8. MTAL - Petaka Membawa Berkah

5.5K 689 77
                                    

Semisal masih menemukan typo saat membaca part ini, saya mohon maaf ya. Sudah saya revisi, tapi kan, manusia tidak luput dari kesalahan. Sebelum baca, VOTE & COMMENT yaa. Hargai penulis. Oke, sider? Eh, maksudnya readers😂

Happy reading🤗

°°°

Ana menutup pintu kamarnya. Hari sudah menjelang sore. Pekerjaan rumah sudah ia selesaikan. Waktunya Ana mengistirahatkan diri di kamar. Setelah sampai di kamar, Ana melamun menatap kosong ke arah jendela. Tiba-tiba saja ia terpikir rumah dan keluarganya.

"Kira-kira Mama Papa lagi ngapain sekarang? Obat sore udah Papa makan nggak ya?" gumam Ana bertanya-tanya tidak pasti

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kira-kira Mama Papa lagi ngapain sekarang? Obat sore udah Papa makan nggak ya?" gumam Ana bertanya-tanya tidak pasti. Ana menghembuskan napas berat. Dadanya tiba-tiba sesak memikirkan nasib keluarga tercinta.

"Kenapa gue yang harus terlempar di zaman ini? Huh, Allaahhh! Kayak gak ada orang lain lagi. Setidaknya yang lebih bener dari gue, lah. Udah tau gue bobrok begini, malah ngelempar gue ke zaman ini. Gak ada untungnya!" celoteh Ana kepada angin yang berhembus.

Di sini, Ana tidak punya teman curhat. Bukan tidak punya, tapi lebih ke Ana-nya yang harus berhati-hati setiap mengeluarkan sepatah kalimat. Jika sedikit saja ia berucap salah, semisal membocorkan tragedi 65, bisa kacau. Alhasil, Ana memendam apa yang ada di hatinya seorang diri.

Ana menggit kukunya, sambil mulai berpikir beberapa kemungkinan. "Kalau dari film-film yang gue tonton, hal semacam ini pasti ada maksud. Allah ngelempar gue kemari, mustahil gak ada penyebabnya. Tapi, apa? Gue bloon begini, mana bisa mikir hal yang rumit. Anjer lah!"

Ana mengumpat. Memikirkan hal ini malah membuat otaknya panas. Niat hati ingin merilekskan diri dan pikiran, malah justru sebaliknya. Hati Ana jadi tidak tenang.

Mendadak alis Ana berkerut, "Terakhir kali... Gue sadar di mari pas tiduran kan?" jeda tiga detik, Ana membalikkan badan menatap kasur di belakang. Lantas, ia menjentikkan jari. "Hah, mungkin gue kudu baring di ranjang ini kali ya? Terus, tiduran dan pas bangun... Mungkin aja gue balik di tahun dua ribu dua puluh."

Setelah dipikir-pikir, Ana rasa itu ide yang masuk akal menurut otaknya. Senyum Ana langsung mengembang.

"Oke, kita rebahan!" putus Ana, mulai naik ke kasur lalu memasang posisi berbaring lurus.

Beberapa menit Ana menutup mata, tapi tidak terjadi apa-apa. Ana membuka mata kembali, lalu mengedarkan pandangannya.

"Gak terjadi apa-apa," detik berikutnya, Ana berteriak frustasi. "Aghh! Gue masih di mari, gimana nih?! Jangan bilang, gue bakal selamanya di sini?!"

Memikirkan kemungkinan buruk itu, Ana jadi ngeri sendiri. "Omaigad, no, no, no! Gue gak mau menghabiskan sisa hidup gue di zaman ini! Ya Allah, Tuhan... Please! Gue ini terlahir sebagai anak milenial, masa nasibnya malah di sini?! Gak salah?!" Ana menangkupkan kedua tangannya ke atas, memohon dengan tatapan belas kasih.

Me, the Adjutant's Lover (Pindah ke Karyakarsa)Where stories live. Discover now