BAB 26 - JIKA AKU PERGI

7.7K 298 14
                                    

Pagi menjelang. Angin yang tidak sengaja masuk ke dalam celah-celah jendela mulai mengusik ketenangan Arini. Ia kedinginan. Ia menarik lagi selimut yang ia pakai hingga ke atas dadanya.

Seperti anak kecil, Arini meringkuk lagi. Masih belum sadar kalau di sebelahnya, sudah ada Romeo yang menatap Arini dengan tatapan sendu. Romeo sadar, ia telah kelewatan, ia sudah kelepasan hingga membuat seluruh tubuh Arini seperti itu. Bekas-bekas merah yang kini sudah berubah menjadi biru keunguan membuat Romeo lagi-lagi mengutuk tentang perbuatannya tadi malam.

Hingga pada akhirnya, Arini mulai mengerjap-erjap. Mulai membuka mata dan melihat Romeo untuk yang pertama kali.

"Selamat pagi," sambut Arini.

Orang yang dikhawatirkan Romeo malah tersenyum di sana. Ia menatap Romeo sambil tertawa kecil. Berbeda sekali dengan wajah Romeo yang benar-benar tegang. Karena takut, bahwa apa yang ia lakukan semalam akan semakin melukainya.

"Kau baik-baik saja ...?"

"Kenapa bilang begitu? Aku baik-baik saja."

Romeo mengelus luka lebam itu lagi. Menatap lagi ke arah Arini dengan tatapan menyesal.

"Maaf,"

"Jangan bicara seperti itu. Aku bahagia."

"Wajahmu terlalu pucat. Jangan sembunyikan rasa sakitmu."

Tapi Arini menggeleng.

"Astaga, aku lupa membuat sarapan." Cepat-cepat Arini bergegas untuk turun dari ranjang, tapi secepat kilat juga Romeo menahannya dengan menarik tangannya lagi.

"Aku sudah membuat sarapan untuk kita. Tenang lah."

"Benar kah?"

Romeo mengangguk. Tanda bahwa ia serius dengan ucapannya.

"Kau bisa mandi. Setelah itu kita makan, dan kita harus pergi ke ..."

Arini tahu apa yang akan diucapkan oleh Romeo lagi. Buru-buru ia menyelanya. Hanya saja ... Arini tidak mau bahwa kenyataan kalau hari ini ada jadwal kemoterapi merusak kebahagiaannya.

"Iya, aku tahu."

"Kalau begitu cepat lah."

Arini mengangguk lagi. Tapi sebelum Arini beranjak turun dari atas ranjang, ia malah menatap ke arah Romeo yang masih memperhatikannya.

"Kau mau tetap di sini?"

"Aku akan menjagamu kalau kau kenapa-kenapa. Sampai kau selesai mandi pun aku akan tetap di sini."

Arini tertegun dengan ucapan itu. Beberapa detik kemudian ia menatap ke arah bawah. Ia masih tidak memakai sehelai benang pun. Bagaimana ia akan berjalan ke arah kamar mandi jika Romeo masih terus menatapinya seperti itu?

"Romeo, bisa kah kau berbalik sebentar?"

"Ada apa ...?"

Arini menggigit ujung bawah bibirnya. Menatap ke bawah selimut dan Romeo paham apa yang sedang Arini pikirkan.

"Kenapa harus malu? Apa kau tidak ingat tadi malam kau menyergapku seperti harimau yang sedang kelaparan?"

Ha ha ha. Arini tertawa kecil. "Itu dua hal yang berbeda. Jadi bisa kah kau menoleh ke arah samping? Aku ... benar-benar malu." Arini masih meremas selimutnya dan tidak berani untuk turun ke bawah ranjang.

"Aku bahkan sudah melihatmu dari bawah sampai atas."

"Stop. Jangan diteruskan lagi. Aku malu." Arini menutup mukanya dengan tangan kirinya. Ingatan tentang tadi malam ketika Arini sendiri lah yang bersikap agresif benar-benar membuatnya malu. Fakta bahwa Arini yang memaksa Romeo entah kenapa membuat Arini tidak bisa lagi menatap wajah itu.

ARINI'S WEDDINGWhere stories live. Discover now