10. Mama.. You Always In My Heart

7.6K 338 1
                                    

Aku segera terjaga dari mimpi indahku semalam setelah alarm ini berhasil membangunkanku. Bunyinya sangat memekakkan telinga. Masih terlalu pagi jika aku harus beranjak dari ranjang kesayanganku ini. Aku pun tak perlu lagi bangun sepagi ini setelah Ujian Nasional dilaksanakan. Aku sudah dapat waktu untuk refreshing sampai nanti mendaftarkan diriku masuk Universitas di kota ini.

Ku dengar pintu kamar terketuk. "Narra, sudah bangun ya?" Oma menyapaku lembut seperti kebiasaannya setiap pagi.

"Hmmm.. Kenapa, Oma?"

"Ada telepon untukmu.. Dari Nak Vano." Aku menyengritkan dahiku kemudian menatap pintu, aku segera bangun dan turun dari ranjangku tergesa-gesa. Sehingga aku merasa sedikit pusing karena nyawaku belum terkumpul sepenuhnya. Namun ini lebih penting. Untuk apa Vano menelpon ke rumahku pagi-pagi buta begini?

Oma memandangiku kebingungan. Aku yang merasa risih di pandang seperti itu pun ikut serta melihat penampilanku dari atas kebawah. Ya Tuhan, semalaman aku tertidur menggunakan gaun bekas acara promnight itu. Riasan makeup yang sedikit memudar pun masih menetap diwajahku. Mengapa aku bisa sekantuk itu semalam.

"Kamu kenapa tidak ganti baju sih, Narra?" Protes Oma padaku.

Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal dan -mencoba- tersenyum manis. "Aku ketiduran, Oma."

"Yasudah. Itu di bawah ada telepon untuk kamu dari Vano. Katanya penting." Aku tersenyum dan segera melongos meninggalkan Oma yang berteriak memanggilku.

Aku menuruni beberapa anak tangga dirumahku. Aku sedikit berlari kemudian sampai di ruang tamu. Aku duduk di sofa. Ku lihat gagang telepon tergeletak dengan santainya di atas meja kecil samping sofa. Segera ku angkat gagang telepon itu dan ku tempelkan pada telingaku.

"Ya?" Ucapku serak, setengah menahan rasa bahagiaku yang teramat dalam.

"Hai, Pagi." Senyumku semakin menjadi-jadi saat Vano mengucapkan Selamat Pagi untukku.

"Hmm.. Pagi.." Kataku gugup seraya dengan nada suaraku yang terdengar gerogi.

"Baru bangun ya?" Kata Vano basa-basi. Aku mengangguk dan menjawabnya singkat. "Ya."

Beberapa saat suasana hening meski sambungan telepon masih terhubung. Aku bingung akan bertanya apa. Ku rasa Vano juga begitu.

"Ada apa ya?" Langsung saja aku memberanikan diri bertanya pada Vano untuk menjawab rasa penasaranku, untuk apa pemuda cuek ini menelpon.

"Sarapan bareng yuk."

Aku tersenyum lagi untuk kesekian kalinya pagi ini. Vano memintaku untuk menemaninya sarapan. Apa ini mimpi? Oh tidak, aku sudah terbangun tadi. Jadi ini nyata, ya nyata.

"Gue kerumah lo ya." Belum sempat aku menyahut. Vano sudah memberikan kata-kata yang membuatku fly sekali lagi.

"Boleh. Kalau gitu, aku siap-siap dulu ya. Bye.." Aku mencoba mengakhiri pembicaraan kami. Tetapi suara Vano di seberang sana menahanku. "Tunggu."

"Ada apa lagi?" Sahutku cepat.

"Gue.. Hmm.. Enggak deh. Sampai nanti." Sambungan terputus. Vano yang mengakhirinya. Ku kira ia akan mengucapkan kata seperti Akhirnya kita bertemu lagi ya atau Aku senang bisa melihatmu untuk yang pertama di pagi ini. Namun dugaanku sepertinya tidak sama dengan sikapnya.

Aku pun segera bangkit dari sofa. Berlari menuju kamar mandi di dalam kamarku. Lalu aku mandi. Brrr, rasanya dingin sekali mandi pagi ini, biasanya kan aku sudah terbiasa.

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now