EPILOGUE SECRET ADMIRER

4.4K 155 6
                                    

Debur ombak menyapu istana pasir yang sudah hampir selesai di buat oleh Putri kecilku, membuatnya merajuk manja dan hampir menangis. Vano tertawa melihat tingkah lucu Almyra yang dengan pipi chubbynya bergoyang menceritakan betapa ia kesal pada ombak yang telah menghancurkan istana buatannya. Aku yang melihat hanya mampu tertawa, Almyra memang selalu mengadu pada Ayahnya apabila ia dalam keadaan mood yang buruk.

"Sudah jangan menangis ya. Ayah bantu buatkan istana pasir yang baru, bagaimana?" Almyra masih tetap mencebik dalam gendongan Vano, membuatku mau tak mau tersenyum.

"Kenapa harus buat yang baru? Kita bisa memperbaikinya." Putri dan Suamiku menoleh kemudian mereka tersenyum, Almyra turun dari gendongan Ayahnya dan menghampiriku. Kami duduk diatas pasir, kembali membuat istana pasir untuk Almyra di bawah cerahnya langit siang ini.

"Bunda, benderanya taruh disini." Almyra menunjuk tempat teratas istananya untuk diletakkan bendera mainan yang ia bawa dari rumah. Aku menurutinya dan membuatnya menatap kagum pada istana pasir yang kini telah selesai di buat dengan kerja kerasku dan Vano—karena sedari tadi yang Almyra lakukan hanya menendang-nendang air laut yang hampir kembali menerjang istananya.

"Mau foto?" Tawarku yang kemudian di jawab anggukan antusias olehnya.

"Mau kasih unjuk Ares." Katanya bersemangat.

"Panggil Ares dengan sebutan Kakak, Almyra." Ares dan Almyra hanya berselisih usia setahun tetapi anakku itu sangat susah sekali untuk menuruti keinginan Ayahnya.

"Tidak, Ayah. Ares bukan Kakakku, Alfa saja tidak pernah memanggilku Kakak, padahal dia lebih kecil dariku." Almyra si gadis berusia 7 tahun ini memang keras kepala seperti Vano dan aku hanya bisa tertawa melihat perdebatan diantara mereka.

Usai mengambil beberapa gambar, Almyra merajuk mengatakan ingin cepat pulang dan makan siang dirumah bersama Ares. Sebenarnya saat ingin pergi ke pantai di akhir pekan ini kami sudah membuat janji bersama juga dengan Putraku, akan tetapi Raihan—anak Rendy dan Sania meminta agar Ares mau menemaninya bermain playstation dirumah dan sebagai Kakak yang baik, Ares selalu menuruti apapun keinginan adiknya termasuk Almyra.

Vano mengendarai porsche abu-abu miliknya dengan kecepatan sedang sementara Almyra sudah tertidur dalam pangkuanku. Aku mendekapnya erat dan terkadang mencium pipinya gemas yang alhasil membuatnya menggeliat terganggu.

"Berat ya, Bun?" Kepalaku menoleh ke arah Vano kemudian menggeleng.

"Mau gantian memangku Almyra?" Tawarnya padaku.

"Aku mana bisa bawa mobil sport kamu ini, Vano. Kamu sih tadi bukan pakai mobil Papa saja." Vano tergelak melihat aku yang mulai merajuk.

"Anak sama Bunda suka sekali merajuk, bikin Ayah tambah sayang."

"Jadi kamu sayang aku kalau aku merajuk saja, begitu?" Lagi-lagi Suamiku tertawa, dia pikir apanya yang lucu?

"Bunda.... Jangan berisik..." Igau Almyra membuat tawa Vano terhenti dan aku hanya bisa menatapnya sebal saat lagi-lagi Vano masih menahan tawa.

Sesampainya dirumah Rendy dan Sania, kami langsung di sambut teriakan riang Rai dan sahutan heboh Almyra sementara Ares yang melihat tingkah kedua adiknya hanya mampu tersenyum.

"Uuuu Rai makin berat saja."

"Eeh Almyra, Rai jangan di gendong-gendong begitu. Nanti jatuh," Cegah Sania yang melihat tingkah Putriku yang selalu ingin berusaha menggendong Rai—si anak umur 5 tahun yang bulat.

"Yah Rai, kamu sih gendut. Aku kan jadi susah menggendongmu." Rai tertawa dan kembali memeluk Almyra.

"Katanya tadi buat istana pasir, mana fotonya?" Nah akhirnya jagoanku bersuara. Almyra langsung berlari ke arahku, meminta kamera digital tempat menyimpan foto-foto di pantai tadi kemudian menunjukkannya pada Ares dan Rai.

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now