06. Denial

247 32 1
                                    

Beberapa hari lalu saat Koko menginap di rumahnya akibat demam yang dialami oleh lelaki bermata sipit itu, Koko pergi pada hari itu juga dari rumah Inupi tepat setelah Inupi berangkat untuk pergi ke bengkel.

Koko hanya memberinya pesan singkat bahwa lelaki bermata sipit itu sudah membaik, padahal Inupi tahu bahwa Koko belum benar-benar sembuh dari demamnya.

Kemudian, setelah tiga hari semenjak Koko menginap itu, motor Koko yang masih ada di bengkel D&D pun diambil oleh Haruchiyo dengan alasan kalau Koko terlalu sibuk untuk mengambilnya sendiri.

Sejak saat itu pula, Inupi dan Koko kembali merenggang dengan tidak bertukar pesan atau mengunjungi satu sama lain.

Sepertinya bukan hubungan mereka yang merenggang, namun Inupi-lah yang memberi batasan antara keduanya atau bahkan benar-benar menghindar dari Koko.

Sebab, setiap kali lelaki bermata sipit itu mengiriminya pesan dan menghubunginya, Inupi sama sekali tidak membalasnya atau mengangkat sambungan telfon dari Koko.

Ia berpikir bahwa ia perlu menenangkan dirinya sejenak, dari beberapa perkara yang sudah terjadi kemarin-kemarin.

Kadang ia berpikir, apakah memang sudah seharusnya kalau perasaannya seperti ini pada Koko yang notabenenya sahabat masa kecilnya, dan lagi mereka juga sama-sama lelaki.

Apalagi, ia mengetahui betul bahwa Koko benar-benar mencintai Akane, mungkin sebab Koko tetap bertahan dengannya dikarenakan Akane, entah dirinya mengingatkan Koko terhadap sosok Akane atau Koko memang denial terhadap fakta bahwa Akane sudah tenang disana?

Inupi tak dapat mendapatkan titik terang sama sekali mengenai Koko dan perasaannya terhadap sahabatnya sendiri itu.

Saat baru menyadari bahwa Koko mencuri ciuman pertamanya tanpa motif yang diketahui itu, Inupi pun sama denialnya dengan Koko saat ini. Ia benar-benar tidak dapat percaya bahwa sahabat satu-satunya melakukan itu kepadanya.

Dan pertanyaannya hanya satu, kenapa Koko harus melakukannya padanya?

Setelah memperhatikan Koko cukup lama dengan sudut pandang sebagai sesama lelaki, bukan sebagai sahabatnya, beberapa fakta pun disadari oleh Inupi bahwa Koko mungkin memang menyukainya karena wajahnya mirip dengan mendiang kakak perempuannya, dan juga... Ia pun tak dapat hidup tanpa Koko disampingnya atau mendukungnya seperti selama ini.

Namun, apakah alasan seperti itu cukup untuk membuatnya mempunyai perasaan lebih dari sekedar teman untuk Koko? Bukankah itu hanya alibi yang ia buat agar Koko tetap bersamanya setelah ia kehilangan kakaknya?

Pertanyaan-pertanyaan ini yang membuatnya tak karuan akhir-akhir ini, merasa bahwa di dalam dirinya tengah bergelut antara logika dan perasaan tiap harinya.

Lamunannya terbuyarkan oleh panggilan Draken, "Inupi!" Panggil Draken dari luar bengkel membuat Inupi yang tengah merapikan beberapa peralatan disana jadi menoleh tanpa ekspresi seperti biasanya.

"Koko mengunjungimu." Lanjut Draken yang kemudian masuk dan menunjuk Koko yang tengah berdiri di luar bengkel mereka.

Matanya mengikuti arah yang Draken tunjukkan dan benar saja Koko tengah berdiri di depan bengkel mereka, membelakangi pintu bengkel.

"Sepertinya ada yang perlu ia bicarakan denganmu, bengkel biar aku yang urus." Ujar Draken sembari mengambil alih peralatan bengkel yang ada di tangan Inupi.

Inupi sempat terdiam sejenak, mempersiapkan dirinya untuk bertemu dengan Koko sore ini.

Ia berjalan keluar untuk menghampiri Koko, lalu berdiri di samping Koko tanpa mengucapkan sepatah katapun, seolah dengan kedatangannya di samping Koko sudah memberikannya pertanyaan mengenai kenapa Koko berada di sini hari ini.

Yang sebenarnya, ia sendiri sudah mengetahui kenapa Koko mengunjunginya se-sore itu.

"Kenapa kau tidak membalas pesanku dan menjawab telfonku?" Tanya Koko tanpa menoleh pada Inupi.

Inupi sudah tahu ini bahwa ia akan mendapatkan pertanyaan ini, namun ia tetap tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan tersebut dan berakhir menjawab dengan asal-asalan. "Kenapa ya." Ucapnya dengan suara pelan, menatap langit yang memiliki gradasi warna cantik, percampuran antara oranye, merah muda dan biru muda.

Koko menoleh untuk menatap Inupi dengan tatapan yang seolah mencari sesuatu di dalam diri Inupi, "Maaf." Ujar Koko, merasa bersalah pada Inupi. "Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikan yang sebenarnya mengenai uang itu, aku tidak ingin membebani pikiranmu dengan kenyataan yang ada, setidaknya jangan untuk saat ini." Lanjut Koko.

Inupi menoleh dan membalas tatapan Koko, "Tidakkah kau berpikir bahwa aku lebih terbebani jika kau tidak memberitahu yang sebenarnya?" Tanya Inupi, ekspresi wajahnya tidak berubah sama sekali.

Koko menghela napas pelan, "Uang itu—" Ucapannya dipotong langsung oleh Inupi. "Bukan hanya tentang uang." Ucap Inupi dengan suara pelan.

Koko terdiam, ia jadi mengatupkan bibirnya rapat menyadari bahwa sangat banyak sekali hal yang memang perlu dibicarakan secara serius oleh keduanya. "Baik, aku jelaskan satu persatu." Ucap Koko.

"Uang itu, aku menabungnya sejak Akane dirawat sampai ia meninggal, dan sejak saat itu aku tidak pernah menambah uang tabungan tersebut dan tak menyentuhnya sama sekali." Jelas Koko, memberi jeda pada kalimatnya dan menatap Inupi dengan pasti, mencari perubahan ekspresi di wajah lelaki kurus ini.

"Itu tabunganmu untuk Akane, kenapa kau berikan padaku?" Tanya Inupi, ekspresi wajahnya sama sekali tidak berubah.

Sejenak, Koko terdiam untuk mencari kata-kata yang tepat. "Ya, itu untuk Akane. Tapi Akane sudah tidak ada dan aku tidak pernah menyentuh uangnya, jadi kupikir lebih baik memberinya kepadamu." Ungkap Koko.

Inupi menatap Koko dengan sedikit terganggu, "Aku bukan Akane, kau tidak perlu memberikannya padaku. Aku masih bisa mencari uang sendiri." Ucap Inupi, membuat Koko merasa bahwa Inupi sudah salah paham.

"Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku menganggapmu sebagai Akane, Inupi. Kau adalah kau, jadi tolong terima saja uangnya." Ucap Koko, sedikit memohon pada Inupi.

Inupi mendengus keras, "Terus saja seperti itu, lalu kenapa uangnya diberikan padaku? Kau masih bisa menggunakannya untuk investasi, membangun bisnis, pergi ke luar negeri, bersenang-senang—" Kalimat Inupi dipotong oleh Koko.

"Aku tidak membutuhkan hal-hal seperti itu, Inupi!" Ucap Koko dengan suara meninggi, matanya berkilat marah.

Inupi sedikit melebarkan matanya setelah mendapatkan respon yang tidak terduga dari Koko, "Aku hanya memberimu sedikit saran." Ucap Inupi dengan santai, seolah ia benar-benar memancing Koko untuk lebih marah dan membentaknya.

Koko menarik kerah seragam bengkel Inupi agar wajah mereka lebih dekat, kilatan marah di tatapannya tidak hilang, namun sekelibat juga terlihat bahwa lelaki bermata sipit itu kecewa.

Setelah beberapa saat menatap Inupi dengan kilatan marah, akhirnya Koko melepaskan kerah seragam Inupi dan menghela napas kasar lalu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi.

Dairy Milk to be continue...

Dairy Milk | 𝐒𝐞𝐢𝐬𝐡𝐮 𝐈𝐧𝐮𝐢 ft. 𝐇𝐚𝐣𝐢𝐦𝐞 𝐊𝐨𝐤𝐨𝐧𝐨𝐢 ✓Where stories live. Discover now