[Edisi Kangen] 3

1.5K 155 16
                                    

Halo Semuanya!

Selamat malam!

Edisi Kangen 3 is back!

Btw, aku baru upload cerpen baru judulnya THE CHOICE, habis baca ini bisa langsung meluncur ke sana yaa, bisa cek di profil aku. Thx

Dan jangan lupa juga buat mampir ke Selindung yang udah aku up malam minggu lalu. Akhirnya aku punya satu cerita yang ada jadwal publish nya. Ini keknya belum yakin wkwk

Oke sekian cuap-cuap promosinya,

HAPPY READING!

AWAS TYPO!

oOoOoOoOo

Sesuai perkiraan dokter, Nicole sembuh lebih cepat. Keadaannya sudah pulih, luka dikepalanya mengering. Tentu saja dengan bantuan Justin. Namun, laki-laki itu berusaha tidak terlalu kentara agar tidak menimbulkan kecurigaan. Nanti setelah sampai di rumah, dia akan menyembuhkan semua luka Nicole, ditambah lagi keadaan dirinya sendiri juga sudah jauh lebih baik.

"Kita hanya pulang berdua?" tanya Nicole setelah mengganti pakaiannya.

Justin mengangguk singkat, kemudian menutup resleting tas yang berisi pakaiannya selama menjaga Nicole di rumah sakit.

"Tidak ada yang senang aku keluar dari rumah sakit hari ini?"

Justin memutar bola matanya. "Mereka punya pekerjaan, Nic. Berhenti jadi menyebalkan."

Nicole cemberut. "Aku hanya bertanya," ujarnya. "Kenapa kau tidak melakukan ritual lagi saja?"

"Memangnya kenapa?" tanya Justin heran.

"Paling tidak, kau tidak punya tenaga untuk membentak-bentakku setiap saat!" ketus Nicole lalu keluar dari ruangan rawat inap nya sambil menghentakkan kaki.

Selama perjalanan, Nicole sepenuhnya diam. Dia menyandarkan punggungnya di jok mobil, dan menatap jalanan di luar tanpa minat. Laki-laki setengah vampir yang berstatus suaminya itu juga melakukan aksi tutup mulut dan fokus menyetir mobil.

Memangnya apa yang bisa dia harapkan dari Justin? Laki-laki itu tetap saja seperti biasa walaupun sebelumnya menangis saat dia sedang sekarat. Dia tidak mungkin sekarat setiap saat agar laki-laki itu baik padanya kan?

"Astaga, Nic." Justin mendengus. Tak habis pikir dengan wanita di sampingnya.

Nicole menoleh jengkel. "Tidak bisakah aku punya privasi?"

Justin mencibir. "Privasi apanya?"

"Berhenti membaca pikiranku!" Nicole kembali menatap jalanan lewat jendela di sampingnya. "Aku ingin bicara dengan diriku sendiri."

"Bicara dengan dirimu sendiri?" tanya Justin mencela. "Dari yang kudengar, kau hanya sibuk memakiku."

"Dimana lagi aku bisa memakimu kalau tidak di dalam pikiranku?" gerutu Nicole pelan. Tentu saja dia tidak punya nyali mengatai Justin secara langsung. Bisa tamat riwayatnya.

"Pintar sekali, Nic," puji Justin. "Kau tahu sekali aku tidak bisa mendengar suara sepelan itu."

Nicole semakin cemberut, namun tidak membalas Justin sama sekali.

Ketika rasanya baru memejamkan mata, Nicole merasakan mobil yang dikendarai Justin berhenti. Tak lama kemudian, laki-laki itu membangunkannya.

"Tidak bisakah kau menggendongku sampai kamar?" tanya Nicole penuh harap.

"Tidak."

Nicole mendelik, namun tidak protes karena Justin sudah keluar dari mobil. Laki-laki itu membuka pintu belakang dan mengeluarkan tasnya, menunggu Nicole keluar dari mobil sebelum mengunci kendaraan itu.

The Half Blood VampireWhere stories live. Discover now