05. Honest

273 36 0
                                    

Koko mengernyitkan dahinya kala ia terbangun dari tidurnya, namun tak berniat untuk membuka matanya sama sekali sebab ia sudah merasa sangat nyaman dalam posisi tidurnya dan tubuhnya terasa hangat.

Tanpa sadar, lengkungan senyuman pada bibirnya tercetak jelas, menikmati keadaannya saat ini.

Namun kenyamanan dan kedamaiannya terganggu secara seketika sebab indera pendengarannya mendengar ada dengkuran halus dengan napas yang teratur.

Lantas ia membuka matanya secara perlahan, betapa terlejutnya ia kala melihat wajah Inupi yang ada di atas kasur yang sama dengannya.

Matanya melirik ke arah tangannya yang memeluk Inupi dengan erat dan juga tubuhnya yang dipeluk dengan erat, kepalanya saat ini bersandar pada dada Inupi yang masih tertidur dengan damai.

Dengan tidak beranjak dari posisinya, otaknya mengulang memorinya kemarin malam dimana ia dengan nekatnya hujan-hujanan menuju ke bengkel D&D untuk memeberikan uang yang sudah ia simpan sejak Akane masuk ke rumah sakit, namun saat Akane meninggal, ia berhenti melakukan kebiasaannya menabung dengan segiat itu dan tidak menyentuh uang tabungan tersebut sama sekali.

Ia mendongakkan wajahnya, menatap wajah damai Inupi yang tertidur dengan sangat lelap. Potongan ingatannya mulai bermunculan, mulai dari bagaimana mereka pertama bertemu, insiden kebakaran di runah Inupi, saat Inupi dan dirinya dipukuli bersama agar ia masuk ke Tenjiku dan terakhir, bagaimana mereka berpisah.

Matanya terpejam erat mengingat potongan-potongan memori yang seolah baru saja terjadi kemarin, ia mengeratkan pelukannya dan menenggelamkan wajahnya pada dada Inupi seraya bergumam pelan, "Aku tidak akan membiarkanmu hidup susah dan menderita lagi." Gumam Koko, suaranya begitu pelan namun sedikit serak, khas orang baru bangun tidur.

Merasa nyaman akan posisinya saat ini, Koko kembali terlelap setelah beberapa menit tidak melakukan apapun, terlebih lagi ia bangun terlalu pagi, yakni pukul lima pagi.

Tepat saat pukul delapan kurang lima belas menit, Inupi mulai terbangun dari tidurnya karena merasa bahwa tangannya begitu berat dan kesemutan.

Matanya terbuka lebar saat melihat wajah damai Koko masih dalam dekapannya, seketika ia mengingat apa yang Koko gumamkan semalam.

Tangan kirinya yang bebas, ia angkat dan dibuat untuk menutupi wajahnya yang sedikit terasa panas karena merona, tak dapat dipungkiri bahwa jantungnya sempat berdetak kencang dan sedikit bergejolak, namun semuanya sirna saat ia tersadar bahwa Koko masih memandangnya sebagai Akane, bukan dirinya.

Inupi mulai menggerakkan tubuhnya untuk beranjak dari kasur, namun bobot tubuh Koko seolah ada pada diirnya semua. "Koko, aku harus pergi ke bengkel, bergeserlah sedikit." Bisik Inupi dengan suara yang sangat pelan nan lembut, berbisik pada telinga Koko.

Koko yang sebelumnya masih bergeming, kini terlihat mulai terganggu karena Inupi.

Inupi kembali membangunkan Koko dengan lembut sembari memeriksa suhu tubuh lelaki bermata sipit itu, tak lama dari itu Koko terbangun dan mengerjapkan matanya pelan, memandang ke dalam mata Inupi.

Tersadar akan situasi, Koko segera melepaskan pelukannya terhadap Inupi sehingga Inupi bisa langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Koko terduduk tegak di kasur Inupi, tak sadar bahwa ia malah kembali tertidur. Matanya menangkap baju hangat milik Inupi yang sudah terpakai di tubuhnya, ia juga melihat ada kain kompres dan baskom berisikan air di meja dekat kasur Inupi.

Ia tidak tahu, bagaimana ia dapat sampai di rumah Inupi dan tidur bersmaa lelaki kurus dengan bekas luka bakar pada mata bagian kirinya itu? Dan lagi, ia baru saja tersadar bahwa Inupi bertelanjang dada sembari mendekapnya.

Bukankah akan terasa dingin untuk Inupi tidur tidak menggunakan baju? Pikir Koko.

Namun pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benaknya tak satupun tersampaikan, apalagi terjawab.

Matanya menangkap Inupi yang hanya menggunakan handuk pada tubuh bagian bawah saja, "Kau sudah membaik, mau kubuatkan bubur?" Tanya Inupi, menatap Koko yang terlihat sedikit kaku dan bingung.

"Tidak, aku pulang sa—" Ucapan Koko dipotong langsung oleh Inupi.

"Kau masih sakit, bahkan motormu aku taruh di bengkel. Ceroboh sekali berkendara di tengah hujan, kau bisa menerap disini sampai kapanpun kau mau, setidaknya, sampai kau benar-benar sembuh." Ucap Inupi, sudah mengambil beberapa alat dan bahan untuk memasak bubur.

Koko terdiam, ia tak dapat membantah Inupi sebab tubuhnya sendiri masih terasa lemas dan kepalanya terasa sedikit pening.

Inupi menyadari itu, "Tidurlah lagi saja, akan kubangunkan saat sudah siap." Ucap Inupi, menoleh sebentar pada Koko.

Koko menggeleng pelan, "Bagaimana aku bisa di rumahmu? Aku sama sekali tidak ingat apapun." Ujar Koko, bertanya dengab alis bertaut, matanya memandang ke arah punggung Inupi yang tak kinjung menoleh untuk menatapnya dan menjawab pertanyaannya.

Padahal, Inupi tengah bergelut dengan dirinya sendiri jauh disana, mengatakan bahwa gumaman Koko semalam memang hanya sebuah gumaman tak berarti, kalaupun berarti, hanya Akane yang ada di pikiran lelaki itu.

"Aku akan menjawab pertanyaanmu, bahkan memberimu penjelasan secara merinci bagaimana kau ada disini. Hanya saja, jika kau menjawab pertanyaanku kemarin malam mengenai semua uang yang kau berikan." Ujar Inupi tanpa menoleh sama sekali ke arah belakangnya, menatap Koko.

Koko terdiam, ia merasa bingung kenapa Inupi begitu dingin padanya dan selalu mempersangkut-pautkan uang yang ia berikan? Tak bisakah hanya menerimanya saja walaupun tidak berniat dipakai?

Ia tak dapat menjelaskannya pada Inupi, ia tak ingin Inupi memikirkan uang yang sebenarnya untuk biaya pengobatan Akane itu.

Koko jadi menghela napas pelan, kembali menjatuhkan dirinya di atas kasur empuk dengan dua futon hangat menyelimuti dirinya saat ini.

"Apakah sesulit itu untuk mengatakan yang sebenarnya?" Tanya Inupi, suaranya begitu pelan dan terdengar sedikit sedih karena frustasi.

Koko semakin terdiam atas pertanyaan Inupi, memang kadang kejujuran lebih sakit dari apapun.

Mengetahui bahwa Koko tidak memberinya respon, Inupi membawa bubur yang sudah jadi ke atas meja makan, "Makanlah, kau perlu mengisi perutmu dan meminum obat." Ujar Inupi sembari memindahkan bubur yang ia masak ke mangkuk dengan perlahan, sembari meniup-niupkan bubur yang masih sangat panas.

Koko beranjak dari kasur Inupi lalu terduduk di kursi meja makan tepat di depan Inupi. Lelaki di hadapannya ini menyodorkan mangkuk yang sudah berisikan bubur kepadanya dengan wajah tanpa eskpresi seperti biasanya.

"Aku akan pakai baju." Ucap Inupi, meninggalkan Koko sendiri di meja makan.

Koko sedikit menyesal namun ia pun sadar bahwa tidak ada yang dapat ia lakukan untuk itu, namun melihat inupi sedingin ini padanya juga membuatnya merasa sedih, seolah sudah kehilangan orang yang sangat berharga untuk selamanya, padahal ia yakin sekali Inupi akan selalu bersamanya sampai kapanpun karena lelaki bertubuh kurus dengan bekas luka bakar pada mata kirinya itu menjadi satu-satunya orang yang sangat berharga dalam hidupmya hingga saat ini.

Namun apa jadinya jika orang itu pergi darinya seperti semua orang yang sudah meninggalkannya?

Koko menggeleng pelan, "Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang." Ucap Koko, akhirnya kembali bersuara.

Inupi yang baru saja selesai memakai baju, kembali duduk di depan Koko dan ikut sarapan. "Nikmati sarapanmu, aku terlalu jahat karena bertanya padamu yang sedang sakit." Ucap Inupi, sama sekali tidak memandang Koko dan sibuk dengan sarapannya sendiri.

Dairy Milk to be continue...

Dairy Milk | 𝐒𝐞𝐢𝐬𝐡𝐮 𝐈𝐧𝐮𝐢 ft. 𝐇𝐚𝐣𝐢𝐦𝐞 𝐊𝐨𝐤𝐨𝐧𝐨𝐢 ✓Where stories live. Discover now