BAB 24 - PENGAKUAN

5.7K 351 16
                                    

Jika diberi kesempatan, bisa kah sekali saja aku mempunyai foto pernikahan dengan Romeo?

Adalah kata-kata yang pernah Arini tulis dalam buku itu. Sebuah kalimat ke empat yang langsung Arini coret karena ia telah mendapatkannya hari ini.

Arini tersenyum, tapi air matanya tidak berhenti mengalir. Membuatnya harus menyeka air matanya berulang kali karena ia masih tidak percaya dengan apa yang Romeo lakukan. Ia sudah mengganti pakaiannya dengan yang ia gunakan tadi, meremas baju pengantin sekali lagi karena berhasil mewujudkannya meski rasanya masih terasa mimpi.

Sedangkan di tempat lain, ada juga yang menangis sesenggukan di dalam toilet. Masih memakai setelan jas berwarna hitam, Romeo benar-benar meledak ketika ia sudah tidak bisa menahan lagi perasaannya.

Romeo kemudian melihat pada daftar keinginan yang sempat ia foto di dalam kamera ponselnya. Hari ini, ia telah berhasil mewujudkan salah satu impiannya yang lain. Tapi, bukannya merasa lega, tapi kenapa hatinya malah terasa semakin sesak?

"Kenapa matamu merah?" Tanya Arini ketika pada akhirnya Romeo keluar dan melihat Arini sudah berganti pakaian di ruang duduk.

"Ah ini," Romeo mengusap matanya. "Aku kelilipan tadi."

"Oh, ... sakit?"

Romeo menggeleng. "Tidak,"

Arini mengangguk-angguk. "Kalau begitu, kita bisa pulang."

Saat Arini akan melangkah, tiba-tiba saja Romeo mengikuti Arini dari belakang. Romeo menarik tangan itu, menggandengnya ketika Arini berjalan menuju ke tempat mobil mereka yang terparkir di sana.

"Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

"Ke mana lagi? Sudah hampir malam. Kau belum makan sejak kita di rumah tadi. Kau pasti lapar."

"Untuk itu aku mengajakmu pergi."

"Eh?"

***

Dan di sini lah mereka berada. Di sebuah gedung hotel bintang lima di dalam restauran di lantai yang paling tinggi. Romeo masih menggandeng tangan Arini, membawanya untuk berjalan sampai di sini hingga Arini kebingungan.

"Sebenarnya, kita mau ke mana?"

"Tentu saja untuk makan."

Suatu hal yang benar-benar tidak bisa Arini percayai. Bersama dengan Romeo, tiba-tiba Romeo sudah menyiapkan semuanya untuknya. Di sebuah ruangan VIP, hanya ada mereka berdua dan kini bahkan Romeo menarik salah satu kursi agar Arini mau duduk di tempat ini.

Romeo memperlakukan Arini seperti ratu, tapi jujur itu membuat Arini semakin kebingungan. Arini meremas tangannya ketika para pelayan memberikan sejumlah menu ke hadapannya, sedangkan Romeo mulai menyuruh Arini untuk memilih makanan yang ingin ia makan.

"Kenapa kau tiba-tiba bersikap seperti ini?"

"Aku hanya ingin makan malam denganmu, apa itu salah?"

"Sejak tadi sore, sejak kau membawaku ke studio foto, hingga mengajakku makan malam. Apa yang sebenarnya kau inginkan?"

"Apakah berdosa kalau suami mengajak makan malam istrinya sendiri?"

Sedikit kata yang mampu membuat Arini tercekat.

"Aku tidak tahu sejak kapan kau mulai menganggapku istri," ucap Arini getir.

Jawaban yang jelas sangat menohok bagi Romeo. Tapi tiba-tiba, ia malah tersenyum lagi tanpa mau menjawab pertanyaan Arini.

Hingga pada akhirnya, makanan datang. Romeo mulai menyuruh Arini untuk makan, tapi Arini malah mulai memandang ke luar kaca. Pemandangan di luar sana sangat indah, malam telah membuat kota semakin menawan, semua tampak kecil dari atas sini, lampu jalanan gemerlap, gedung pencakar langit juga terlihat kokoh dengan sangat indahnya.

ARINI'S WEDDINGजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें