja yang tahu." kata Musa. Mardiah menunjukkan senyum miring yang Musa artikan wanita itu tidak mau menurut. Jadilah Musa melototkan matanya sebagai bentuk peringatan keras. Mardiah yang melihat itu menjulurkan lidah.

"Ngomong-ngomong, Pierre di mana?" tanya Pak Nas menyadari suatu kejanggalan. Saat mobilnya melewati gerbang, dia tidak melihat Pierre menunggu di pos jaga.

"Nah, itu dia, Nas. Aku menyuruh Ana membeli bahan pokok di warung. Kusuruh Pierre temani, tapi hingga kini dua orang itu belum pulang-pulang juga." beri tahu Bu Nas.

Me, the Adjutant's Lover (Pindah ke Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang