09

133 22 7
                                    

"Kenapa ... ada disini?"

Aku menatapnya bingung sekaligus khawatir. Dia tahu tentang ini? Gawat, kufikir Nobara memarahiku karena akhir-akhir ini aku selalu bersama Gojou, namun sepertinya bukan itu. Dan penyebab yang sebenarnya, kurasa, adalah ini.

Mengapa dia tidak memberitahuku saja yang terjadi saat itu? Itulah mengapa, seharusnya kau mengontrol dirimu dahulu, Nobara! Begitu juga denganku. Aku tahu dia ingin mengatakan sesuatu, hanya saja dia terlalu khawatir dengan keadaanku. Yah, mungkin saja dia lupa.

Kutepuk jidat, aku tak ingin berfikiran buruk terhadap temanku sendiri. Nobara sudah memperingatkanku sejak awal. Ini adalah, kesalahan obsesiku.

Gojou berjalan mendekat dan berdiri di belakangku, lalu berbisik.

"Benar-benar gawat 'kan?"

PLAK!

Kutampar pipinya keras. Bibi dan paman yang baru saja datang melihatnya hingga terdiam seketika. Gojou terlempar beberapa senti, sebelah tangannya segera memegang pipi dengan cap lima jari terlihat begitu jelas disana. Setelah menamparnya, setitik kebahagiaan muncul dalam diriku. Lega sekali rasanya. Lain kali, jika dia terus saja mengganggu, akan kutampar terus-terusan sampai aku puas.

Kulirik paman dengan tajam. Sebesit kebencian muncul.

"Mengapa dia ada disini?"

"A- itu, dia ingin bertemu denganmu. Katanya, hendak meminta maaf."

"... Eh?"

Kutatap Gojou yang sudah berdiri disampingku, sebelah tangannya masih terus mengusap pipi. Apakah tamparanku sekuat itu? Tentu saja, bekas tamparanku menempel merah dengan jelas disana.

Menghela nafas lelah, aku melipat tangan dengan tatapan menuntut penjelasan, hanya diam menunggunya berbicara. Gojou berdeham pelan, ia kembali berdiri sambil mengalihkan pandangan, enggan menatapku. Oh, dia tak memakai kacamata hitam itu lagi. Matanya terekspos jelas. Kini, aku melihat wajah dia seutuhnya.

"Jadi, [Y/N]-san. Seperti yang pamanmu bilang, aku memang ingin meminta maaf padamu."

Serius? Orang yang senang menjahili orang lain sepertinya berbicara seperti itu dengan mudahnya? Aku tak menyangka Gojou akan benar-benar meminta maaf disini.

Kulirik paman, dia tersenyum, pun dengan bibi disampingnya. Entah mengapa sulit untuk menerima hal yang terjadi saat ini. Makan malam bersama, dan permintaan maaf Gojou. Benarkah semua ini dilakukan tanpa adanya sebuah rencana?

Apakah ada sesuatu yang mereka sembunyikan? Sebab, kepercayaanku pada orang lain kini memudar perlahan-lahan, membuatku bingung. Bahkan segera aku berfikir, Gojou bukanlah orang yang memiliki empati tinggi pada rakyat jelata sepertiku, dan, dia hanya memanfaatkan momentum ini, lalu memaksakan kehendaknya lagi dengan cara lain.

Aku ... tidak mengerti lagi. Bagaimana caraku menyikapi situasi ini? Pura-pura bodoh dan membiarkan semuanya terjadi begitu saja seolah tidak tahu apa-apa? Atau menentangnya? Mana yang lebih baik? Siapapun, beritahu aku!

"... Aku juga."

"Eh?"

"Aku juga ingin meminta maaf karena telah memperlakukan orang penting sepertimu dengan seenaknya," ujarku pelan. Sungguh ucapan yang tak disangka, bahkan aku sendiri kaget. "Aku telah melakukan kekerasan."

Kutatap pipinya yang masih memerah, lalu beralih pada tanganku yang kenyataannya menampar pipi tersebut. Selama ini, sudah berapa kali aku menamparnya? Aku beruntung masih hidup sampai sekarang. Kufikir, seharusnya, aku diberi pelanggaran atau hukuman karena telah menampar orang penting seperti Gojou Satoru. Tapi, entah mengapa, aku tak merasa bersalah sedikitpun. Itu karena dia tak berhenti menggangguku.

"Manusia memang penuh kekurangan. Kesalahan membuat seseorang menjadi lebih bijak dalam bertindak, [Y/N]-chan."

Paman berkata demikian, lalu berjalan menghampiri kami. Dia berhenti dihadapanku. Tangannya terulur memegang sebelah pundak, sedangkan matanya menatapku lembut. Aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya, rasanya seperti terdapat gravitasi kuat dari dalam netra emerald paman.

"Karena itu, setelah kamu menyadari kesalahanmu, kamu hanya perlu untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk kesekian kalinya." Lanjut paman dengan senyuman. "Tidak perlu memikirkannya lagi, masih ada paman dan bibi. Jika terjadi sesuatu, datanglah pada kami. Kami akan segera bertindak."

"Demi dirimu, [Y/N]-chan. Kami sudah menganggapmu seperti anak sendiri. Jangan sungkan, ya."

Bibi ikut berbicara. Setelah berkata seperti itu, paman menepuk pundakku pelan. Lalu pandangannya beralih pada Gojou. Dengan cepat, netra hijau cemerlangnya yang terasa meneduhkan jiwa menjadi setajam pisau yang menghunus cepat.

"Aku tak pernah tahu tentang penawaran Nanami Kento pada sepupuku. Mengapa kau baru memberitahuku hal sepenting itu? Sama saja dengan kau memang ingin membahayakan nyawa [Y/N]."

Paman berjalan mendekat padanya, sedang Gojou terlihat berwajah datar. Entah apa yang dia pikirkan, namun dia tak terlihat takut dengan aura paman yang ketika marah akan terasa begitu mengintimidasi.

"Apa yang kau pikirkan, Gojou Satoru?! Aku sudah cukup bersabar sejak kau mengakui perbuatanmu, kuharap kau tak memaksa [Y/N] lagi jika kau berniat menikahinya."

"Paman?!"

Kukira pembicaraan ini akan menjadi serius agar Gojou berhenti menggangguku lagi setelah ini, tapi bukan ini yang aku harapkan. Menikah dengan seseorang yang berkali-kali menyakiti hatimu, mustahil. Jika benar seperti itu, maka dia akan membuatku gila.

Tiba-tiba saja Gojou tertawa, membuat seisi rumah kebingungan. Apa yang lucu?

"Tidak pernah terpikirkan olehku. Tapi sepertinya, ide bagus."[]

──── ◉ ────

Aduh, semoga komedi-romantisnya berasa ya gais, sempat berfikir romcom-nya gagal karena semakin buntu mikirin alurnya 😭🤲

But don't worry, i just need some coffee☕ (padahal yang cemas cuma diri sendiri si /hanyud) CHAPTER SELANJUTNYA ADALAH LAST CHAPTER! Ayo, penasaran dong sama endingnya 👁️👄👁️👍

Jangan lupa vote ya-! (๑♡⌓♡๑)

The StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang