Memilih Setia

17 9 2
                                    

Kehidupan Bandung yang ramah membuat Sinta dan Loly mudah beradaptasi. Sambil menunggu perempuan beranak satu itu mendapatkan pekerjaan baru, biaya hidup sehari-hari masih bisa dicukupi oleh tabungan yang dimiliki oleh keduanya.

Loly yang memiliki tabungan dari hasil mengamen, dan Sinta yang memiliki tabungan dari hasil ... ah sudahlah, tidak udah disebutkan. Yang pasti, setelah menemukan, pekerjaan yang halal walaupun gaji sedikit, mereka akan berhijrah ke hidup yang lebih baik lagi.

Gadis kecil Sinta yang sudah duduk di bangku kelas dua SMP itu meminta kepada ibunya untuk diizinkan kembali mengamen. Namun, sang ibu tidak diberikan izin.

"Jangan biarkan rasa bersalah ibu terus bertambah, Nak. Sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk lepas tanggung jawab atas pendidikan dan tumbuh kembang putri kesayangan ibu ini."

Sinta mencubit hidung mancung Loly. Mereka terhanyut dalam canda dan tawa. Baiklah, gadis itu akan semangat belajar. Medan juangnya sekarang bukan untuk mencari nafkah, melainkan untuk meraih prestasi sebanyak mungkin, agar Sinta bangga dan senang. Bila perlu, sampai menangis bahagia.

"Tapi, kalau ibu butuh bantuan aku, jangan sungkan, ya." Walaupun sudah dipertegas oleh Sinta untuk tidak perlu memikirkan masalah perekonomian keluarga, tetap saja, Loly si anak berbudi baik, ia tidak akan membiarkan ibunya kesulitan dalam menghidupi keluarga kecilnya.

"Iya, sayang. Ibu janji." Jari kelingking Sinta mengajak jari kelingking Loly untuk saling bertautan. Ajakan tersebut segera direspons oleh Loly, mereka tertawa lepas bahagia.

Keesokan harinya, Sinta mengajak Loly untuk mendaftar di sekolah barunya. Setelah itu, ia mencoba mengajukan lamaran pekerjaan di beberapa restoran untuk menjadi pelayan atau kasir.

Tiba di satu cafe, terlihat seperti cafe tempat anak muda nongkrong kala hang out bersama teman-teman. Cafe itu bernama Ngopdoel, Sinta mengajukan lamaran pekerjaan. Kebetulan di sana sedang ada pemilik cafe. Pada hari itu juga mama muda beranak satu itu diwawancara dan diterima.

"Kebetulan kami memang sedang membutuhkan seorang waitress. Kami tunggu kedatangan Ibu di sini besok jam 07.00 WIB, ya." Kalimat yang keluar dari mulut Anto---pemilik cafe---bagaikan angin segar, menyejukkan terdengar di telinga Sinta. Memang benar, ketika seorang hamba ingin menjadi lebih baik, Tuhan pun tidak akan menyulitkan jalannya. Jika memang ada jalan terjal, bukan berarti dipersulit, melainkan Dia ingin memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya untuk sang hamba.

"Ba-baik, terima kasih banyak, Pak. Saya pastikan akan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik." Kebahagiaan tiada terkira membuat Sinta tergugup gagu.

Perempuan itu pun pamit undur diri. Dengan menenteng plastik restoran yang berisikan seragam untuk bekerja besok, dan senyum semringah, ia menaiki angkutan umum. Jarak antara sekolah tempat Loly menuntut ilmu dan tempat kerja Sinta tidak begitu jauh dengan rumah kontrakan yang mereka sewa. Hanya sekali menaiki angkutan umum dengan ongkos 2000 rupiah mereka bisa sampai di tempat tujuan.

Hari demi hari pun berlalu, tak terasa waktu bergulir dengan cepat. Sudah sebulan mereka hidup di Bandung dengan damai. Loly meminta Sinta untuk menikah lagi. Anak gadis itu khawatir ibunya tidak mendapatkan kebahagiaan dengan sempurna tanpa adanya sosok suami yang melindungi dan mendampingi.

"Tidak, Nak. Ayahmu adalah cinta pertama dan terakhir ibu. Izinkan ibu menunggu pertemuan dengan mendiang ayahmu di surga kelak, ya. Walaupun ibu tidak tahu, apakah masih pantas diri yang hina ini menginjakkan kaki di surga.

Suasana mendadak dihiasi derai air mata. Loly tahu, bukan mau Sinta terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan selama sepuluh tahun. Ia yakin, masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya, selama diri masih bernapas.

"Sssst ... Ibu enggak boleh bicara seperti itu. Ibu sudah taubat, selama Ibu tidak melakukan itu lagi, Loly yakin, rahmat dan ampunan Allah itu luas. Toh, kejadian kemarin, aku yakin, benar-benar bukan keinginan ibu, 'kan?" tanya Loly.

"Iya, Nak. Ibu awalnya mengira akan dinikahi oleh lelaki itu. Tapi, ternyata ibu hanya sekadar pemuas nafsunya, juga beberapa orang rekannya. Semoga Allah masih mau mengampuni dosa ibu yang lebih besar daripada gunung ini." Pandangan Sinta tertunduk, isak tangis semakin terdengar jelas.

"Sudah, Bu. Kalaupun dosa ibu lebih besar dari gunung, Loly yakin, rahmat dan ampunan Allah lebih luas daripada lautan. Kita sama-sama berjuang menjadi pribadi yang lebih baik, ya." Pundak Sinta diusap oleh Loly, perempuan itu sudah lebih tenang sekarang. Ketakutan akan siksa dan murka Tuhannya yang membuat ia terlihat sangat lemah di hadapan sang buah hati.

Prestasi Loly melambung tinggi. Semenjak serius belajar menuntut ilmu, tidak ada lagi perihal seorang anak harus mencari nafkah, ia mengunjukkan segudang prestasinya kepada dunia. 

Setelah Loly lulus SMA, lembaga pendidikan yang bertempat di Sukabumi bernama Ar-Raayah, meminta Loly untuk menuntut ilmu di sana dengan jalur beasiswa.

Kabar bahagia itu disambut hangat oleh Sinta, apapun keputusan yang diambil oleh anaknya, akan didukung dengan senang hati. Anak gadisnya memilih menuntut ilmu di tempat yang jauh darinya. Maka dari itu, ia bisa menjadi seorang hafizah. Iya, Loly menjadi santri wati pertama yang dapat menghafal Al-Qur'an dalam jangka waktu satu tahun.

Kebahagiaan tiada tara seorang ibu adalah melihat anaknya unjuk prestasi permasalahan ukhrawi, Loly bisa memberikan syafaat kelak teruntuk ibu dan ayahnya, menjamin kehidupan akhirat mereka dengan diberikan kepada keduanya mahkota dan jubah khusus teruntuk orang tua tercinta.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Paper HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang