BAB 22 - PELUKAN

6.7K 436 48
                                    

"Pembunuh! Pembunuh! Pembunuh!" Perempuan itu terus berteriak, ia masih memukul Romeo tanpa ampun di tengah hujan seperti ini.

Hingga pada akhirnya, beberapa orang datang untuk melerai. Suara sirine ambulans datang, beberapa mobil polisi juga langsung berjejer rapi kemudian turut mengamankan keadaan.

Sedangkan Romeo masih syok, suara tangisan, jeritan dan histeris bercampur menjadi satu hingga tangannya bergetar hebat. Romeo tidak sadar kalau darah yang ada di kepalanya semakin keluar dengan sangat deras. Detik kemudian Romeo ambruk, matanya berkunang-kunang, nyeri di kepalanya semakin menyiksa. Hingga pada akhirnya Romeo jatuh ke dalam kegelapan.

***

Di rumah sakit, suasana berubah menjadi kacau, puluhan orang terluka, belasan lainnya sekarat, mereka menumpuk di ruang unit gawat darurat dan para dokter sibuk untuk memeriksa keadaan mereka.

Seluruh tenaga medis dikerahkan, dokter Remi bahkan dikerahkan karena petugas medis kewalahan menangani pasien yang membludak.

"Romeo ..."

Mata Remi melebar dengan seketika ketika melihat Romeo terbaring dengan mata yang tertutup. Luka di kepalanya bahkan masih terbuka dengan darah segar yang masih mengalir.

"Ya Tuhan, bukan kah seharusnya kau datang untuk berkonsultasi ...? Tapi kenapa situasinya malah menjadi seperti ini?"

Baru ketika Remi ingin memeriksa keadaan Romeo, terdengar suara dengingan nyaring di tempat lain, Remi melihat rekan kerjanya yang berusaha menyelamatkan pasien dengan memompa jantungnya, tapi sepertinya ... dia tidak berhasil. Nyawa pasien itu tidak dapat diselamatkan.

Suasana kembali kacau ketika terdengar lagi monitor lain yang berdering nyaring. Remi juga sangat syok, belum selesai kekagetan Remi tiba-tiba ada seorang perempuan datang ke arah Romeo, ia terus memukul-mukul Romeo tidak berhenti dan mengamuk serta berteriak keras.

"Pembunuh! Pembunuh! Pembunuh!"

Secara spontan Remi langsung melindungi tubuh Romeo yang masih pingsan, menarik tangan perempuan itu dan berteriak memanggil security.

Ya Tuhan, situasi macam apa ini ...?

Situasinya sama persis dengan kejadian beberapa bulan yang lalu. Seperti de javu, Remi teringat lagi ketika Arini berada di posisi Romeo saat ini.

***

Berita televisi menyebar dengan begitu cepat. Seluruh media sosial bekerja dengan semestinya, seluruh artikel terus memuat kabar terbaru hingga pada akhirnya berita ini sampai di telinga keluarga Romeo, Arini yang sedang berada di ruang dapur memecahkan gelas yang baru saja ia pakai, lalu Zaki ketika selesai persidangan, langsung datang ke tempat ini dengan terburu-buru.

Hampir semuanya datang secara bersamaan. Mereka bertiga datang di sebuah ruangan di mana Romeo telah dipindahkan. Romeo masih tidak sadarkan diri, ia masih ditransfusi karena Romeo telah kehabisan banyak darah.

"Romeo ..."

Mama Mulan, Arini, Zaki bahkan masih syok dengan apa yang terjadi. Mereka hanya bisa menatap pada jendela kaca karena dokter melarangnya masuk ke dalam ruang.

"Tidak usah khawatir, Romeo baik-baik saja."

Terdengar sebuah suara yang langsung membuat mereka bertiga menoleh. Name tag bertuliskan dokter Remi datang ke arah mereka. Satu-satunya orang yang mengenal Remi adalah Arini. Dia teman Aluna yang kadang berkunjung ke rumah.

"Hai, Arini. Apa kabar?"

"Remi ...?"

"Maaf saya memindahkannya ke ruangan yang berbeda, Tante." Tiba-tiba Remi mengucapkan akan hal itu. "Tadi situasi UGD sangat rumit."

ARINI'S WEDDINGWhere stories live. Discover now