23• Sweet Thursday

1.7K 256 6
                                    

POV Karina Clarabelle

[ 3 hari setelah pensi. Dirumah Karina, siang hari]

Setelah UAS selesai aku hanya bersantai dirumah, sesekali jalan keluar bersama Winter. Karena Winter masih mempunyai tanggung jawab lain yaitu bekerja di Naevis, aku tidak bisa terus-terusan minta jalan kan?

Jadi hari ini aku hanya menyiram bunga diteras rumahku. Walaupun aku punya tukang kebun yang mengurusi taman depan dan belakang, aku lebih menyukai untuk melakukan sesi menyiram sendiri. Aku merasa refresh melihat bunga-bunga cantik itu tersiram air.

Tapi sepertinya ketenanganku ini hanya berlangsung singkat. Saat kak Irene bergegas keluar dengan terburu-buru dengan handphone dikupingnya. "Karina, ayo ikut kakak.."

Aku yang melihat hal tersebut langsung paham dengan gerakan gelisah itu. Ini pasti ada hubungannya dengan papa dan mama. Aku mematikan keran air dan mengikuti kak Irene ke ruang kerjanya.

Sesampainya di ruang kerja aku melihat kak Irene berbincang penuh emosi dengan seseorang yang ditelponnya. "mana bisa begitu?! Karina baru umur 21 tahun, dia punya kehidupan di Indonesia. Tentu saja kalian tidak tau.. selama ini memang kalian dimana??"

Aku mencengkram tanganku kuat-kuat, rasanya telapak tanganku terluka karena kuku tanganku. Bisa dipastikan kak Irene sedang bicara dengan papa atau mama. "Aku tidak setuju dengan hal ini.., kalian memang benar-benar tidak punya hati!" Kak irene menutup panggilan handphone itu secara sepihak.

Kak Irene melihatku dengan khawatir, aku tidak menyukai tatapan itu. Aku menundukan kepalaku, leherku seperti tercekat sesuatu. Rasanya aku ingin menangis. "Kar duduk dulu" kak Irene menuntunku untuk duduk disalah satu sofa diruang kerjanya.

"Mereka mau apa?" Tanyaku to the point. Lagian aku tau aku pasti harus melakukannya kan? Memang selalu seperti itu. "Dengerin kakak dulu okay.., ini bukan masalah yang harus kamu pikirin Kar. Biar kakak yang urus-" 

Aku menggelengkan kepalaku, aku tidak mau kak Irene terus melindungiku. Aku tak mau terus merepotkannya. "Gak kak, gua harus tau apa yang mereka mau.."

Kak Irene mengacak rambutnya pelan, dia terlihat frustasi. "Papa sama Mama berencana mau merging dengan perusahaan tambang dari Amerika.. terus.." kak Irene tak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya. Tapi aku sudah tau apa inti dari semua itu.

"Jadi mereka mau jadiin gua jembatan buat merging itu?" Kak Irene menatapku dan mengangguk. "Kurang lebih begitu" aku tertawa ironis, jadi ini alasan mereka membesarkanku. Aku sudah pernah bilang kan? Bahwa menurut kedua orang tuaku kami adalah asset berharga perusahaan tambang mereka.

"Terus mereka suruh gua ngapain?" Aku hanya menatap langit ruangan itu, untuk menahan air mata yang mulai menumpuk dimataku. "Mereka minta lu buat kesana, ikut tour mereka ke Amerika sampai merging perusahaan berhasil". Kasarnya dari kata kak Irene adalah ayo jadikan anakku sebagai barang barter untuk jual beli perusahaan. Ya.. semua tentang uang juga pada akhirnya.

"Terus kapan gua akan kesana?" Tanyaku kepada kak Irene. Kak Irene hanya menghela nafas dan bilang
"mungkin satu minggu lagi, kakak akan usahain buat lu ga pergi kar" Kak Irene terlihat sangat emosi. Tapi aku tau keinginan papa dan mama akan terwujud. Karena mereka selalu mendapatkan apa yang mereka inginkan, termasuk kebebasanku.

Air mataku jatuh, mereka memang orang tua terburuk.

****

Aku mengetuk pintu kos Winter, Winter yang membukakan pintu melihatku bingung dan kaget. Tapi saat dia melihat mataku yang merah dan bengkak, dia pun tak mengucapkan apapun dan hanya memelukku erat.
Lalu menarikku masuk kedalam kamar kosannya.

Blind Book Date - Jiminjeong / Winrina [✓]Where stories live. Discover now