Perjalanan Hidup

15 9 0
                                    

"Enggak apa-apa, Bu. Bertemu dengan Ibu sudah merupakan kebahagiaan tiada terkira untukku. Terlebih, Ibu masih seperti dulu, yang menyayangi aku sebagai anakmu. Tunggu, aku masih penasaran, bagaimana cara Kamu sampai ke tempat ini dengan selamat? Laki-laki yang menjeratmu di mana sekarang?" selidik Loly pada Sinta.

"Selama sepuluh tahun silam, Ibu memulai perjalanan dengan mencari dan mengumpulkan barang bukti. Bukan hanya Ibu yang terjebak di sana, melainkan ada perempuan malang lainnya yang memang mereka terkurung di sana. Sekarang, lelaki tersebut sudah dipenjarakan oleh kami. Bahkan, beberapa dari mereka masih gadis, sehingga harus merelakan kesuciannya."

Obrolan demi obrolan mengalir dengan ringan. Kerinduan yang sempat menggebu perlahan melunak. Kebahagiaan yang membuncah Loly rasakan saat ini. Ia memeluk sang ibu dengan erat, seolah-olah enggan untuk kembali dipisahkan oleh takdir. Begitupun dengan Sinta, pucuk kepala buah hatinya diusap lembut. Kasih sayang yang sudah lama tidak tersalurkan membuat momen bahagia ini tidak dengan cepat berlalu begitu saja.

"Nak, ibu senang akhirnya Kamu kembali. Karena sekarang, melihat senyum bahagia Loly merupakan kebahagiaan ibu juga." Giliran Nek Onah yang angkat suara.

"Ibu, makasih sudah sangat baik kepada keluarga kecilku selama aku tiada. Maaf, jika selama ini kami merepotkanmu." Sinta mencium punggung tangan wanita paruh baya di hadapannya sebagai tanda takzim.

"Sama-sama, Nak. Jangan pernah tinggalkan Loly lagi, ya," pinta Mak Onah pada Sinta. Kemudian dijawab oleh lawan bicaranya dengan anggukan penuh semangat. Senyum semringah ia sunggingkan pada kedua perempuan di hadapan.

Loly mengusulkan kepada Sinta untuk mengunjungi makam sang ayah. Walaupun sudah tidak bernyawa, setidaknya pengabdiannya yang terakhir kalinya dapat terlaksana sebagai seorang istri. Permintaan itu pun dikabulkan. Mereka bertiga berziarah kubur dengan khidmat.

Paper HeartsWhere stories live. Discover now