12 | Surabaya, Sebulan lalu

96 13 2
                                    


Satu bulan lalu, tepat saat Kiran pulang ke rumahnya di Surabaya. Sebuah kebiasaan yang ia rutinkan setiap akhir bulan agar setidaknya ia dapat meluangkan waktu untuk berkumpul bersama keluarganya meskipun ia sedang merantau. Saat itu adalah siang hari di hari Minggu, dengan matahari yang terik di luar. Kiran duduk di ruang makan dengan satu piring berisi buah melon dengan potongan balok di depannya. Buah itu belum ia sentuh sama sekali karena ia terlalu sibuk dengan ponsel.

"Lagi chat sama siapa sih, Dek? Kok mama liat kamu senyum-senyum sendiri dari tadi." Seorang wanita paruh baya dengan perawakan sedikit gemuk duduk bergabung bersama Kiran dengan membawa sepiring nasi yang kemudian ia letakkan di atas meja. Lalu ia mengambil satu sendok sayur asem dan menuangkannya di piring.

"Sama temen Kiran, Ma." Jawab putri bungsunya dengan mata yang tak berpaling dari handphone. Senyumnya terus mengembang dengan rona kemerahan di pipinya yang bulat.

"Temen apa temen? Ngaku aja, pasti pacar kamu kan?" Goda Mamanya.

"Beneran temen, Mamaaa.. Kiran nggak punya pacar."

"Mana ada chat sama temen pipinya sampe merah gitu?"

"Kalo Kiran punya pacar emangnya Mama ngebolehin?"

"Lho, ya boleh. Kamu kan udah besar sekarang. Asalkan orangnya baik, bisa ngejaga kamu."

"Kiran punya pacar?" Seorang lelaki berkacamata dengan rambut yang sedikit gondrong tiba-tiba muncul di belakang Kiran. Ia mengenakan kaos oblong oversize yang terlihat nyaman. Matanya sipit, persis seperti mata Kiran. Kakak Kiran itu berjalan menuju rak piring, mengambil satu piring lalu mengambil nasi di rice cooker. Setelah itu ia bergabung bersama mama dan adiknya, melihat-lihat ada lauk apa saja yang tersaji di meja makan.

"Kayaknya tuh, Bang." Sang Ibu mendekatkan lauk-lauk itu ke arah si anak sulung agar ia lebih mudah untuk mengambilnya.

"Bukan pacar, Kiran tu lagi deket aja sama kakak tingkat." Bantah adiknya dengan santai sambil mencomot satu suap buah melon.

"Oh ya? Kating KSR?" tanya Albar sembari mengambil sepotong ayam goreng.

"Bukan, kating jurusan."

Albar menghentikan aktifitasnya dan mengernyitkan dahi ke arah Kiran yang ada di sampingnya. "Anak band?"

Kiran hampir tersendak mendengar kakaknya yang langsung bisa menebak, padahal ia tidak ingin mengungkapkannya secepat ini karena pasti akan membuat kakaknya marah. "Kok abang tau?"

"Hampir semua cowok di jurusanmu main band, Dek."

"Ah.. iya kah?" Kiran baru mengetahui fakta itu. Kalau dipikir-pikir, selain Amel dan Bobby, ia tak banyak mengenal teman di jurusannya karena ia terlalu sering menghabiskan waktu di KSR.

"Kamu nggak lupa pesen abang, kan?"

Kiran cemberut, "iyaa... 'nggak boleh pacaran sama anak band'. Lagian Kiran juga belum pacaran kok." Dari dulu kakaknya memang sudah memperingatkannya untuk tidak dekat-dekat dengan anak band. Karena sepengalaman Albar, anak band di kampus mereka terkenal mempunyai pergaulannya yang buruk. Peringatan kakaknya itu membuat Kiran takut ketika pertama kali Bobby mendekatinya. Namun semakin lama ia mengenal Bobby, Kiran merasa memang tidak semua anak band harus ia jauhi.

"Tapi bang, Kakak tingkat Kiran itu baik kok, nggak pernah yang aneh-aneh."

"Kamu udah kenal dia berapa lama emangnya?"

"Udah hampir satu bulan."

Albar menghela nafas sebal, "Belum juga ada sebulan. Pantes belum keliatan aslinya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Traumatic SceneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang