05

153 25 14
                                    

"[Y/N]-san!"

Segera aku berlari ketika Gojou berteriak. Sudah sejauh ini, mengapa dia masih terus mengejar?! Apa penolakan tersirat yang kulakukan tak bisa dimengerti olehnya?

"Tunggu [Y/N]-san, aku belum selesai berbicara!"

Lagi-lagi dengan urusan sialan itu. Mengapa tidak kau lupakan saja dan pergi mencari seseorang yang mau bekerjasama denganmu?! Saking kesalnya sampai tak bisa berkata-kata. Aku ingin menghilang saja dikerumunan orang-orang yang melintasi zebra cross agar dia tak bisa menemukanku.

Baiklah, ini saatnya.

Kerumunan massa mulai melintasi pertigaan jalanan yang lenggang kendaraan. Kupelankan langkah kakiku untuk melirik sebentar ke belakang, Gojou masih mengejar. Terdengar ia berteriak "Tunggu!", membuatku tersenyum senang.

"Selamat tinggal!"

Segera aku berlari masuk kedalam kerumunan, kuyakin sekarang tubuhku mulai lenyap diantara orang-orang yang lewat.

Ternyata rasanya begitu sesak. Mau sampai kapan orang-orang ini melintasi zebra cross?! Tak ingin berlama-lama, kuputuskan untuk terus berjalan lurus menerobos kerumunan, melupakan si dukun (tampan) yang menyebalkan.

──── ◉ ────

Setelah berhasil meloloskan diri, kuputuskan untuk beristirahat sejenak di tepi jalanan yang sepi. Kebetulan ada kursi, dan kakiku terasa pegal. Entah berapa lama aku terus berjalan dan berlari untuk menghindari dari Gojou.

"Hah ... capek banget."

Aku menghindar bukan semata dia adalah pria pemaksa yang menyebalkan, sebab kepribadian seseorang begitu kompleks dan sulit ditebak. Dia bersalah karena terus memaksakan kehendaknya padaku, dan aku bersalah sebab tidak berhati-hati. Kufikir, seperti ini sampai beberapa hari kedepan tidak jadi masalah. Seiring berjalannya waktu, dia akan melupakanku.

Itu lebih baik.

Aku tahu persis yang direncanakan Gojou, dan aku hanya takut dengan konsekuensinya. Om pirang—yang katanya bernama Nanami Kento—menjelaskan hal mengerikan itu dengan mudahnya, seolah bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Aku mulai bertanya-tanya, mengapa tidak dia saja yang memakannya?

Memakan jari iblis tingkat tinggi dan mengendalikan iblis itu didalam tubuhku sendiri dalam beberapa saat bukanlah hal yang mudah. Aku yakin setelah itu, tubuhku akan habis digerogoti olehnya. Daripada dikendalikan. Sebelum itu terjadi, aku harus berusaha menjaga diri.

Dan sekarang, aku mulai haus.

Merogoh saku jaket, segepok uang masih aman didalam amplop. Tiba-tiba saja aku memikirkan kejadian di kafe tadi. Mengapa aku begitu memaksa Gojou yang akan membayar makananku? Seharusnya kugunakan uang tambahan ini sebagai bayarannya. Mungkin, sejak awal memang begitu rencananya.

Astaga! Kutepuk jidat dengan keras, berharap menjadi sedikit lebih pintar dan berfikir dengan benar. Sialan. Aku baru sadar sekarang. Dari siapa lagi uang tambahan yang diberikan paman jika bukan darinya? Kutebak, dia tahu aku sulit untuk diajak bicara, karena itu dia memberiku uang.

Lagi-lagi aku merasa bersalah. Tapi, aku juga tidak ingin bekerjasama dengannya. Lebih baik aku kembali dan memberikan uang lebih ini pada paman. Kuyakin dia pasti akan kembali lagi ke tempat itu.

"Kalau begitu–"

Tak sempat berdiri, sesuatu yang dingin menempel di pipi membuatku bergidik kaget. Segera aku melompat kedepan dan menatap kebelakang.

"Kau?!"

"Aku tahu kau haus setelah berlari dari kenyataan, [Y/N]-san. Dan kurasa aku harus pergi sejenak membeli minuman di supermarket."

Dasar pria ini! Apalagi yang dia inginkan?! Sekarang dia ingin memaksakan kehendaknya padaku untuk bekerjasama, yang hanya membahayakan nyawaku, lagi?

"Hey, kalau kau ingin membahas hal yang sama untuk kesekian kalinya, lebih baik aku pergi," ketusku.

Seolah tak mau tahu, Gojou terkekeh dan tak membantah ucapanku. Dia melompati kursi dan duduk disana. Meminum satu kaleng minuman yang telah terbuka hingga tak bersisa, lalu melemparnya pada tong sampah di sebrang jalan. Aku hanya diam berkacak pinggang. Menunggu waktu untuk pergi dari hadapannya.

Gojou menatapku, kupelototi dia. Lagi-lagi kekehan itu terdengar, apa ku cekek saja agar dia berhenti mentertawakanku?

"Kalau mau bunuh diri jangan dihadapanku. Sini, duduk."

"Katakan saja urusanmu yang satu itu, lalu aku akan menolak dan segera pergi dari sini."

"Aku sudah melupakannya, jadi duduklah sebentar."

Wajahku yang sejak tadi mengeras mulai tampak kembali normal. Kekesalanku padanya berangsur membaik. Benarkah dia sudah melupakannya? Tidak mungkin semudah itu. Untuk sekarang dengarkan saja apa yang ingin dikatakan olehnya. Jika dia kembali membahas kerjasama itu, aku benar-benar akan minggat dari kota ini agar bisa hidup dengan damai.

"... Awas saja."

Aku berjalan menghampiri Gojou dan duduk disampingnya. Dia menyodorkanku sekaleng minuman cola dengan tulus, membuatku tak enak hati dan menerimanya.

"Terimakasih. Akan ku kembalikan uangmu yang dititipkan pada paman untukku, ambil saja besok," ucapku tanpa ingin menatapnya. Lalu melanjutkan, "di tempat itu."

Entah mengapa aku merasa gugup. Segera kubuka kaleng cola dan meminumnya karena dia terus saja menatapku. Apakah dia sengaja seperti itu untuk membuat pertahananku lemah dan—untuk ke sekian kalinya—memikirkan baik-baik ajakannya?

"Uhuk–"

Tiba-tiba saja aku tersedak karena terus meminum cola tanpa henti, sehingga aku lupa untuk bernafas sejenak. Dia menepuk punggungku pelan dengan tawa riang.

"Hahaha, aku tahu kau haus tapi pelan-pelan saja [Y/N]-san."

"Diam kau!"

Kutatap bengis wajahnya, yang entah mengapa terasa begitu ... dekat. Lagi, kami saling bertatapan dengan waktu yang membuat suasana menjadi hening. Tanganku mulai mendingin, dan senyuman aneh terpampang jelas di wajahnya yang perlahan-lahan mendekat. Semakin dekat, semakin berdebar-debar jantungku. Apa yang ingin dia lakukan? Mengapa aku tak menghindar?! Bukankah ini bahaya? Tubuhku tak bisa bergerak!

Kupejamkan mata ini, mungkin saja sesuatu yang tak terduga seperti film-film romantis akan terjadi. Sekarang aku mulai berharap?! Dasar bodoh! Selagi pikiranku berkecamuk, sebuah bisikan halus terdengar membuatku merinding.

"Reaksi yang bagus, gadis pintar."

... Apa?[]

──── ◉ ────

AAAAAAAA kumohon buat dia jadi nyata༎ຶ‿༎ຶ cinta beda dimensi itu menyakitkan juga ya guys😭💔

So, gimana pendapatmu sama chapter ini? Dan apa saja hikmah yang kalian dapatkan setelah membaca fanfict ini?👁️👄👁️

Jangan lupa vote ya-! (๑♡⌓♡๑)

The StalkerWhere stories live. Discover now