49• Black Days

1.3K 190 5
                                    

POV Winter Kamala

[Jam 5 sore, di Naevis]

Sudah terhitung aku tidak pulang rumah selama 2 minggu sejak kejadian dengan papa. Mama yang selalu menelponku untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja, kenyataannya aku tidak baik-baik saja.

Aku selama 1 minggu ini full kerja di Naevis, Ningning yang sepertinya sedikit khawatir dengan diriku yang biasanya mengambil cuti saat weekend entah untuk pulang atau ngedate. Sekarang seperti zombie yang haus untuk bekerja supaya mendistraksi pikiran, karena aku benar-benar tidak lepas dari Naevis dan tugas DKVku.

Ningning juga menyadari aku yang sangat jarang bertemu Karina, mendengar kabar mamanya Karina sedang ada di Indonesia jadi Karina harus menjaga jarak. Sampai kapan hubungan kita seperti ini? Aku juga gak tau.

"Kak.. lu seriusan gak mau ikut kita hangout? Jam segini udah gak ada orang kali" Ningning melihatku merapihkan buku-buku yang baru masuk ke Naevis. "Kak Ten sama Kak Doy aja hari ini close early, udah lama kita gak hangout loh?" Bujuk Ningning lagi mencoba membuatku tidak menghabiskan malam Mingguku di Naevis bersama buku-buku.

"Gua masih ada tugas yang belum kelar Ning" alasan lagi, ini sudah kesekian kalinya aku menolak ajakan hangout dengan teman-temanku. Aku bisa mendengar Ningning menghela nafas pasrah "fine..tapi kalau lu berubah pikiran, kita pergi ke bar biasa" Ningning akhirnya pergi meninggalkan ku sendiri yang duduk bersama tumpukan buku.

Mendengar bunyi pintu Naevis, Ningning sudah dipastikan pergi. Aku menghela nafas berat, aku bingung dengan perasaanku sekarang. Suara seseorang masuk pun terdengar, mungkin itu pembeli. Jadi aku langsung berdiri untuk menghampiri ke kasir tapi ternyata yang datang bukan orang yang aku harapkan. Dia orang terakhir yang ingin kulihat akhir-akhir ini..

Pasti mama yang memberi tau letak tempat kerjaku ini, tanpa kusadari aku menahan nafas. Semua emosi yang kukira redam satu minggu lalu kini mulai muncul kembali, aku dilanda ketakutan dan juga kemarahan.

Papa menghampiriku, wajahnya tegas membuatku berpikir mungkin ini akhir dari hubungan orang tua dan anak. Mungkin dia kesini untuk memberi tahu bahwa namaku sudah dicoret permanent dari kartu keluarga. Dia bisa lakuin itu, karena dia papa.

"Winter.. papa mau bicara" hening, aku tidak mengeluarkan sepatah katapun. Pikiranku antara 50% marah dan 50% lainnya ingin kabur seperti biasanya. Lari saja ke tempat bar yang tadi Ningning ajak, lalu buat banyak kesalahan saat mabuk dan besoknya kembali bekerja lagi. Intinya aku tidak mau berada satu ruangan, dengan orang yang tidak bisa menerima apa adanya diriku.

Aku pun tau aku tidak bisa kemana-mana, mengunci pintu Naevis dan membalikan tanda 'open' menjadi 'closed' pada pintu Naevis. "Oke..aku juga banyak yang mau aku bicarain"

****

Kami duduk berhadapan diruangan staff Naevis, papa melihatku dengan wajahnya yang sedikit tertunduk. Bila ada orang lain disini, mereka pasti mengira kami berdua adalah orang asing yang baru bertemu karena seberapa kakunya kami.

"Nak.. papa mau minta maaf soal kemarin" aku hanya diam dan tidak melihatnya, aku merasa permintaan maaf itu sangat kosong. Dia hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya. "Bukan itu maksud papa, papa hanya ingin kamu hidup normal" kata normal itu keluar lagi, membuat rahangku mengeras mendengarnya.

"Pa.. aku normal. Dari awal ini memang aku, ini bukan penyakit pa yang bisa papa sembuhin dengan obat. Ini diri aku, ini identitas aku" aku mengucapkannya dengan menggebu-gebu, berharap dia mengerti. Berharap dia paham bahwa aku tidak perlu disembuhkan, karena dari awal memang aku tidak sakit.

Blind Book Date - Jiminjeong / Winrina [✓]Where stories live. Discover now