Tawa Mengelabui Luka

29 10 0
                                    

"Gea kau bisa berangkat sendiri kan? Maafkan Ayah karena tidak bisa mengantarmu hari ini."

"Tidak apa-apa Ayah... Lagian, asam urat Ayah lebih penting. Aku juga bisa berangkat sendiri. Jadi, tenang saja." Jawabku sambil memeluk Ayah dan Ibu.

Pip pip

Kami bertiga tersentak mendengar klakson motor yang berada di jalan depan rumahku.

Orang itu mengendarai motor sport serta mengenakan helm pembalap. Sepertinya aku tahu siapa itu. Tapi ia mengenakan jaket kulit hitam sehingga aku sulit mengenalnya.

Mungkin karena menyadari kami yang kesulitan mengenalnya, ia memutuskan untuk membuka helm secara perlahan.

"Hallo Om dan Tante..."

"Ohh.. ternyata kamu Alfred. Tante kira siapa."

Sudah kuduga. Ternyata Alfred. Dasar bocah tebar pesona. Membuatku muak saja. Dan lagi, sejak kapan ia mengenal kedua orangtuaku?

"Kamu mau berangkat sekolah kan? Boleh sekalian sama Laura? Soalnya Om harus ke dokter sekarang. " Tanya Ayah.

"Iyaa Om. Boleh." Jawab Alfred sambil tersenyum ramah.

"Tuh... Ayo cepat ke sana. Ditunggu Alfred tuh..." Kata Ibu sambil menyikutku.

"Iya Bu, ini juga mau jalan..."

"Hati-hati yaa..." Kata Ayah dan Ibu.

***

Aku dan Alfred sampai di parkiran sekolah. Aku turun dari motor Alfred dan menyadari bahwa Satpam yang sering mengejekku sudah diganti oleh Satpam baru.

"Cieee naksir Satpam yang baru ya?"

Mungkin karena aku yang terlalu memperhatikan Pak Satpam, Alfred sampai beranggapan seperti itu.

Aku menghela nafas karena kesal pada omongannya. Pokoknya aku tidak ingin berdebat dengan bocah menyebalkan ini. Lebih baik aku diam saja. Jangan sampai Pak satpam yang baru juga menganggap aku dan Alfred pacaran.

"Ayo ke kelas. Kau tidak berniat untuk jadi patung parkiran kan?" Kataku mengalihkan pembicaraan.

Aku segera berjalan dengan cepat sehingga dia tidak perlu menjawab perkataanku.

Kami sampai di kelas. Semua orang menatap kami dengan tajam. Mereka sekedar menatap tanpa menyapa. Kami pun sama. Aku sama sekali tidak peduli.

"Apa lihat?! Mind your own business."

Mendengar ucapan Alfred yang tegas dan terkesan menantang, aku langsung menarik tangannya menuju tempat duduk kami. Supaya terhindar dari perdebatan yang hanya membuang-buang waktu saja.

Lima menit berlalu, situasi normal kembali. Pembelajaran akan dimulai 15 menit lagi. Aku duduk sambil menopang dagu di atas meja. Sambil mencoba mengingat hari latihan menari.

"Gea..."

Aku sedikit kaget karena Alfred memanggilku tiba-tiba.

"Iya kenapa?"

"Maafkan aku soal kemarin..."

"Kau tahu, aku alergi dengan orang yang terus saja meminta maaf."

Alfred terdiam. Ia salah tingkah dan kembali memainkan ponselnya.

Rupanya ia memang benar-benar merasa bersalah soal masalah kemarin. Aku sempat berpikir bahwa Alfred adalah orang yang 100%  menyebalkan. Tetapi melihat sikapnya akhir-akhir ini, membuat aku berubah pikiran. Dia laki-laki yang bertanggung jawab, tidak ingin orang disekitarnya terluka karenanya.

PERCAYA ITU PENJARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang