The Day (2)

29 8 0
                                    

Lagu pembukaan dinyanyikan dengan penuh semangat dan sukacita. Kami berbaris rapih mengiringi kedatangan pastor sambil menunjukkan kebolehan dan keindahan gerakan tari.

Kata Pater Hedi, melayani Tuhan haruslah sepenuh hati. Melayani Tuhan bagi umat awam sepertiku adalah dengan melaksanakan peranku sebagai penari.

Aku menggerakkan tarian sambil melihat setiap umat yang hadir. Entah di mana tempat duduk Ayah dan Ibu. Mereka juga diundang oleh Suster BT untuk ikut dalam acara malam ini karena faktor tetangga.

Pandangan mataku terhenti ketika melihat pasangan serasi duduk di belakang Suster Magda, memakai baju seragam berwarna pink. Aku ingin tertawa tapi situasinya kurnag tepat. Pasti ini kerjaan Ibu. Karena Ayah sangat anti pada warna baju yang feminim.

Ayah mendapati aku yang sedang menatap mereka. Ia memandangku dengan tatapan yang sulit aku jelaskan. Ia ingin kesal pada Ibu, tapi di sisi lain ia juga bangga melihatku. Perasaan itu membuat Ayah seperti orang yang kebingungan. Aku hanya menggelengkan kepala melihat ekspresi Ayah dan  kembali mencoba fokus pada tarian.

Tiga pastor dan lima orang misdinar berlutut di depan altar yang dibaluti kain berwarna kuning keemasan. Setiap sisi altar dihiasi dengan bunga segar yang sangat cantik. Terdapat dekorasi di belakang altar yang tak kalah indahnya. Di situ tertulis tema Aku Mengutus Kamu Seperti Domba Ke Tengah-tengah Serigala yang maknanya sangat mendalam bagi upacara kaul Suster BT hari ini.

Pastor Hedi mengelilingi Altar dan mengayunkan dupa yang diberikan misdinar. Seketika asapnya mulai menyelimuti altar dan memenuhi gereja. Bulu kudukku merinding melihat peristiwa yang melambangkan Allah yang penuh misteri hadir untuk memperkuat makna ekaristi sore ini.

***

"Kerja baguss!! Saya sangat bangga pada kalian." Kata pater dengan ekspresi kagum.

"Terimakasih Pater." Kami berenam menjawab serentak.

Tiba-tiba seorang suster datang menghampiri kami.

"Pater dan adik-adik, ayo kita ke ruang rekreasi."

Kami mengangguk dan bergegas ke sana. Tapi langkahku terhenti pada teriakan melengking yang khas dari seorang Laura Clarista.

Aku mendecak kesal. Lalu berbalik ke sumber suara. Ternyata dia berada di depan pintu toilet dengan wajah gelisah. Dan memintaku untuk segera menghampiri dia.

"Ada apa sih Laura. Kau membuatku pusing dengan suaramu itu."

"Aduhhhh jangan banyak ngomel napa. Kainku terlepas. Bagaimana aku tidak panik?!"

"Ck. Sini! Biar aku lihat. Yang penting kau diam dan jangan bergerak."

Aku memasang kain Laura dengan hati-hati. Mencocokkannya dengan bentuk model kainku agar terlihat seragam dengan teman-teman lain.

"Terimakasih Ge... Kau memang teman yang cantik, baik, tidak sombong, dan..."

Aku langsung menarik tangannya dan keluar dari toilet sebelum semakin banyak kata-kata pujian keluar dari mulutnya.

Aku berhenti serentak karena hampir bertabrakan dengan seseorang yang juga ingin masuk ke toilet. 

"Emm... Maaf Kak." Kataku, canggung.

"Tidak apa-apa."

Tampaknya ia ingin membicarakan sesuatu tapi tidak jadi karena kami segera pergi meninggalkannya.

"Ckckckckck... Memang benar kata orang. Terlalu lama menjomblo bisa menimbulkan penyakit." Kata Laura sambil melipat tangannya.

Langkahku terhenti. Tidak mengerti dengan ucapan Laura.

PERCAYA ITU PENJARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang