10

141 21 9
                                    

Jantungku berdebar-debar dengan nafas yang kian memburu. Kedua kakiku terasa begitu pegal, sedangkan perut mulai terasa mual; rasanya seakan sesuatu berusaha menguras lambungku. Selepas acara makan malam yang tak menyenangkan, Gojou tiba-tiba mengajakku pergi. Dengan sedikit paksaan, paman menyetujuinya untuk membawaku berjalan-jalan 'cari angin', ia berpesan untuk membawaku kembali sebelum tengah malam.

Aku sempat memprotes, karena tengah malam masih beberapa jam lagi. Sedangkan aku tak ingin berlama-lama bersama si dukun barang sedetik pun untuk berduaan bersamanya kali ini. Apalah daya, sepertinya aku memang tak punya hak untuk menolak.

Di perjalanan, tiba-tiba saja ia berlari. Aku bisa saja berjalan kembali pulang sendirian, mungkin aku akan sangat bersyukur jika memang Gojou berubah pikiran. Tak tanggung-tanggung, Gojou meninggalkanku di area pemakaman yang begitu sepi dengan hawa mistis yang membuatku merinding setengah mati, berlari dengan cepat sembari tertawa seolah ini adalah taman anak-anak.

"Kejar aku jika kau bisa!" teriaknya.

"Si-sialan kau dukun!"

Aku tak mampu berteriak sekeras yang aku bisa, karena jantungku terasa mencelos seketika saat Gojou tiba-tiba berlari; membuat kaget dan hendak ingin pingsan saja. Entah mengapa aku jadi sepenakut ini, namun ternyata nyawaku tidak melayang dan aku tidak jadi pingsan. Dengan segenap keberanian yang hanya sebutir nasi, aku segera berlari dengan kedua kaki yang gemetaran.

Sialnya, jalan gelap ini seolah tak berujung. Seakan hendak membawaku menuju gerbang kematian!

"Baru dua menit, sudah kelelahan?"

"HAH?!" Aku nge-gas.

"Oh oh, tenang, nona. Kau sudah aman sekarang," balasnya dengan tawa.

"Kau terus saja mempermainkanku, sialan!"

"Aku hanya bercanda," balasnya lagi dengan enteng.

Kupelototi si dukun laknat dengan wajah yang tidak terkondisikan karena saking lelahnya. Tanganku masih memegang kedua lutut. Aku menghela nafas lega setelah berhasil keluar pintu gerbang maut. Melihat sekitar, pedagang kaki lima berjejer rapi dengan lampion kuning sebagai penerang. Kurasa, ini pasar malam. Suasananya terasa ramai meskipun tidak disesaki oleh banyak pengunjung. Mungkin, Gojou ingin membawaku kesini. Tapi, setelah penderitaan yang kualami sebelum menikmati pasar malam yang terlihat menyenangkan ini, aku lebih ingin kembali pulang dan tidur saja.

Sesuatu yang dingin menempel di dahiku. Déjà vu.

"Maaf kalau bercandanya keterlaluan. Minumlah."

Kutegakkan badan, lalu mentapnya yang menyodorkan sekaleng kopi capuccino dingin dengan senyuman. Gelagatnya menjadi berubah 180 derajat. Meskipun begitu, aku masih sangat kesal dengan perlakuannya terhadapku. Kurebut kaleng kopi itu dengan kasar, lalu berjalan memasuki area pasar malam yang luas. Entah dia akan kembali meninggalkanku atau tidak, aku tidak peduli. Setelah ini, aku akan mencari jalan pulang yang aman sendiri.

Tenggorokanku terasa kering. Kubuka tutup kaleng lalu meminum isinya sekali tenggak. Setelah kosong tak brsisa, kuremas kaleng botol ini sebagai pelampiasan kekesalanku kepada si dukun laknat yang masih tersisa di lubuk hati. Tak lama setelah itu, hawa keberadaan yang menyesatkan terasa mengisi ruang kosong disampingku.

"Jadi, kau seorang pemarah?" Gojou Satoru tiba-tiba bersuara.

"Bisakah kau diam? Aku masih lelah," ujarku dengan kesabaran penuh.

"Tidak, karena aku masih mempunyai mulut dan mampu untuk berbicara. Jangan melarangku untuk diam sekarang, karena ... ada sesuatu yang ingin kubicarakan."

The StalkerWhere stories live. Discover now