20. Barbeque's Time

6K 249 3
                                    

"Hei cepatlah tuan putri. Mau berdandan seberapa lama lagi? Kamu tetap akan terlihat cantik."

Drrrttt..
Iphoneku bergetar di atas meja rias. Layarnya menyala menunjukkan sebuah notifications pesan baru masuk. Oh, rupanya dari Dokter muda itu.

Aku segera meraup Iphoneku dan mengetik beberapa patah kata agar Rendy tak lagi mengusikku yang sedang fokus merias wajahku ini.

3 hari yang lalu aku baru pulang dari Rumah Sakit, tempat dimana Rendy praktek. Seharusnya waktuku disana masih tersisa 5 hari lagi, tetapi aku merasa sudah jengah terlalu berlama-lama berada dalam nuansa kamar rawat yang hanya berwarna putih dan kasur yang menurutku sangat kaku itu. Ditambah bau obat-obatan yang menyengat dan makanan khas Rumah Sakit yang hambar. Beruntung aku ditangani oleh orang yang mengerti perasaanku. Maka aku diperbolehkan pulang. Ya, meski harus beberapa kali check up demi kesehatanku dan karena Rendy yang meminta, maka aku menurutinya.

Selama 3 minggu aku dirawat disana, sikap Vano semakin hari semakin dingin dan membeku. Ditambah dengan pertengkaran singkat sore itu bersama Acha. Vano bukan lagi seperti pemuda yang mempunyai tatapan lembut padaku. Mulai dari situ, baik aku dan Vano selalu menjaga jarak untuk bertemu meski kamar rawat kami dipindahkan menjadi bersebelahan.

Dan entah karena apa, malam ini Vano akan datang dalam acara syukuran yang diadakan Amanda untukku. Sebenarnya bukan hanya Vano saja yang akan datang. Tetapi anggota Starlight beserta sahabatku pun hadir. Kebetulannya, Papa turut serta mengundang orang tua Vano, mungkin untuk membicarakan masalah lamaran. Ah, aku tidak terlalu memikirkannya. Aku dan Vano saja sampai sekarang belum menjalin hubungan yang baik, bagaimana bisa melanjutkan hubungan kami? Rasanya hanya mimpi saja. Atau cuma sekedar khayalku.

"Narra, cepat turun, beberapa orang menunggu disini. Kamu lama sekali, Sayang." Teriakan Oma menggema memanggil namaku. Padahal menurutku, aku tidak terlalu lama berdandan.

"Yes, Oma. Ini Narra akan turun. Tunggu sebentar." Aku membalas teriakan Oma. Segera ku kenakan skinny jeans dengan kaos putih berbalut cardigan warna biru. Ini bukan acara formal, jadi aku memilih berpakaian santai saja yang penting masih terlihat sopan. Riasan make-up pun juga tak terlalu tebal. Aku hanya mengenakan lipgloos pink cherry, eyeshadow berwarna coklat muda, mascara dan bedak secukupnya. Tidak terlalu menor, kan? Bulu mataku yang lentik ini hanya dijepit untuk memperpanjang tanpa bantuan bulu mata palsu. Aku juga tidak memakai pensil alis untuk mempertebal alis hitamku. By the way, jika boleh jujur, aku minim pengetahuan tentang make-up dan berpenampilan layaknya seorang gadis. Rambutku saja hanya di urai dengan bagian bawah ku curly asal. Apa dengan begini, Vano akan tetap melamarku?

Rendy tersenyum padaku saat aku berjalan menghampirinya. Malam hari ini ia terlihat tampan. Rambutnya di pomade, seperti bukan Rendy yang biasanya. Kemeja hitam beserta bawahan yang sama semakin membuat Rendy terlihat eksotis. Um, coba saja aku tidak stuck hanya mencintai Vano. Mungkin saat ini hatiku akan berbunga-bunga didekat Rendy.

"Kamu cantik sekali." Puji Rendy saat melihat penampilanku.

"Baru tau, Pak?"

Rendy tersenyum geli. "Kalau aku bagaimana?" Katanya kurang percaya diri menanyakan penampilannya.

Aku mengamati Rendy dari ujung rambut hingga kakinya. "Um, bolehlah, terlihat lebih muda."

Rendy mendelik tajam kearahku. "Memangnya aku sudah tua?"

Aku mengangguk cepat. "Kita beda usia 10 tahun, Om."

"Tadi memanggil aku Pak, lalu sekarang Om. Baiklah anak kecil." Aku memasang wajah masam. Anak kecil setegar gue mana ada, Hoi. Batinku beragumentasi.

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang