Hidup di Alam Bebas

11 8 0
                                    

Tepat dua hari setelah bebas dari kekangan lelaki durjana, Sinta merasa sangat bersyukur, terlebih setelah bisa kembali bertemu dan menyayangi Loly.

"Kita tinggal di Bandung boleh, Nak?" tanya Sinta pada Loly.

Anak perempuan itu memicingkan mata, seolah-olah mencari alasan mengenai keinginan sang ibu untuk tinggal di Kota Kembang.

"Ibu ingin melupakan semua kejadian buruk di kota ini, Nak." Napasnya diembuskan dengan kasar. Beban berat masih bertahta di atas pundak. Lebih tepatnya trauma yang menimpa masih menguasai jiwa. Perempuan itu takut, jika kelak lelaki yang membuat ia harus berpisah dengan Loly dan Sandi bebas lebih cepat dan dapat menemukannya kembali. Satu hal yang paling ia takutkan, berpisah dengan anak semata wayangnya. Terlebih, Sinta sudah merasa dirinya sangat kotor, ia enggan terjatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.

"Baiklah, Bu. Aku ikut apa kata ibu aja. Asalkan, setiap ada kesempatan buat berkunjung ke makam ayah, kita harus menyempatkan, ya," pinta Loly kepada Sinta.

"Iya, Nak. Insyaallah."

Mereka kembali ke kontrakan kumuh itu. Tempat penuh kenangan bagi Loly. Dengan berat hati, ia menuruti keinginan Sinta. Gadis itu enggan berpisah lagi dengan sang ibu. Bergegas keduanya mengemasi barang-barang yang akan dibawa. Tidak terlalu banyak barang yang dimiliki membuat pekerjaan terasa lebih ringan.

Setelah selesai membantu Loly mengemasi barang-barangnya, selanjutnya Sinta mengemasi barang miliknya. Betapa terkejutnya perempuan itu, mendapati baju dan barang-barang miliknya masih terkemas rapi dan terawat. Batinnya menghangat. Keberadaannya memang sangat ditunggu-tunggu oleh putri semata wayang juga suaminya. Matanya berembun, ia tahan sekuat tenaga agar tidak terjatuh di hadapan Loly.

Setelah selesai mengemasi seluruh barang---termasuk barang milik Sandi sudah dibagikan kepada tetangga yang membutuhkan, Sinta dan Loly menaiki angkutan umum untuk menuju stasiun Cililitan. Rencananya, mereka akan mengendarai Bis Primajasa untuk pergi ke Bandung.

Perjalanan selama kurang lebih empat jam dari Jakarta dilalui dengan khidmat, Loly yang bersender ke pundak Sinta seringkali mendapatkan usapan di pucuk kepalanya selama ia tertidur. Gadis itu sudah bekerja sedemikian kerasnya.

Sesampainya di Bandung, Sinta merasa sangat bersyukur, akhirnya ia merasakan kebebasan yang sesungguhnya, bebas dari jeratan lelaki jahat yang sangat ingin dilupakan. Udara Bandung yang sejuk menambah haru suasana hatinya. Setidaknya, walaupun harus kembali merintis karier di tempat baru, ia juga bisa dengan bebas menyayangi dan mengasihi Loly, putri yang selalu ia rindukan selama sepuluh tahun silam.

Dreamlights_

Paper HeartsWhere stories live. Discover now