07

122 20 6
                                    

Semangkok besar sup sayur terhidang dihadapanku, dengan jus buah terletak di sampingnya. Sudah berapa lama aku tak memakan makanan sehat seperti ini? Selama hidup aku yakin hanya makan nasi dan satu lauk pauk-biasanya telur atau ayam goreng, bahkan mi instan atau fast-food ketika ada uang lebih.

Setelah kami bertemu, Utahime-san mengajakku ke restoran gaya tradisional seperti ini. Betapa terkejutnya aku ketika dia menyerahkan sebuah buku menu dan menyuruhku untuk memilih makanan yang aku mau. Dia sempat membuat curiga karena senyumannya tampak seperti Gojou Satoru, licik dan sulit ditebak.

Tapi, saat dia bilang akan mentraktirku, segera kuenyahkan pemikiran itu dan memesan makanan. Karena semua menu-nya hanya sayuran dan buah-buahan, aku tidak memesan banyak.

"Terimakasih, Utahime-san."

Dia tersenyum, wajahnya terlihat risih. "Cukup. Sudah berapa kali kau berkata seperti itu?"

"Oh, maaf. Mengapa kau tidak ikut makan? Aku merasa...."

Kurang ajar! lanjut hatiku yang tak bersuara. Masa iya aku yang makan sendirian? Bahkan makanan ini bukan aku yang bayar?! Sedangkan Utahime terkekeh. Entah mengapa terdengar seperti ... seseorang.

"Maaf membuatmu tak nyaman, aku sudah makan duluan, kok. Santai saja dan nikmati makananmu," ujarnya sambil menopang dagu. Gerak tubuhnya yang rileks membuatku tenang, lalu aku mengangguk.

"Kalau begitu-"

"Oh, sedang apa kalian berdua ada di restoran ini? Berkencan?"

Tak sempat mengucapkan selamat makan, suara seseorang yang kukenal-begitu tak mengenakan telinga-terdengar. Lagi-lagi dia!

"Bicara apa kau?!"

Secara tak sengaja, kami nyolot bersamaan. Gojou tertawa dan duduk di samping kami-yang saling berhadapan. Setelah kuperhatikan, dia memakai yukata. Pantas aku merasa aneh ketika melihatnya. Tapi, memangnya malam ini ada festival? Dan, ini masih tengah hari! Apa dia tak kepanasan?

"Kau berpakaian seperti itu agar diperhatikan banyak orang?"

Utahime melipat tangan, menatap Gojou menghakimi. Sedangkan yang ditatap ikut meniru gerakan Utahime. Aku? Hanya diam, menyimak. Segera kumakan sup sebelum mendingin, karena nanti rasanya akan hambar dan aku tak suka makanan yang sudah dingin.

"Lalu bagaimana denganmu? Memakai pakaian kuno seperti itu setiap saat, bahkan saat mengunjungi gadisku,"-menunjuk padaku-"apakah kau tak punya baju lain selain itu, Utahime?"

Seketika kami terbengong setelah mendengar Gojou berbicara. Jangan bilang aku harus tersedak sekarang, itu adalah hal memalukan untuk kesekian kalinya saat berada di sekitar Gojou. Untunglah makanan yang dimulut berhasil kutelan.

"Uhuk-"

Sial, makanannya malah nyangkut di tenggorokan. Mengapa hidupku penuh dengan aib seperti ini?

"Bohong! Memangnya siapa kau?! Dasar penipu, pergi sana!"

Saking kesalnya sampai aku berani memaki Gojou di depan umum. Sedangkan dia membalas dengan ekspresi kaget yang dibuat-buat seperti ibu-ibu komplek tukang gosip yang kaget ketika mendengar gibahan baru. Sadar ada banyak mata memperhatikanku, seketika terasa seperti deja vu.

"Tenanglah, [Y/N]."

Utahime segera memegang tanganku sebelum aku membanting meja dihadapanku. Lagi-lagi ... mengapa aku harus bereaksi seperti ini padanya? Mengapa aku begitu kesal, padahal aku bisa membicarakannya baik-baik bahwa aku tak suka dengan ucapannya.

Tapi yang terjadi malah seperti ini.

Suasana mulai menjadi hening. Tidak ada yang berbicara di antara kami. Sup sayur dihadapanku masih terisi penuh, aku kehilangan nafsu makan. Lalu perasaan bersalah muncul, mengingat Utahime-san yang membayarnya. Tak tahu lagi apa yang harus kulakukan, sepertinya pergi dari sini lebih baik daripada mati kutu seperti sekarang ini.

Dimana intuisi yang selama ini ku andalkan? Aku tak pernah menyangka bahwa hari dimana aku akan lebih mengandalkan emosi akan datang. Pernah membuatku takut, dan setelah ketakutan itu hilang, akhirnya terjadi juga.

"Maaf, sepertinya aku terlalu lelah. Di siang hari energiku banyak terkuras habis," ucapku, lalu terkekeh. Kemudian melanjutkan,

"Terimakasih karena telah mengajakku makan siang disini, Utahime-san. Untuk makanannya ... biar aku saja yang bayar. Aku tak mampu menghabiskannya karena tiba-tiba selera makanku hilang."

"... Tidak apa-apa, [Y/N]. Aku yang akan membayar-"

"Gojou-san, apa kau sudah membawa kembali uang itu dari paman?"

Segera ku alihkan pembicaraan Utahime dan menatap Gojou. Aku yakin dia kesal, tapi, permainan kalian membuatku tertarik.

Gojou lalu tersenyum. "Tidak, uang itu milikmu. Aku tidak akan membawa kembali sesuatu yang sudah kuberikan."

"Baiklah, kalau begitu terimakasih."

Kubuat senyuman di wajah ini agar terlihat begitu manis, semanis mungkin sampai mereka berdua diabetes melihatnya. Lihatlah, aku mulai pandai memanipulasi keadaan. Suasananya mencair berkat senyuman manisku ini.

Beberapa saat kemudian Gojou mengalihkan pandangannya, wajahnya datar, tapi kuyakin dia sedang tersipu malu.

Berbeda dengan Utahime-san yang mulai menunjukkan jati dirinya, dia menatapku tajam, mengatupkan giginya rapat-rapat. Diliriknya Gojou, sepertinya dia mulai merasa cemas. Apakah hatinya mulai meleleh? Baiklah. Sentuhan terakhir pada mereka, aku kembali tersenyum.

Senyuman istimewa didasari dengan ketulusan dibumbui gula pasir dengan madu fermentasi. Lagi, aku menjadi pusat perhatian orang-orang, Gojou salah satunya. Pandangan kali ini berbeda.

Teruslah terpana seperti itu. Seharusnya kau segera mencari gadis polos dan penurut setelah aku menolak, Gojou Satoru. Lihatlah dirimu sekarang.[]

──── ◉ ────

Ceritanya [Y/N] mau balas dendam juga, dia berfikir selama ini cuma dipermainkan mas Gojou😂 (tapi bener sih) *dilempar readers*

Makin sini aku makin stuck buat lanjutin alurnya🤪 takut jadi hambar༎ຶ‿༎ຶ semoga kedepannya lancar jaya, aamiin🤲

Jangan lupa vote ya-! (๑♡⌓♡๑)

The StalkerWhere stories live. Discover now