7. Menjelang Ujian Nasional

6.9K 329 0
                                    

Beberapa minggu kemudian...
Hari ku untuk berjuang mempertaruhkan masa depan semakin dekat. Waktu ku dan teman-teman seangkatan untuk mengikuti Ujian Nasional tinggal menghitung hari lagi. Tak terasa -sebentar lagi- aku akan melepaskan seragam putih abu-abu yang ku kenakan sehari-hari selama 3 tahun ini. Rasanya pun aneh jika nanti harus berpisah dengan para sahabatku. Tapi kami berjanji untuk memasuki Universtas yang sama. Semoga.

Soal kisah percintaanku dan para sahabatku. Kami memilih untuk bungkam. Annisa dan Venna sudah bercerita tentang para pemuda itu, namun ku sarankan mereka untuk mengalah dan tak mempermasalahkan hal itu lagi. Kami fokus untuk Ujian Nasional saja. Heni tampaknya juga mengerti dan menyetujui kemauan kami. Karna hanya dia yang tak mengalami yang namanya patah hati.

Untuk peristiwa malam itu pun aku juga sudah tak ambil pusing. Mau tau apa hadiah yang Amanda berikan untukku? Ia memberikan sebuah kalung berlian padaku. Sangat lucu memang dan ku tafsir harganya pasti sangat mahal. Tapi aku tak pernah menyentuhnya dan belum pernah ku pakai. Aku tak ingin. Itu hanya akan membuatku murung.

Saat ini aku sedang mengadakan quality-time bersama sahabat-sahabatku di kantin sekolah. Kebetulan pula ini masih di jam istirahat. Aku senang kami bisa berkumpul dalam waktu yang santai dan tidak sibuk seperti waktu pendalaman materi atau bimbel diluar sekolah.

"Senin kita UN ya, gue jadi khawatir tau." Keluh Annisa. Aku memandangnya sambil memasukkan snack rasa keju ke dalam mulutku. "Tenang. Kita kan udah belajar semaksimal mungkin. Pasti kita bisa. Sholat tahajud makanya."

"Nah, Narra bener tuh. Puasa juga." Celetuk Venna. "Itu alhamdulillah udah gue lakuin." Tambah Heni.

"Gue juga udah. Tapi perasaan gugup tuh gak bisa dibohongi tau." Desis Annisa resah. Aku mengangguk, memang benar apa yang dikatakannya.

"Istighfar makanya. Banyak-banyak berdoa. Minta maaf dan doa sama orang tua perlu juga." Ujar Heni.

"Oke.. Bu ustadzah.. Oke.." Venna manggut-manggut. Haha.

Kami berempat seketika terdiam saat sedang tertawa terbahak-bahak. Diam karena melihat Starlight datang memasuki kantin bernuansa outdoor ini. Tetapi kami berusaha stay beautiful. Keep calm.

Ku lihat Vano dan teman-temannya memilih tempat duduk bersebrangan dengan tempat duduk kami. Aku senang bisa melihat wajah Vano kembali saat kami semua tengah sibuk mempersiapkan Ujian Nasional. Raut wajah senang ku pun tak dapat disembunyikan. Aku tersenyum ke arahnya, pipiku merah merona.

"Huhhhh, Narra... Kalau udah liat Vano aja.." Ledek para sahabatku. Aku tertawa. "Biarin sih." Bela ku pada diri sendiri.

"Uweeek!" Aku melihat ke asal suara. Itu suara milik Venna. Ku lihat Venna membekap mulutnya dengan kedua tangannya dan ia pamit untuk pergi ke toilet.

"Eh, kenapa tuh?" Annisa menyenggol lengan Heni yang -hanya- dibalas dengan mengangkat pundak tanda tak tau.

"Susulin.. Susulin.." Heni bangkit dari tempatnya duduk dan langsung menyusul Venna. Aku dan Annisa pun juga seperti itu.

Sesampainya di Toilet, kami melihat Venna sedang memuntahkan bekas makannya yang berupa cairan. Heni mengurut-urut tengkuk Venna agar -acara- muntahnya lancar. Annisa pun ikut membantu mengelus punggung Venna.

"Ven, minum dulu.." Ku buka tutup botol air mineral yang ku beli dari kantin tadi. Venna membasuh mulutnya dengan air yang mengalir dari keran wastafel. Lalu ia mengambil alih botol air mineral yang sedang ku pegang dan segera diminumnya.

"Lo pasti kecapek-an ya." Heni berucap prihatin. "Belajar boleh. Asal jangan lupa istirahat." Annisa menasehati.

Aku hanya memandang Venna lesu, bisa-bisanya ia sakit saat sebentar lagi akan mengikuti UN. Venna kembali menutup botol air mineral yang baru saja ia teguk.

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang