BAB 3 - KISAH MASA LALU

8.8K 520 20
                                    

Dekorasi sudah terpajang cantik di gedung pernikahan ketika Aluna menggandeng tangan Arini dengan penuh suka cita. Arini baru menyadari bahwa hanya tinggal beberapa menit lagi pernikahan kakaknya dengan Romeo terlaksana. Seseorang yang sangat kakaknya cintai bahkan melebihi apa pun di dunia ini.

"Bagaimana penampilanku, Arini?" Masih dengan senyum yang mengembang di kedua sudut bibir milik Aluna, ia menanyakan penampilannya. Gaun berwarna putih dengan polesan make up yang membalut tubuh Aluna dengan begitu sempurna.

"Kau cantik, kak. Tenang saja. Kakak tidak perlu mengkhawatirkan penampilanmu."

"Benar kah?" Lagi-lagi Aluna tersenyum, tertawa dengan begitu lebarnya lalu memeluk adiknya itu. "Ah, aku gugup sekali."

Pelan-pelan Arini menepuk-nepuk punggung kakaknya sambil menenangkan. "Tenang lah, semua akan berjalan sesuai rencana."

Sekali lagi Aluna tersenyum. "Ya, pasti. Doakan aku." Dan lagi-lagi, Aluna kembali memeluk Arini dengan sangat erat seperti tidak bisa ia lepaskan.

Lalu, semua berjalan dengan begitu cepat. Arini menyaksikan sendiri kakaknya sedang duduk sejajar dengan Romeo, dengan raut penuh kebahagiaan ketika pada akhirnya Romeo mengucap lancar ijab qabul itu.

Mata kedua pasangan itu tidak bisa berbohong. Mereka tersenyum, tertawa bersama-sama ketika pada akhirnya tiga tahun hubungan mereka, dipersatukan oleh sebuah janji pernikahan.

Harus Arini akui bahwa ada rasa perih yang tiba-tiba menghantam keras hatinya, tetapi ia tahan dengan sekuat tenaga. Sebuah senyuman dari Romeo itu entah kenapa mampu membuat jantung Arini berdebar-debar hingga sampai sekarang, meski pun ia tahu bahwa senyuman itu bukan untuk dirinya.

Ya, laki-laki itu adalah Romeo Alansah, yang tengah tersenyum di sana dengan raut muka kebahagiaan ketika berhasil menikahi Aluna. Sosok, yang sudah Arini idam-idamkan bahkan sejak lama. Seseorang yang pernah, bahkan sampai saat ini masih Arini cinta dengan segenap hatinya.

Dosa kah Arini akan perasaan ini? Bahkan ketika Romeo memeluk kakaknya, Arini masih merasakan perih yang menyayat hati.

"Kenapa kau menangis Arini?" Tiba-tiba Kiara datang dan memergoki Arini meneteskan air mata. Sahabat dekatnya terkesiap saat melihat Arini berulang kali menyeka air matanya.

"Ah, tidak. Aku hanya terharu melihat kakakku bahagia." Bahkan Arini masih bisa berbohong. Menambah satu lagi dosa, bahwa ternyata Arini bisa menjadi orang paling munafik di dunia ini.

"Ah, iya. Mereka pasangan yang tepat. Kakakmu cantik, pintar, calon dokter, dan Romeo tampan dan pengacara sukses. Astaga... aku saja iri melihat mereka."

Arini menahan napas seper sekian detik. Ia baru sadar, bahwa dia harus tahu diri dengan perasaannya sendiri. Bagaimana mungkin dia disejajarkan dengan kakaknya yang penuh dengan talenta?

Bahkan ketika dulu ia terus meminta Tuhan untuk mendekatkan dirinya dengan Romeo, tetapi nyatanya, itu tidak akan pernah terjadi. Romeo lebih memilih Aluna dibanding dengan dirinya.

Tidak ada kesempatan baginya, untuk saat ini dan selamanya. Dan Arini, harus sadar diri, ia harus berbahagia meski harus penuh dengan paksaan. Karena walau bagaimana pun, Aluna adalah kakak yang benar-benar sangat Arini sayangi.

Tetapi ternyata, Tuhan mampu memutar balikkan kehidupan. Doa-doa yang senantiasa Arini panjatkan untuk memiliki Romeo, dijawab oleh Tuhan secepat ini.
Satu minggu setelah pernikahan, saat Romeo pergi ke luar kota karena urusan pekerjaan. Aluna pulang ke rumah, tiba-tiba saja ia mengajak pergi bertamasya dengan keluarga dengan alasan rindu. Membuat mereka tidak bisa menolak permintaan Aluna hingga akhirnya mereka menuruti kemauannya.

Tetapi naas, mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan. Sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi hingga menabrak mobil mereka dan langsung ringsek begitu saja.
Aluna, Mama dan Papa meninggal di tempat, sedangkan Arini koma di rumah sakit dalam waktu yang cukup lama. Dan ketika tersadar tiba-tiba Alfred datang, Ayah dari Romeo meminta Arini untuk menikah dengan Romeo. Meminta Arini untuk menggantikan posisi Aluna karena ternyata kedua orang tua mereka pernah berjanji, bahwa salah satu dari putri Rahmana, harus menjadi pendamping dari putra semata wayangnya.

***

Semua bayang-bayang itu masih mengusik pikiran Arini bahkan sampai saat ini. Kalau saja dulu Arini tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk memiliki Romeo, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi.

Arini masih memiliki orang tuanya, masih dapat menemui Aluna untuk mengajaknya bertemu, atau mungkin bisa makan malam bersama dengan Romeo meski dengan hati yang perih seperti dulu.

Perlahan-lahan, Arini meneteskan air matanya. Semua ini sangat sulit, sungguh, ini benar-benar sulit.

Saat ini Arini masih memandang kepergian Romeo setelah dicampakkan seperti tadi. Hal yang paling membuat Romeo benci adalah,
Bahwa dulu ketika kecelakaan, Arini lah yang memegang kemudi. Arini yang menyetir mobil itu dan menyebabkan kecelakaan. Membuat Romeo membenci Arini setengah mati, menganggap Arini dengan sengaja telah membunuh Aluna.

Perlahan-lahan, Arini melangkah untuk menyusuri tangga. Mengetuk pintu kamar Romeo, untuk memberi tahu, bahwa Arini sudah menyiapkan makan malam untuknya.

"Romeo, aku sudah menyiapkan makanan untukmu. Sebelum kau tidur, sebaiknya kau makan dan..."
Belum selesai, Arini menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba pintu itu dibuka. Romeo menatap lagi Arini yang masih bersikap sok menjadi istrinya.

"Bukan kah sudah kukatakan untuk tidak mengangguku? Aku tidak sudi makan dengan pembunuh sepertimu."

Dan sekali lagi, hati Arini dibuat sakit. Oleh kata-kata Romeo yang terus menyakitinya. Membuatnya mengulang lagi rasa traumatis di dalam kepalanya hingga membuat Arini terisak lagi.

Pintu kemudian ditutup paksa. Romeo membanting kesal pintu itu hingga Arini terkesiap dan hampir terjatuh.

***

ARINI'S WEDDINGWhere stories live. Discover now