05 | Hisa

406 65 18
                                    


Note: Cerita ini hanya fiksi, dialog yang diucapkan tokoh hanya untuk kepentingan penggambaran karakter dan pendukung alur cerita. Tidak ada maksud sama sekali untuk menyinggung komunitas tertentu.

***

Saat ini Kiran hanya duduk di sofa dengan kaki rapat-rapat. Menegakkan punggungnya dan mencari kesibukan dengan memainkan kutikula di ibu jarinya. Dia bahkan tak tahu mengapa harus segugup ini hanya karena duduk bersebelahan dengan orang yang baru ia temui. Sungguh dia benci dirinya yang terlalu mudah untuk gugup. Tapi nyatanya perempuan disebelahnya ini memang membuatnya terintimidasi. Bagaimana tidak, jika kini perempuan itu sedang memperhatikannya dari ujung kepala sampai kaki.

Biar kuruntutkan dari awal, ketika Kiran dan Bobby keluar dari ruang studio malam itu, mereka langsung berpapasan dengan perempuan ini. Ia baru saja masuk ke rumah dan hendak naik ke lantai atas juga.

"AH! BOB INI CEWE BARU LO YA??"Perempuan itu memekik heboh dengan suara keras begitu melihat mereka berdua, sampai membuat Kiran hampir jantungan.

Lalu perempuan dengan rambut medium bob coklat itu dengan antusias memperkenalkan dirinya. Namanya Hisa, mahasiswi seni teater semester 6 dan dia adalah pacar Rafi. Ia mengenakan kaos croptop sleeveless longgar, celana jeans super pendek dan sendal jepit. Jujur Kiran sempat terbengong beberapa detik begitu matanya bertemu dengan penampilan Hisa. Yang Kiran pikirkan saat itu adalah, apa tidak apa-apa Bobby dan teman-teman Rafi yang lain melihat kekasihnya dengan pakaian seterbuka itu?

Dan singkat cerita, Kini Hisa mengajaknya mengobrol di sofa lantai dua karena sepertinya ia sangat ingin tahu tentang Kiran, selagi yang lain sedang berkumpul di halaman belakang, entah sedang apa.

"Gua kaya gak asing sama lo deh. Kaya sering ketemu lo, sumpah. Tapi di mana ya..." ujar Hisa dengan suara tingginya dan nampak sedang berpikir keras sambil menghisap rokok. Kiran tak sebegitu bencinya dengan asap rokok, tapi Hisa terus mengepulkan asap tepat di depan wajahnya dan tentu saja dia tak mungkin menghirup asap nikotin itu untuk bernafas. Dan ia juga tak enak jika harus mengibaskan tangannya terang-terangan di depan Hisa. Jadi ia hanya menahan nafas setiap asap itu datang ke wajahnya. Kiran sampai tak tahu seberapa wajahnya terlihat tegang setiap ia harus menahan nafas, tapi ia berusaha tetap tersenyum, meskipun sebenarnya itu semakin membuat wajahnya terlihat semakin aneh. Gapapalah, anggap saja itu kode untuk Hisa bahwa dia bisa saja membunuh orang jika terus-terusan melakukan hal ini.

"OH!!" Demi Tuhan, perempuan ini bisakah mengecilkan volume suaranya sedikit? Kiran sampai tersentak karena tiba-tiba saja dia memekik lagi.

Dia berseru, "LO YANG SERING MINTA BANSOS DI PERTIGAAN ITU KAN?" Oke... dari sini Kiran tak heran sama sekali jika Hisa adalah anak seni teater yang tentu saja terbiasa mengolah vocal dengan lantang.

"Iya, bener. Aku ikut UKM KSR jadi sering buka posko bantuan gitu di kampus." jawab Kiran seadanya.

Tapi Hisa malah tertawa, dan Kiran tak tahu apa yang lucu dari kalimatnya barusan. Sungguh Kiran benar-benar tidak bisa mengerti perempuan di rumah ini. Kiran kira dia bisa merasa sedikit senang karena Hisa tidak secuek Sindi. Tapi jujur saja mereka berdua sama-sama aneh.

"Hahahaha, sorry sorry." Hisa susah payah menghentikan tawanya, "Lo kok mau sih ikutan KSR? Biasanya yang ikut itu tuh anak-anak culun tau ga sih Ran."

"Hah?" Kiran memastikan ia tak salah dengar.

"You don't look that culun, tau. Tapi kenapa ikutnya KSR gitu lho, aduhh" Hisa tertawa lagi, kegelian sampai dia memegangi perutnya.

"Ya karena aku pengen bantu orang??"

Ia makin tertawa keras, sedangkan Kiran hanya cengoh mendengarkan suara ketawa Hisa yang jelek. "Anjing gua capek banget ketawa."

Traumatic SceneWhere stories live. Discover now